8 Contoh Akulturasi Budaya yang Ada di Indonesia Lengkap
8 Contoh Akulturasi Budaya yang Ada di Indonesia Lengkap – Dalam ilmu antropologi atau sosiologi, istilah akulturasi sering digunakan untuk menggambarkan suatu percampuran dari dua budaya atau lebih.
Sejak dahulu kala, proses akulturasi budaya di Indonesia telah berlangsung dan kini hasil akulturasi budaya tersebut masih bisa dilihat dan dinikmati.
Temukan informasi selengkapnya seputar deretan contoh akulturasi budaya di Indonesia berikut ini.
Berikut Deretan Contoh Akulturasi Budaya yang Ada di Indonesia
Daftar Isi
- Berikut Deretan Contoh Akulturasi Budaya yang Ada di Indonesia
- Apa itu Akulturasi?
- Apa yang dimaksud dengan Akulturasi Budaya?
- Faktor Apa saja yang dapat Mendorong Akulturasi Budaya?
- Deretan Contoh Akulturasi Budaya di Indonesia
- 1. Candi Borobudur
- 2. Masjid Menara Kudus
- 3. Seni Pertunjukan Wayang
- 4. Kaligrafi
- 5. Gambang Kromong
- 6. Musik Keroncong
- 7. Bahasa Sanskerta
- 8. Tari Cokek
Daftar Isi
- Berikut Deretan Contoh Akulturasi Budaya yang Ada di Indonesia
- Apa
itu Akulturasi? - Apa
yang dimaksud dengan Akulturasi Budaya? - Faktor
Apa saja yang dapat Mendorong Akulturasi Budaya? - Deretan
Contoh Akulturasi Budaya di Indonesia - 1. Candi Borobudur
- 2. Masjid Menara Kudus
- 3. Seni Pertunjukan Wayang
- 4. Kaligrafi
- 5. Gambang Kromong
- 6. Musik Keroncong
- 7. Bahasa Sanskerta
- 8. Tari Cokek
Ada berbagai macam kebudayaan yang berasal dari dua budaya atau lebih yang berbeda di sekitar kita.
Meskipun sudah bercampur, tentu ada unsur asli yang tidak dihilangkan. Nah, hal inilah yang kemudian disebut dengan akulturasi.
Akulturasi budaya merupakan perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih yang berbeda.
Proses akulturasi budaya ini bisa terjadi dikarenakan adanya interaksi antara kelompok masyarakat yang mempunyai kebudayaan tertentu dengan kelompok masyarakat lainnya.
Meskipun begitu, proses akulturasi ini tidak menghilangkan unsur-unsur kebudayaan dari dua atau lebih kelompok masyarakat tadi.
Kebudayaan asli masih tetap bisa dilihat ciri-cirinya, serta dapat dibedakan dan dianalisis jika dibandingkan dengan kebudayaan dari luar.
Apa
itu Akulturasi?
Istilah akulturasi berasal dari bahasa latin yakni ‘acculturate’, yang memiliki arti tumbuh dan berkembang bersama.
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terdapat tiga pengertian dari akulturasi yang dapat dilihat secara umum, antropologi, dan linguistik.
Jika dilihat secara umum, akulturasi merupakan percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi.
Kemudian, secara antropologi, akulturasi adalah proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu.
Sementara dari segi linguistik, akulturasi diartikan sebagai proses atau hasil pertemuan kebudayaan atau bahasa di antara anggota dua masyarakat bahasa, ditandai oleh peminjaman atau bilingualisme.
Para ahli juga memiliki pandangannya tersendiri dalam memaknai akulturasi.
Menurut Koentjaraningrat yang merupakan seorang antropolog Indonesia, akulturasi dimaknai sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing.
Sehingga, unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lama kelamaan bisa diterima dan diolah kembali tanpa harus menghilangnya kepribadian budaya itu sendiri.
Sementara, menurut Arnold M. Rose sosiolog asal Amerika mengutarakan bahwa akulturasi merupakan adopsi oleh seseorang atau kelompok budaya dari kelompok sosial yang lain.
Dari banyaknya definisi akulturasi yang sudah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa akulturasi sebenarnya adalah perpaduan antarbudaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli di dalam budaya tersebut.
Nyatanya, proses terjadinya akulturasi menyebabkan munculnya unsur-unsur baru di dalam akulturasi itu sendiri.
Menurut Siany L dalam bukunya yang berjudul Khazanah Antropologi 1 untuk Kelas XI SMA dan MA, berikut adalah informasi selengkapnya.
- Substitusi: merupakan pergantian dari kebudayaan lama dengan unsur kebudayaan baru yang lebih bermanfaat untuk kehidupan masyarakat.
- Sinkretisme: percampuran unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan unsur kebudayaan baru dan pada akhirnya membentuk sistem budaya baru.
- Adisi: perpaduan unsur-unsur kebudayaan lama dan baru sehingga memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
- Dekulturasi: hilangnya unsur-unsur kebudayaan yang lama dan digantikan dengan kebudayaan yang baru.
- Originasi: masuknya unsur budaya yang sama sekali baru dan tidak dikenal oleh masyarakat setempat sehingga menimbulkan perubahan sosial.
- Rejeksi: proses penolakan yang muncul sebagai akibat proses perubahan sosial yang sangat cepat dan menimbulkan dampak negatif bagi sebagian anggota masyarakat yang tidak siap menerima perubahan.
Apa
yang dimaksud dengan Akulturasi Budaya?
Akulturasi budaya adalah perpaduan dua kebudayaan berbeda yang menyatu, tanpa menghilangkan ciri khas kebudayaan itu sendiri.
Menurut Wina Puspita Sari dan Menati Fajar Rizki dalam buku yang berjudul Komunikasi Lintas Budaya (2021), akulturasi budaya adalah bersatunya berbagai unsur kebudayaan yang berbeda dan membentuk kebudayaan baru, tanpa menghilangkan ciri khas budaya aslinya.
Sementara, Koentjaraningrat mendefinisikan akulturasi budaya sebagai suatu proses ketika sekelompok orang dengan budaya tertentu menghadapi elemen budaya asing.
Nantinya, elemen itu akan diterima dan diproses menjadi budaya mereka tanpa harus menyebabkan hilangnya budaya itu sendiri.
Biasanya, akulturasi budaya bisa terjadi karena hadirnya unsur budaya baru yang dinilai memberikan manfaat bagi kehidupan suatu masyarakat.
Proses ini dapat mencakup berbagai aspek kehidupan mulai dari bahasa, ilmu pengetahuan, kesenian, hingga teknologi.
Faktor
Apa saja yang dapat Mendorong Akulturasi Budaya?
Setelah memahami pengertian dari akulturasi budaya, maka kamu juga perlu mengetahui faktor yang mendorong terjadinya akulturasi budaya.
Tak hanya disebabkan oleh satu hal, akulturasi budaya terjadi lebih daripada itu.
Nah, berikut ini adalah faktor yang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya.
1.
Pendidikan yang sudah maju
Faktor pertama yang menyebabkan adanya akulturasi budaya adalah pendidikan yang kian maju.
Dengan pendidikan yang semakin maju dan masyarakat yang semakin berpendidikan, membuat masyarakat mengetahui bahwa budaya juga bisa berakulturasi.
Pendidikan yang maju juga menyebabkan masyarakat akan semakin terbuka dengan peluang untuk menerima budaya baru.
Hal ini akan berbanding terbalik dengan masyarakat yang tidak berpendidikan, tentu akan sulit untuk mereka mengetahui perihal akulturasi.
2.
Toleransi dengan budaya lain
Faktor
kedua yang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya adalah karena adanya sikap
toleransi dengan budaya lainnya. Tiap orang terlahir ke dunia ini dengan budaya
yang berbeda-beda dengan orang lain.
Oleh
karena itu, sikap toleran sangat penting. Mengingat sikap toleransi bisa
membuka pola pikir masyarakat dan menghilangkan ketakutan-ketakutan yang tidak
seharusnya mereka takutkan.
3.
Masyarakat heterogen
Faktor
berikutnya yang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya adalah karena adanya
masyarakat yang heterogen. Di Indonesia, ada banyak budaya berbeda yang tumbuh
dan dilestarikan oleh masyarakatnya.
Hal ini tentu memperbesar kemungkinan sebuah budaya berakulturasi dengan budaya lain.
Tentunya hal tersebut dapat dipandang sebagai hal positif karena bisa menjadi ajang pembelajaran terhadap budaya lain yang juga berkembang.
4.
Berorientasi ke masa depan
Berpikir ke arah masa depan tentu menjadi hal yang perlu dilakukan oleh setiap orang.
Dengan berpikir ke arah masa depan, masyarakat akan mempunyai sebuah rencana, sehingga masa depan dapat dihadapi dengan penuh kesiapan.
Dengan demikian, berpikir ke masa depan juga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya akulturasi budaya di Indonesia.
Deretan
Contoh Akulturasi Budaya di Indonesia
Berikut adalah contoh akulturasi budaya di Indonesia.
1. Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah suatu candi Buddha di Indonesia memiliki banyak keistimewaan.
Terletak di wilayah Kabupaten Magelang, Candi Borobudur merupakan salah satu hasil akulturasi antara budaya prasejarah dengan budaya/pengaruh India.
Hal ini tercermin dari keberadaan stupa pusat dan stupa-stupa lainnya (unsur Buddha) yang diletakkan di atas struktur berundak (unsur prasejarah/lokal).
Jika kamu melihat dari atas, denah Candi Borobudur jelas menunjukkan pola mandala, yakni diagram berbentuk lingkaran-lingkaran konsentris yang berkaitan dengan lokasi penempatan tempat dewa-dewa.
Unsur budaya asli Indonesia yang terdapat di dalam Candi Borobudur tercermin dari bentuknya yang menyerupai Punden Berundak.
Sejak zaman Megalitikum, Punden Berundak merupakan tempat untuk memuja roh nenek moyang. Bentuk Punden Berundak inilah yang kemudian diadaptasi dalam Candi Borobudur.
2. Masjid Menara Kudus
Masjid
Menara Kudus juga merupakan salah satu contoh akulturasi budaya di Indonesia. Menara
yang berada di sebelah tenggara bangunan masjid ini mempertemukan antara budaya
Islam dengan Hindu.
Dimana menaranya tersusun dari batu bata merah yang meyerupai Nale Kulkul atau bangunan penyimpan kentongan di Bali.
Melalui karakteristik inilah, Menara Kudus mencerminkan sikap tenggang rasa atau toleransi yang sudah ada sejak dahulu.
Mengingat Menara Kudus memiliki fungsi sebagai masjid, namun arsitekturnya menyerupai bangunan pura pada agama Hindu.
Penerapan budaya Hindu dalam Masjid Menara Kudus juga bisa dilihat dari pembagian bagian menara menjadi tiga, yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan khas Jawa-Hindu.
Kemudian, atap tajugnya bertingkat dua, penggunaan ornamen-ornamen, dan adanya candi siku yang berada di pintu masuk juga menjadi bukti akulturasi budaya.
Selain itu, penerapan budaya Jawa-Hindu terlihat pula pada delapan pancuran untuk wudhu, di mana terdapat arca di atas pancuran tersebut.
Merupakan ekspresi budaya masyarakat pesisiran, Masjid Menara Kudus juga mengandung nilai pendidikan multikultural yang tercermin di dalamnya.
Kini, Masjid Menara Kudus ditetapkan menjadi Cagar Budaya kategori Situs Tingkat Nasional.
3. Seni Pertunjukan Wayang
Contoh akulturasi budaya di Indonesia berikutnya adalah seni pertunjukan wayang.
Sebagaimana kita ketahui, Wayang adalah bentuk seni tradisional yang dimiliki oleh Indonesia yang sudah mengalami pertumbuhan dan perkembangan lebih dari 1000 tahun.
Konon, para walisongo menggunakan wayang sebagai sarana yang dianggap tepat dalam menyebarluaskan agama Islam.
Para wali menambahkan nilai-nilai islam di dalam alur cerita seni pertunjukkan wayang, misalnya menambahkan tokoh yang tidak ada dalam cerita Ramayana dan Mahabarata.
Tokoh yang dimaksud bernama Punakawan (semar) yang berarti guru yang cerdas untuk pandawa.
Wayang adalah jenis kesenian yang masyhur dan populer hingga sekarang ini. Merupakan hasil budaya, Wayang sejatinya merupakan akulturasi dari kebudayaan Jawa dan India.
Dimana Budaya Jawa tercermin dari nama-nama tokoh Punakawan Wayang yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Sedangkan, budaya India dapat kamu lihat dari cerita seni pertunjukan wayang yang diangkat dari Kitab Ramayana dan Mahabarata.
4. Kaligrafi
Kaligrafi juga masuk dalam contoh akulturasi budaya di Indonesia.
Merupakan jenis seni Islami yang banyak ditemui di berbagai tempat, kaligrafi sebenarnya adalah akulturasi budaya yang menggabungkan dua budaya yaitu Islam dan Indonesia.
Budaya Islam di dalam kaligrafi ini terlihat dari ayat Al-Qur’an yang ditulis, sedangkan budaya Indonesia bisa kamu lihat dari beragam bentuk yang ada pada kaligrafi.
5. Gambang Kromong
Gambang kromong adalah kesenian masyarakat Betawi yang mulai populer sekitar tahun 1930 an.
Dimana kesenian ini menggunakan dua buah alat musik utama berupa gambang dan seperangkat kromong
Diketahui, Gambang Kromong gambang kromong merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Betawi.
Hal ini terlihat dari instrumen atau alat musik lainnya, Khususnya alat-alat musik seperti sukong, tehyan dan kongahyan yang memang berasal dari China.
Terciptanya gambang kromong tak lepas dari peran seorang pemimpin komunitas Tionghoa bernama Nie Hoe Kong.
Pada masa itu, yakni abad ke-18 saat Indonesia masih dalam masa penjajahan, Nie Hoe Kong diangkat Belanda menjadi kapitan Cina pada tahun 1736-1740.
Kesenian ini lantas berkembang hingga kini di Jakarta dan sekitarnya, termasuk di Kota Tangerang.
6. Musik Keroncong
Musik
keroncong adalah salah satu ciri khas kebudayaan musik Indonesia. Di mana musik
keroncong juga faktanya adalah salah satu contoh dari akulturasi budaya di
bidang seni rupa.
Pada dasarnya, music keroncong adalah suatu bentuk akulturasi atau perpaduan antara musik Barat dan musik Timur.
Perpaduan yang terdapat dalam musik keroncong adalah musik sistem pentatonik (dari budaya Timur) dan musik sistem diatonik (dari budaya Barat).
Awal mula perjalanan musik keroncong adalah pada tahun 1511.
Ketika Portugis menguasai Malaka untuk mendapatkan rempah-rempah, Dan kemudian terjadi persaingan dengan Belanda yang pada akhirnya menguasai Malaka pada tahun 1641.
Beberapa orang Portugis yang menjadi tawanan Belanda ditempatkan di daerah Kampung Tugu.
Kemudian, para warga pun mulai membuat alat musik sendiri berbahan dasar dari batang kayu bulat dan pohon.
Alat musik tersebut menghasilkan wujud berupa gitar kecil yang diberi nama macina dan berbunyi “crong crong”. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya alat musik keroncong.
7. Bahasa Sanskerta
Bahasa Sanskerta dikenal sebagai bahasa suci umat Hindu, Buddha, dan Jain (sebuah agama dharma). Bahasa ini juga menjadi bahasa pengantar di kawasan Asia Selatan, termasuk India.
Masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-5, bahasa Sanskerta dibawa oleh pendeta dari India yang menyebarkan agama Hindu dan Buddha.
Penggunaan bahasa Sanskerta diketahui dengan keberadaan kerajaan-kerajaan kuno bercorak Hindu di Indonesia, seperti Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, dan KerajaanMataram Kuno.
Hal ini dibuktikan dengan keberadaan prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Hindu-Buddha, yang menggunakan bahasa Sanskerta.
Mengingat prasasti-prasasti peninggalan zaman Hindu-Buddha di Indonesia paling banyak dikeluarkan pada abad ke-8 hingga ke-14, bahasa Sanskerta diketahui berkembang di Indonesia pada periode itu.
Namun sejak periode akhir kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, bahasa Sanskerta mulai ditinggalkan.
Salah satu faktor yang membuat bahasa Sanskerta tidak digunakan lagi adalah karena mulai masuknya agama Islam ke Nusantara.
8. Tari Cokek
Merupakan tari tradisional asal DKI Jakarta, Tari Cokek juga merupakan salah satu contoh akulturasi budaya antara bangsa Cina, Banten dan Betawi.
Mengingat lokasi masyarakat dari suku tersebut berdekatan dengan Jakarta, maka kini penyebaran dan perkembangan tari Cokek lebih berkembang di Jakarta.
Kini, Tari Cokek bentuknya sudah sangat berbeda dengan tari Cokek yang dulu ada di tengah-tengah masyarakat Betawi.
Hal ini terlihat dari semua unsur, baik itu segi gerak, kostum, rias dan musik pendukung tarian Cokek itu sendiri.
Nah, itu tadi informasi yang bisa Mamikos sampaikan kepada kamu terkait deretan contoh akulturasi budaya yang ada di Indonesia.
Mengingat negara Indonesia memiliki banyak sekali budaya yang berbeda-beda, tentu berpeluang tinggi terjadinya akulturasi budaya.
Jika kamu ingin menggali informasi menarik dan bermanfaat lainnya, kamu bisa kunjungi situs blog Mamikos dan cari informasi yang kamu butuhkan di sana.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: