7 Contoh Cerpen Singkat dengan Nilai-nilai yang Terkandung di Dalamnya
7 Contoh Cerpen Singkat dengan Nilai-nilai yang Terkandung di Dalamnya – Membaca cerpen selalu menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Selain kita dapat terhibur dengan ceritanya, kita juga mendapatkan nilai atau pesan yang terkandung di dalamnya. Berbicara mengenai nilai-nilai dalam cerpen, ada apa saja ya nilai-nilainya?
Agar kamu lebih paham tentang cerpen dan nilai-nilainya, pada artikel ini, Mamikos akan memberikan contoh cerpen singkat dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 📖😊
Daftar Isi
Daftar Isi
Apa itu Cerpen?
Sebelum kita membahas tentang nilai-nilai cerpen, terlebih dahulu kita pahami apa itu cerpen.
Cerpen adalah kependekan dari cerita pendek, yaitu sebuah karya sastra berbentuk karangan yang termasuk sebagai bentuk prosa. Biasanya, panjang cerpen tidak lebih dari 10.000 kata.
Cerpen biasanya terdiri dari cerita fiksi atau cerita yang tidak benar-benar terjadi. Akan tetapi, tidak jarang cerpen juga menceritakan kisah nyata.
Karena sifatnya yang ringkas, maka penulis cerpen dituntut untuk mampu menyajikan cerita secara padat.
Biasanya, cerpen hanya terdiri dari satu permasalahan tokoh yang diceritakan dari awal hingga akhir, tanpa ada tambahan elemen yang memperumit cerita.
Dalam suatu cerpen, terdapat pengenalan, konflik, hingga penyelesaian. Cerita dalam karya sastra ini diceritakan dengan implisit karena sifatnya yang berbentuk ringkas.
Jenis Nilai-nilai dalam Cerpen
Ketika membaca cerpen, tidak jarang pembaca menjadi tergugah atau terinspirasi. Hal itu karena cerpen memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Dengan khas cerpen yang mengandung pesan implisit, sebenarnya ada nilai-nilai yang hendak disampaikan oleh penulis melalui sebuah cerita yang singkat itu.
Beberapa jenis nilai-nilai cerpen adalah sebagai berikut.
1. Nilai Moral
Nilai moral didasarkan pada budi pekerti atau pendidikan moral di masyarakat. Misalnya, kewajiban mencium tangan kepada orang yang lebih tua.
2. Nilai Sosial
Nilai sosial didapatkan adalah ketika baik/buruk, benar/salah, pantas/tidak pantas-nya sesuatu didasarkan pada aturan adat istiadat masyarakat. Misalnya, wanita tidak lazim jika keluar malam.
3. Nilai Religius/Agama
Nilai religius atau agama didasarkan pada ajaran agama atau hukum-hukum agama.
Berbeda dengan nilai moral yang bersandar dari aturan masyarakat, dalam nilai religius, aturan agama menjadi dasar bagi penilaian benar atau salah.
Misalnya, wanita muslim wajib berhijab.
4. Nilai Budaya
Nilai budaya berkaitan dengan kebiasaan masyarakat yang sudah turun-temurun. Contohnya adalah kebiasaan gotong royong, musyawarah, dan ronda.
5. Nilai Estetika
Nilai estetika berkaitan dengan keindahan sesuatu yang ada dalam cerpen. Misalnya adalah pilihan kata yang indah untuk menggambarkan sesuatu.
6. Nilai Politik
Nilai politik berkaitan dengan pemerintahan dan politik.
Biasanya, nilai politik muncul untuk memberikan kritik terhadap jalannya pemerintahan atau untuk menyampaikan aspirasi rakyat.
7 Contoh Cerpen Singkat dan Nilai-Nilainya
Perhatikan contoh cerpen singkat dan nilai-nilainya yang Mamikos rangkum dari beberapa sumber.
1. Kejujuran yang Membawa Rezeki
Sudah berbulan-bulan lamanya Randi kebingungan mencari kerja. Randi sudah memasukkan berkas lamaran ke beberapa perusahaan, tetapi belum ada jawaban sama sekali.
Tanpa adanya pekerjaan yang jelas, hari-harinya terasa hambar. Setiap hari, Randi hanya ke sana kemari tidak jelas. Randi kebingungan, mau mencoba usaha, tetapi modal juga belum ada.
Suatu hari, Randi membuat janji bertemu dengan teman lamanya. Randi ingin menceritakan permasalahannya itu. Ketika Randi sedang dalam perjalanan ke rumah temannya, samar-samar Randi melihat sesuatu di samping jalan, dekat trotoar. Sepertinya, itu adalah dompet.
Karena penasaran, Randi pun mendekat untuk memastikannya. Ternyata memang benar sebuah dompet kulit berwarna cokelat. Tanpa berpikir lama, Randi pun membuka dompet itu.
Randi sangat terkejut mendapati bahwa isi dari dompet yang ia temukan adalah KTP, kartu ATM, kartu kredit serta sejumlah uang yang lumayan banyak.
“Wah rejeki nih!” ujarnya dalam hati. Randi ingin mengambil uang dalam dompet itu.
Akan tetapi, Randi berubah pikiran. Ia berinisiatif untuk mengantarkan dompet itu ke pemilik dalam KTP tersebut. Jadi, ia membawa dompet tersebut dan melanjutkan perjalanan ke rumah temannya.
Sesampainya di rumah teman lamanya, Randi pun menceritakan semua masalah yang ia hadapi. Setelah selesai, Randi langsung berangkat menuju alamat sesuai KTP dalam dompet yang ia temukan untuk mengembalikan dompet itu.
Randi mencari-cari alamat serta nama dari pemilik dompet sesuai dengan KTP. Setelah sampai di alamat yang sama dengan yang tercantum di KTP, Randi memberanikan diri untuk memencet bel di depan.
Tidak lama, ada seseorang yang keluar. Kemudian Randi bertanya pada Ibu itu, “Permisi, Bu, saya mau bertanya. Apa benar ini rumah Pak Bima?”
“Iya benar, Mas. Maaf, Anda siapa dan ada keperluan apa?” Ibu itu menjawab dan bertanya kembali.
“Perkenalkan, Bu, saya Randi. Saya kemari ingin bertemu dengan Pak Bima. Ada urusan yang sangat penting.” jawabnya.
Ternyata, Pak Bima ada di rumah dan Randi diminta untuk masuk ke dalam rumah. Randi duduk di ruang tamu. Beberapa saat kemudian, Pak Bima pun muncul.
Randi mengatakan maksud dan tujuannya seraya menyerahkan dompet yang ia temukan di jalan. Dompet itu masih lengkap dengan isinya.
Karena penasaran dengan anak muda yang ia temui, Pak Bima bertanya, “Kamu tinggal di mana, Nak? Juga kerja di mana?”
“Saya tinggal di komplek Sido Makmur, Pak. Kebetulan saya masih menunggu panggilan kerja tetapi sudah beberapa bulan belum ada kabar.” jawabnya dengan jujur.
“Memangnya kamu lulusan apa?” tanya Pak Bima kepada Randi.
“S1 jurusan Manajemen Bisnis Syariah, Pak.” jawabnya.
“Bagaimana kalau kamu bekerja di perusahaan saya?”
“Ini kartu nama saya. Jika tertarik, besok datang saja ke kantor dan bilang kalo saya yang menyuruh.” lanjut Pak Bima.
“Saya rasa kamu adalah pemuda yang jujur, dan perusahaan saya membutuhkan karyawan yang jujur dan memiliki dedikasi tinggi seperti kamu ini. Lihat dompet ini. Kalau kamu mau, pasti sudah kamu ambil isinya dan buang dompetnya. Tapi, justru kamu kembalikan.” jelas Pak Bima.
Randi sungguh tidak menyangka akan mendapatkan kesempatan seperti ini. Ia berterima kasih kepada Pak Bima, dan kemudian berpamitan untuk menyiapkan kebutuhan besok.
Nilai-nilai dalam Cerpen
Dalam cerpen tersebut, ditunjukkan tokoh Randi yang sedang kesulitan mencari pekerjaan.
Kemudian, ia menemukan sebuah dompet. Alih-alih mengambil isinya, Randi justru mengembalikan dompet tersebut kepada pemiliknya.
Nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut adalah nilai moral, yaitu tetap berbuat jujur meskipun tidak ada seorang pun yang melihat atau walaupun sedang dalam kesulitan sekalipun.
Dengan kejujuran tokoh tersebut, akhirnya ia justru memperoleh keberuntungan.
2. Dompet yang Membawa Berkah
Namaku Andi, seorang pemuda lulusan SMA yang baru saja merantau ke kota besar untuk mencari pekerjaan. Setiap hari aku berkeliling membawa map berisi berkas lamaran. Beberapa perusahaan sudah kukunjungi, namun tak ada satu pun yang memberikan kepastian. Hidup di perantauan dengan tabungan seadanya membuatku sering merasa cemas. Makan pun harus kuhemat, kadang hanya cukup dengan sebungkus nasi kucing untuk bertahan.
Suatu sore, ketika aku berjalan pulang dari sebuah kantor yang baru saja menolakku, mataku tertuju pada sebuah benda di pinggir jalan. Itu adalah dompet hitam yang tampak lusuh. Awalnya aku ragu untuk mengambilnya, khawatir ada orang yang mengira aku mencuri. Namun karena jalan cukup sepi, aku memberanikan diri memungutnya.
Ketika kubuka, isi dompet itu cukup mengejutkan. Ada beberapa lembar uang seratus ribuan, kartu identitas, dan juga kartu ATM. Sesaat hatiku bergejolak. “Dengan uang ini, aku bisa makan enak dan bertahan lebih lama di kota,” pikirku. Tapi kemudian suara hati kecilku berbisik, “Bagaimana jika pemilik dompet itu sedang kesulitan lebih besar darimu? Bagaimana kalau uang ini untuk biaya sekolah anaknya?”
Aku pun menutup dompet itu kembali. Tekadku bulat untuk mengembalikannya. Dengan alamat yang tertera di KTP, aku berjalan kaki cukup jauh hingga sampai di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Setelah mengetuk pintu dan menjelaskan maksud kedatanganku, seorang pria paruh baya menyambutku. Ternyata benar, dialah pemilik dompet itu.
Wajahnya langsung berbinar ketika menerima dompet tersebut. Ia terus mengucapkan syukur dan berterima kasih kepadaku. “Nak, kau tidak tahu betapa berharganya dompet ini. Uang di dalamnya adalah modal saya untuk berdagang esok hari. Tanpa uang itu, saya tidak bisa membeli bahan dagangan,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Aku hanya tersenyum dan menjawab, “Tidak apa-apa, Pak. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya.” Namun, pria itu tak berhenti mengucapkan terima kasih. Sebelum aku berpamitan, ia menawarkan sesuatu yang tak pernah kuduga. Ia memiliki kios kecil di pasar, dan ia membutuhkan tenaga tambahan. Ia pun menawarkanku pekerjaan sebagai asisten di kiosnya.
Sejak hari itu, hidupku berubah. Aku mungkin tidak langsung bekerja di perusahaan besar seperti yang kuimpikan, tapi setidaknya aku memiliki pekerjaan tetap untuk bertahan hidup. Aku menyadari, kejujuran akan selalu membawa kebaikan, meski awalnya terlihat sebagai pilihan yang berat.
Nilai-nilai dalam Cerpen
Dalam cerpen tersebut, tokoh Andi digambarkan sebagai pemuda yang sedang kesulitan mencari pekerjaan dan hidup pas-pasan di kota. Namun, ketika menemukan dompet berisi uang, ia memilih untuk mengembalikannya kepada pemiliknya meski dirinya sendiri sedang sangat membutuhkan.
Nilai yang terkandung dalam cerpen ini adalah nilai moral kejujuran dan nilai sosial tentang kepedulian. Kejujuran Andi membawanya pada keberkahan yang tak terduga, yaitu mendapatkan pekerjaan yang justru ia butuhkan.
Cerpen ini mengajarkan kita untuk tetap berbuat baik dan jujur, karena kebaikan akan kembali kepada kita dengan cara yang mungkin tak disangka-sangka.
3. Sepeda Tua yang Menghidupi
Namaku Raka. Aku tinggal di sebuah desa kecil di Jawa Tengah. Kehidupanku sederhana, bahkan bisa dibilang serba kekurangan. Ayah sudah lama meninggal, dan ibuku bekerja sebagai buruh cuci di rumah tetangga. Aku sendiri masih duduk di kelas 3 SMP, tapi setiap sore aku ikut membantu ibu mencari tambahan penghasilan.
Aku memiliki sepeda tua peninggalan ayah. Catnya sudah terkelupas, rantainya sering lepas, dan remnya kadang tidak berfungsi dengan baik. Namun sepeda itu adalah satu-satunya harta berharga yang kupunya. Setiap hari aku mengayuh sepeda tua itu ke sekolah, lalu sepulangnya kupakai untuk mengantarkan pesanan sayur ke rumah-rumah tetangga.
Suatu sore, ketika aku mengayuh sepeda pulang, aku melihat seorang anak kecil menangis di pinggir jalan. Di tangannya ada tas sekolah yang tampak kotor. Aku berhenti dan bertanya, “Kenapa kamu nangis?” Anak itu menjawab dengan terbata, “Sepeda aku jatuh ke sungai, Kak. Aku takut dimarahi Bapak.”
Aku menoleh ke arah sungai kecil di dekat jalan. Benar saja, sebuah sepeda mini terperosok ke dalam air. Tanpa pikir panjang, aku menaruh sepedaku di pinggir jalan dan turun ke sungai. Dengan susah payah, akhirnya aku berhasil menarik sepeda itu keluar. Anak itu tersenyum lega, lalu mengucapkan terima kasih berulang kali.
Namun, akibat membantu, celana seragamku basah kuyup. Sesampainya di rumah, ibuku justru tersenyum sambil berkata, “Tak apa basah, Nak. Allah pasti senang kalau kita menolong orang lain.” Kata-kata ibu itu menenangkan hatiku.
Beberapa hari kemudian, aku dikejutkan oleh kedatangan seorang pria ke rumah. Ternyata ia ayah dari anak kecil yang kubantu. Ia datang membawa bingkisan sembako dan uang sebagai tanda terima kasih. Awalnya aku menolak, tetapi ia memaksa sambil berkata, “Kebaikanmu sudah membuat anak saya belajar berani. Terimalah ini.”
Sejak saat itu, aku semakin yakin bahwa sepeda tua peninggalan ayah bukan sekadar barang usang. Sepeda itu telah membawaku pada banyak pengalaman berharga, termasuk kesempatan untuk berbuat baik pada orang lain.
Nilai-nilai dalam Cerpen
Nilai yang terkandung adalah nilai sosial berupa tolong-menolong serta nilai moral berupa ketulusan. Meski serba kekurangan, Raka tetap mau menolong tanpa pamrih, dan kebaikan itu berbalas dengan cara yang indah.
4. Surat untuk Ayah
Namaku Dini. Sejak kecil aku hanya tinggal berdua dengan ibu. Ayah sudah lama merantau ke Kalimantan untuk bekerja, dan jarang sekali pulang. Terakhir kali aku melihat ayah secara langsung, aku masih duduk di bangku SD. Kini aku sudah kelas 2 SMA.
Meskipun jarak memisahkan, ayah selalu berusaha mengirimkan kabar lewat surat. Ya, bukan lewat telepon atau video call, melainkan surat tulisan tangan. Katanya, dengan surat, ia bisa lebih jujur menceritakan isi hati. Aku pun selalu menunggu surat itu tiap bulan, bahkan aku simpan semua dalam sebuah kotak kecil di bawah tempat tidur.
Suatu hari, ibu sakit keras. Aku panik karena harus bolak-balik mengurus rumah, sekolah, dan merawat ibu. Di tengah kelelahan itu, aku menemukan satu surat baru di meja ruang tamu. Tulisan tangan ayah terasa berbeda, agak tergesa-gesa.
“Ayah minta maaf karena belum bisa pulang. Tapi Ayah selalu percaya kamu anak yang kuat. Jaga ibu baik-baik, dan jangan pernah menyerah belajar. Ayah janji suatu saat kita akan tinggal bersama lagi.”
Membaca itu, air mataku tak terbendung. Aku merasa kecewa sekaligus rindu yang mendalam. Mengapa ayah tak bisa pulang di saat kami benar-benar butuh? Namun, aku mencoba menguatkan diri. Aku menulis balasan surat, “Ayah, aku rindu. Tapi aku akan berusaha kuat seperti yang Ayah bilang. Aku akan jaga Ibu dan belajar lebih giat.”
Hari-hari berlalu. Aku semakin terbiasa mengurus segalanya, meski berat. Hingga suatu pagi, saat aku hendak berangkat sekolah, seorang pria dengan wajah yang sangat kukenal berdiri di depan rumah. “Ayah?” tanyaku gemetar.
Ia tersenyum sambil membawa koper lusuh. “Ayah sudah tak sanggup jauh dari kalian. Mulai sekarang, kita bersama lagi.” Aku langsung berlari memeluknya. Ternyata janji dalam surat itu bukan sekadar tulisan.
Nilai-nilai dalam Cerpen
Nilai utama adalah nilai keluarga dan kasih sayang. Cerpen ini mengajarkan kesabaran dalam merindukan kehadiran orang tua, serta pentingnya menjaga semangat meski dalam keterbatasan.
5. Sahabat di Bangku Belakang
Aku Rafi, siswa kelas 1 SMA. Sejak pertama masuk sekolah, aku merasa asing. Hampir semua teman sudah saling kenal, sementara aku pendatang baru. Aku selalu duduk di bangku belakang, sendirian.
Hingga suatu hari, seorang siswa pindahan bernama Aldi datang. Karena kursi sudah penuh, ia duduk di sebelahku. Awalnya kami hanya saling diam. Namun, ketika guru matematika memberi soal sulit, Aldi berbisik, “Kamu ngerti ini?” Aku tersenyum kecil lalu menjelaskan sebisa mungkin. Dari situlah percakapan kami dimulai.
Hari demi hari, kami makin akrab. Ternyata Aldi anak yang periang dan suka menolong. Kami sering belajar bersama, bahkan saling berbagi bekal. Namun, tidak semua teman menyukai Aldi. Ada kelompok siswa nakal yang kerap mengejeknya karena penampilannya sederhana.
Suatu siang, aku melihat Aldi dikerjai di lapangan. Mereka menyembunyikan bukunya dan menertawakannya. Aku marah, lalu berteriak, “Kalau mau nakal, jangan sama dia. Lawan aku aja!” Meski gemetar, aku tetap berdiri di samping Aldi. Anehnya, Aldi malah menenangkanku, “Sudahlah, Fi. Nggak usah dilawan. Kita buktikan aja dengan prestasi.”
Ucapannya membuatku sadar. Sejak itu, kami belajar lebih giat. Beberapa bulan kemudian, aku dan Aldi berhasil meraih peringkat 1 dan 2 paralel sekolah. Anak-anak yang dulu mengejek justru terdiam, bahkan sebagian mulai menghormati kami.
Aku tersadar, bangku belakang yang dulu terasa sepi kini menjadi tempat terbaik karena ada sahabat sejati di sana.
Nilai-nilai dalam Cerpen
Nilai yang terkandung adalah nilai persahabatan dan keteguhan hati. Persahabatan sejati bukan hanya soal bersama dalam tawa, tetapi juga saling mendukung dalam kesulitan.
6. Hujan dan Payung Kecil
Hari itu hujan deras mengguyur kotaku. Aku, seorang mahasiswa rantau bernama Bima, baru saja pulang kuliah. Sayangnya, aku tidak membawa jas hujan. Aku hanya punya payung kecil yang bahkan sudah sobek di satu sisinya.
Di tengah perjalanan, aku melihat seorang ibu dan anak kecil berteduh di bawah pohon. Anak itu tampak kedinginan sambil memeluk tas sekolahnya. Aku berhenti, lalu menawarkan, “Bu, mari ikut saya. Kita pakai payung ini.”
Awalnya ibu itu menolak, tapi akhirnya ia menerima. Kami berjalan berdesakan di bawah payung kecilku. Setiap kali angin kencang datang, aku memiringkan payung agar ibu dan anak itu tidak terlalu basah. Akibatnya, bajuku sendiri basah kuyup.
Sesampainya di depan rumah mereka, ibu itu mengucapkan terima kasih berulang kali. Anak kecil itu juga tersenyum ceria sambil berkata, “Kakak baik sekali.” Kata-kata sederhana itu membuat tubuhku yang kedinginan terasa hangat.
Keesokan harinya, aku kaget saat seorang tetangga kos datang membawa satu payung baru. “Ini titipan dari Bu Sari, yang kemarin ditolong,” katanya. Aku tertegun. Ternyata kebaikan sekecil apa pun bisa meninggalkan kesan besar bagi orang lain.
Nilai-nilai dalam Cerpen
Nilai yang terkandung adalah nilai kepedulian sosial. Kebaikan sederhana bisa menjadi bermakna besar ketika dilakukan dengan tulus.
7. Impian di Lapangan Tanah
Namaku Dito, anak desa yang hobi bermain bola. Setiap sore, aku dan teman-teman berlarian di lapangan tanah yang becek saat hujan dan berdebu saat kemarau. Meski sederhana, lapangan itu adalah dunia kami.
Aku bercita-cita menjadi pemain sepak bola profesional. Namun, banyak yang meremehkanku. “Mana mungkin anak desa bisa jadi pemain hebat? Sarana aja nggak ada,” kata beberapa orang. Perkataan itu sempat membuatku goyah.
Tapi aku tidak menyerah. Aku terus berlatih, meski hanya memakai bola plastik dan sepatu usang. Kadang aku harus menabung lama untuk membeli bola baru. Ibuku selalu berkata, “Kalau kamu sungguh-sungguh, Tuhan pasti buka jalan.”
Suatu hari, ada turnamen antar desa. Aku dan teman-teman ikut meski dengan perlengkapan seadanya. Saat pertandingan berlangsung, banyak yang meremehkan. Tapi aku membuktikan dengan kerja keras. Aku berhasil mencetak gol kemenangan, membuat tim kami lolos sampai final.
Seorang pelatih lokal yang kebetulan menonton menghampiriku. Ia berkata, “Kamu punya bakat besar. Mau ikut seleksi di klub junior kota?” Hatiku berbunga-bunga. Ternyata mimpi yang kurawat di lapangan tanah itu benar-benar mendapat kesempatan.
Nilai-nilai dalam Cerpen
Nilai yang terkandung adalah nilai semangat dan pantang menyerah. Cerpen ini mengajarkan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi.
Kesimpulan
Demikian artikel tentang contoh cerpen singkat dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Ternyata, cerpen selain sebagai hiburan juga mengandung nilai-nilai tertentu yang hendak disampaikan penulisnya.
Mamikos harap sekarang kamu sudah bisa mencari nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen. Semoga materi dalam artikel ini bermanfaat untuk kamu. 😊✨
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: