15 Contoh Cerpen tentang Lingkungan Sekolah Singkat dan Menarik
Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu teks yang sangat menarik dan seru untuk dibaca.
Sesuai dengan namanya, cerpen adalah sebuah cerita pendek fiksi yang menceritakan tentang kejadian atau peristiwa yang dialami oleh tokoh utama di dalamnya.
Nah, bagi kamu yang ingin membuat cerpen tentang lingkungan atau sekedar membacanya, di bawah ini Mamikos akan berikan beberapa contoh cerpen tentang lingkungan sekolah yang bisa kamu baca. 📖😊✨
Daftar Isi
- Contoh Cerpen tentang Lingkungan Sekolah Singkat dan Menarik
- 1. Kebun Kecil di Sudut Sekolah
- 2. Penghapus yang Hilang
- 3. Jam Dinding untuk Lapangan Upacara
- 4. Taman Belakang yang Terlupakan
- 5. Hari Tanpa Sampah
- 6. Kebun Kelas 6A
- 7. Sang Penjaga Tong Sampah Baru
- 8. Mural Kebersihan untuk Seluruh Sekolah
- 9. Piket yang Mengubah Persahabatan
- 10. Klub Penghemat Energi
- 11. Pohon Kenangan di Sudut Halaman
- 12. Taman Baru, Semangat Baru
- 13. Operasi Semut yang Mengubah Sekolah
- 14. Kelas yang Berubah Karena Jendela
- 15. Hari Tanpa Plastik di Sekolah Kami
Daftar Isi
- Contoh Cerpen tentang Lingkungan Sekolah Singkat dan Menarik
- 1. Kebun Kecil di Sudut Sekolah
- 2. Penghapus yang Hilang
- 3. Jam Dinding untuk Lapangan Upacara
- 4. Taman Belakang yang Terlupakan
- 5. Hari Tanpa Sampah
- 6. Kebun Kelas 6A
- 7. Sang Penjaga Tong Sampah Baru
- 8. Mural Kebersihan untuk Seluruh Sekolah
- 9. Piket yang Mengubah Persahabatan
- 10. Klub Penghemat Energi
- 11. Pohon Kenangan di Sudut Halaman
- 12. Taman Baru, Semangat Baru
- 13. Operasi Semut yang Mengubah Sekolah
- 14. Kelas yang Berubah Karena Jendela
- 15. Hari Tanpa Plastik di Sekolah Kami
Contoh Cerpen tentang Lingkungan Sekolah Singkat dan Menarik
Cerpen tentang lingkungan sekolah tentunya merupakan salah satu cerpen dengan cerita yang menarik untuk dibaca khususnya bagi para siswa yang memang sedang duduk di bangku sekolah.
Lalu, seperti apakah contoh cerpen tentang lingkungan sekolah singkat dan menarik? Nah, berikut adalah daftar contohnya:
1. Kebun Kecil di Sudut Sekolah
Di SMP Harapan Baru, ada satu sudut kecil yang jarang dilewati murid. Sudut itu berada di belakang perpustakaan, penuh rumput liar dan tanah becek. Tidak ada yang menganggapnya penting, sampai suatu hari Bu Ratri, guru IPA baru, melihat potensi tempat itu untuk dijadikan kebun mini.
Saat pelajaran IPA, Bu Ratri mengajak seluruh kelas ke sudut tersebut. “Bagaimana kalau kita ubah tempat ini jadi kebun sekolah?” tanya Bu Ratri. Sebagian murid terlihat antusias, sebagian lagi mengeluh karena membayangkan kotor.
Namun, perlahan-lahan, antusiasme mulai tumbuh. Dava membawa bibit cabai dari rumah, Naya membawa bunga matahari, sedangkan Riko membawa cangkul kecil peninggalan ayahnya. Mereka mulai membersihkan rumput liar, meratakan tanah, dan membuat petak-petak kecil.
Setiap hari, mereka merawat kebun tersebut. Ada yang menyiram tanaman, ada yang mencatat perkembangan tinggi batang, ada pula yang mengambil sampah yang kadang tersangkut di sela-sela tanaman. Seiring berjalannya waktu, kebun itu berubah menjadi tempat favorit anak-anak.
Suatu pagi, ketika bunga matahari pertama mekar, seluruh kelas bersorak. “Kita berhasil!” kata Naya sambil tersenyum lebar. Dava juga bangga melihat cabai merah pertama muncul di petak tanaman mereka.
Kebun kecil itu akhirnya menjadi ikon sekolah. Guru-guru sering mengajak murid lain berkunjung untuk belajar tentang tanaman. Bahkan kepala sekolah memutuskan membuat papan nama bertuliskan: Kebun Harapan.
Pada hari peresmian, Bu Ratri berkata, “Kebun ini tidak akan ada kalau kalian tidak bekerja sama. Lingkungan itu bukan hanya harus dijaga, tapi juga bisa kita ciptakan menjadi sesuatu yang baik.”
Anak-anak merasa bangga. Mereka tak hanya belajar IPA, tetapi juga belajar merawat, bekerja sama, dan mencintai lingkungan sekolah.
2. Penghapus yang Hilang
Kelas 6B terkenal sebagai kelas paling berisik dan paling ceroboh. Pada suatu pagi, Miss Winda hendak mengajar matematika. Namun saat ia menulis di papan tulis, ia tersenyat. “Siapa yang mengambil penghapus kelas?”
Anak-anak saling menatap. Dalam beberapa minggu terakhir, banyak barang kelas yang hilang: sapu, tempat sampah kecil, bahkan penggaris panjang. Tidak ada yang tahu kemana semuanya pergi.
Miss Winda kemudian membuat sebuah permainan investigasi. “Hari ini, kita cari pelaku, tapi bukan untuk dimarahi. Kita ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Semua murid dibagi menjadi kelompok pengamat lingkungan.
Kelompok pertama memeriksa ruang UKS, kelompok kedua memeriksa gudang, kelompok ketiga memeriksa kantin, dan kelompok Dava ditugasi memeriksa area belakang sekolah.
Saat menyisir belakang gedung, Dava dan teman-temannya menemukan sesuatu yang mengejutkan. Ada tumpukan barang-barang yang hilang tergeletak di dekat kandang kucing liar.
Tampaknya kucing-kucing itu sering bermain dengan benda-benda dari kelas, mendorongnya keluar lewat pintu yang tidak tertutup rapat.
Dava segera melapor kepada Miss Winda. Kelas pun tertawa lega saat mengetahui “pelakunya” ternyata sekumpulan kucing nakal.
Miss Winda kemudian berkata, “Kalau kita menjaga kelas tetap rapi dan menutup pintu, mungkin barang-barang ini tidak akan hilang. Lingkungan sekolah itu tanggung jawab kita.”
Sejak hari itu, kelas 6B berubah lebih rapi. Mereka bahkan membuat jadwal piket untuk memastikan pintu selalu tertutup dan barang-barang tidak berserakan.
Dan penghapus? Akhirnya kembali ke tempat aslinya—bersih setelah dicuci bersama-sama.
3. Jam Dinding untuk Lapangan Upacara
Lapangan upacara di SD Bintang Cendekia selalu menjadi tempat favorit murid untuk bermain.
Namun, masalah muncul ketika jam dinding di aula utama rusak dan sekolah tidak punya dana untuk membeli yang baru. Jam itu penting karena menjadi acuan waktu setiap kali upacara, kegiatan piket, dan lomba-lomba.
Suatu hari, ketua OSIS, Talita, mendapat ide. “Bagaimana kalau kita adakan program daur ulang untuk mengumpulkan dana? Kita kumpulkan botol plastik, kertas bekas, apa saja yang bisa dijual.”
OSIS mulai mengampanyekan gerakan itu. Mereka menempelkan poster yang dibuat sendiri: Sampahmu Bisa Jadi Jam Baru! Anak-anak awalnya hanya ikut-ikutan, tapi lama-kelamaan mereka justru bersemangat.
Setiap kelas memiliki kotak khusus untuk botol plastik dan kertas bekas. Setiap pagi, petugas piket kelas menimbang sampah yang terkumpul, lalu mencatatnya di papan laporan.
Dalam dua minggu, seluruh sekolah berhasil mengumpulkan puluhan kilogram sampah anorganik. Hasil penjualannya cukup untuk membeli jam dinding besar dan tahan cuaca, yang akan dipasang menghadap lapangan upacara.
Pada hari pemasangan jam, semua murid berkumpul. Kepala sekolah berkata, “Kalian bukan hanya membeli jam. Kalian menyelamatkan banyak sampah agar tidak mencemari lingkungan.”
Moment itu membuat semua murid merasa bangga. Lapangan upacara kini memiliki jam besar yang cantik—dan semua orang tahu bahwa jam itu adalah hasil kerja keras seluruh sekolah.
4. Taman Belakang yang Terlupakan
Di belakang SMP Merpati Putih, terdapat sebuah taman kecil yang sudah lama terbengkalai. Rumputnya tumbuh liar, bangku-bangku kayu mulai rapuh, dan kolam kecil di tengah taman dipenuhi daun kering.
Dulu, taman itu sering dipakai siswa untuk membaca atau berdiskusi kelompok, tetapi kini hampir tidak ada yang mau mendekat.
Suatu hari, Bu Raras, guru IPA, mengajak kelas 8B mengunjungi taman tersebut. “Anak-anak, bagaimana kalau kita sulap taman ini supaya hidup kembali?” tanyanya.
Awalnya, banyak siswa mengeluh—apalagi matahari siang itu cukup terik. Namun, salah satu siswa bernama Indra mengangkat tangan dan berkata, “Boleh, Bu. Sayang kalau dibiarkan begini.”
Akhirnya, proyek revitalisasi taman pun dimulai. Mereka membagi tugas: ada yang mencabut rumput liar, ada yang mengecat ulang bangku, ada pula yang membersihkan kolam. Indra dan dua temannya bertugas membuat papan nama baru untuk taman tersebut.
Hari pertama terasa melelahkan, tetapi perubahan kecil mulai terlihat. Keesokan harinya, siswa lain dari kelas berbeda ikut membantu setelah melihat keseruan proyek itu. Mereka membawa bibit bunga, cat warna-warni, dan bahkan batu hias untuk jalur taman.
Seminggu kemudian, taman kecil yang tadinya kusam berubah menjadi tempat hijau yang asri.
Kolam mungil itu kini berisi ikan koki, bangku-bangku terlihat lebih cerah, dan bunga zinnia bermekaran di sudut-sudut taman. Siswa mulai kembali menjadikan taman itu tempat favorit untuk membaca saat jam istirahat.
Saat peresmian taman, Bu Raras berkata, “Kalian telah membuktikan bahwa lingkungan sekolah dapat berubah jika kita mau peduli.” Semua yang hadir bertepuk tangan, terutama Indra yang merasa bangga melihat hasil kerja keras mereka.
Sejak saat itu, taman belakang tidak pernah lagi terbengkalai. Siswa-siswa membuat jadwal piket mingguan untuk merawatnya, sehingga taman selalu bersih dan indah. Indra sering duduk di sana setiap pagi sembari menikmati udara sejuk.
Dalam hati, ia merasa bahwa menjaga lingkungan bukanlah sekadar tugas sekolah, tetapi bentuk cinta terhadap tempat yang sudah menjadi rumah keduanya.
5. Hari Tanpa Sampah
Setiap hari Senin, SMA Bintang Timur mengadakan kegiatan bernama “Hari Tanpa Sampah.” Pada hari itu, seluruh siswa dilarang menggunakan kemasan plastik sekali pakai di lingkungan sekolah. Mulai dari botol minum hingga bungkus makanan harus diganti dengan wadah yang dapat dipakai ulang.
Nayla, siswi kelas XI, awalnya tidak terlalu peduli. Ia selalu membawa air mineral botol plastik dan membeli jajanan yang dibungkus plastik. Namun, suatu hari, ia ditegur petugas OSIS karena membawa botol sekali pakai. “Kak, ini cuma satu botol, kok,” protes Nayla.
Ketua OSIS menjawab, “Iya, tapi kalau semua siswa berpikir seperti itu, sampah kita akan menumpuk terus.”
Keesokan harinya, Nayla mulai mencoba mengikuti aturan. Ia membawa tumbler dari rumah. Namun, saat ingin membeli makanan, ia lupa membawa wadah makan sendiri sehingga ia tidak bisa membeli jajanan favoritnya. Ia kesal, tapi mulai sadar bahwa perubahan memang butuh pembiasaan.
Dalam beberapa minggu, Nayla mulai terbiasa hidup tanpa sampah plastik. Ia bahkan mengajak teman-temannya untuk memakai kotak makan khusus yang lucu. Setiap Senin, kantin sekolah tampak lebih rapi dan bersih karena sampah plastik berkurang drastis.
Suatu hari, kepala sekolah memanggil Nayla untuk datang ke ruangannya. “Kami lihat kamu aktif mengajak teman-teman mengurangi sampah. Kami ingin kamu menjadi duta lingkungan sekolah,” katanya.
Nayla terkejut sekaligus bangga. Ia yang dulu tidak peduli kini menjadi inspirasinya banyak siswa lain. Ia pun memutuskan untuk membuat program tambahan: workshop membuat kreasi tas dari plastik kresek bekas.
Program itu sukses besar. Banyak siswa yang mengikuti, bahkan beberapa orang tua ikut terlibat. Kini, setiap Senin bukan lagi hari yang membosankan, tetapi hari ketika seluruh sekolah merayakan lingkungan yang lebih bersih.
Nayla menyadari bahwa menjaga lingkungan bukan hanya soal aturan sekolah, melainkan kebiasaan baik yang akan bermanfaat sepanjang hidup.
6. Kebun Kelas 6A
SD Nusantara memiliki lahan kosong di samping ruang olahraga. Lahan itu hanya dipenuhi tanah kering dan ilalang. Suatu hari, Bu Erni, wali kelas 6A, mengumumkan bahwa mereka akan menggunakan lahan tersebut untuk membuat kebun kelas.
Anak-anak langsung bersorak gembira. Mereka membayangkan memetik tomat, cabai, dan kangkung yang mereka tanam sendiri. Tapi ketika melihat lahan itu dari dekat, semangat mereka menurun. Tanahnya keras, penuh batu, dan banyak sampah plastik kecil berserakan.
“Bu, apa bisa ditanami?” tanya seorang siswa, Seno.
“Tentu bisa,” jawab Bu Erni. “Kalau kita bersama-sama.”
Mereka mulai membersihkan lahan. Anak-anak membawa sarung tangan, cangkul kecil, dan ember dari rumah. Ada yang mencabut rumput liar, ada yang menyingkirkan batu, ada pula yang menyiram tanah agar lebih gembur.
Setelah bersih, mereka membuat bedengan kecil. Setiap kelompok mendapat tugas menanam satu jenis tanaman. Kelompok Seno menanam kangkung, sementara kelompok lain menanam tomat, daun bawang, dan cabai.
Pada minggu-minggu pertama, tanaman itu tampak kecil dan rapuh. Hujan deras sempat membuat beberapa tanaman hampir mati. Namun, anak-anak tak menyerah. Mereka membuat sistem penyiraman sederhana dari botol bekas dan menciptakan pagar kecil dari kayu sisa.
Bulan demi bulan berlalu. Kebun kelas 6A mulai terlihat hijau dan segar. Tanaman tumbuh subur. Bahkan beberapa guru lain ikut membantu memberi pupuk kompos.
Saat panen tiba, anak-anak sangat bangga. Mereka mengumpulkan tomat merah cerah, cabai yang pedas, dan kangkung segar. Bu Erni mengajak mereka memasak hasil panen itu di dapur sekolah menjadi tumis kangkung sederhana yang rasanya jauh lebih enak karena ditanam sendiri.
Kebun 6A menjadi inspirasi bagi kelas lain. Tahun berikutnya, setiap kelas mendapat lahan kecil untuk berkebun. SD Nusantara pun berubah menjadi sekolah hijau yang penuh tanaman.
Anak-anak belajar bahwa merawat lingkungan membutuhkan kerja keras, tetapi hasilnya selalu memuaskan.
7. Sang Penjaga Tong Sampah Baru
SMP Cendana Baru baru saja menerima bantuan fasilitas berupa sepuluh tong sampah pilah dari Dinas Lingkungan Hidup.
Tong-tong itu berwarna cerah: biru untuk kertas, kuning untuk plastik, hijau untuk organik, dan merah untuk residu. Namun, setelah seminggu dipasang, tong sampah itu justru penuh dengan sampah yang tidak sesuai kategori.
Pak Rudi, pembina OSIS, akhirnya menunjuk empat siswa sebagai “Penjaga Tong Sampah.” Salah satunya adalah Lala, siswi ceria yang hobi menggambar. Tugas mereka adalah mengawasi penggunaan tong sampah dan mengedukasi teman-teman agar membuang sampah sesuai jenisnya.
Pada hari pertama bertugas, Lala melihat seorang siswa membuang sisa makanan ke tong plastik. Ia mendekatinya dengan sopan, “Maaf, itu harusnya dibuang ke tong hijau, karena organik.”
Siswa itu mengangkat bahu dan menjawab, “Sama aja, nanti disatuin juga.” Lala tersenyum dan mulai menjelaskan bagaimana sampah organik bisa diolah menjadi kompos untuk taman sekolah. Penjelasan itu membuat siswa tadi paham dan mulai tertib.
Lala punya ide lain. Ia menggambar poster lucu berisi karakter tong sampah yang sedang “marah” jika salah diisi. Poster itu ditempel di sekitar halaman sekolah. Tanpa diduga, banyak siswa merasa terhibur dan mulai mengikuti aturan.
Dalam waktu sebulan, perubahan besar terjadi. Tong-tong sampah jarang salah isi. Bahkan, taman sekolah menjadi lebih hijau karena kompos yang mereka hasilkan digunakan untuk menyuburkan tanaman.
Pada hari peringatan lingkungan hidup, kepala sekolah memberikan penghargaan kepada Lala dan timnya. “Kalian sudah membuktikan bahwa perubahan dimulai dari hal kecil,” kata beliau.
Sejak saat itu, Lala dikenal sebagai siswa yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Ia merasa bangga, bukan karena penghargaan, tetapi karena sekolahnya kini jauh lebih bersih dan tertata.
8. Mural Kebersihan untuk Seluruh Sekolah
SMA Angkasa 1 memiliki lorong yang panjang dan membosankan menuju ruang laboratorium. Dindingnya berwarna putih polos, membuat banyak siswa tidak betah melewatinya. Suatu hari, Bu Niken, guru seni budaya, mendapat ide untuk menghidupkan lorong itu dengan mural bertema lingkungan.
Ia menunjuk lima siswa berbakat, termasuk Guntur, seorang remaja pendiam yang pandai melukis. Awalnya Guntur ragu. Ia tidak pernah membuat mural sebesar itu. Namun, Bu Niken yakin bahwa Guntur bisa.
Mereka mulai bekerja setelah jam pelajaran selesai. Guntur menggambar konsep awal berupa pemandangan sekolah ideal: taman hijau, tempat sampah terpilah, dan siswa-siswa yang disiplin menjaga kebersihan.
Setiap sore, Guntur dan timnya mengecat sedikit demi sedikit. Siswa lain yang lewat sering berhenti untuk melihat prosesnya. Beberapa memberi pujian, beberapa menawarkan bantuan kecil seperti membawa air atau membersihkan kuas.
Seminggu berlalu, mural itu mulai terbentuk. Warna-warna cerah menghiasi lorong, membuat siapa pun yang melewatinya merasa lebih segar. Murid-murid memotret mural itu dan mengunggahnya ke media sosial. Mural tersebut menjadi ikon baru sekolah.
Kepala sekolah begitu terkesan. Ia berkata, “Mural ini bukan hanya hiasan, tetapi pengingat agar kita semua menjaga lingkungan.”
Guntur merasa bangga. Ia tidak hanya meninggalkan hasil karyanya di sekolah, tetapi juga pesan bahwa kreativitas dapat menjadi cara efektif mengajak orang peduli lingkungan.
9. Piket yang Mengubah Persahabatan
Setiap pagi, kelas 7C selalu kotor saat jam pelajaran dimulai. Lantai penuh serpihan kertas, kursi tidak rapi, dan papan tulis masih penuh coretan. Piket kelas seperti tidak berjalan karena semua saling melempar tanggung jawab.
Suatu hari, Bu Aida memberikan ultimatum: “Kalau besok kelas masih kotor, semua tidak boleh pulang sampai bersih.”
Tiga siswa yang bertugas piket hari itu adalah Risa, Abel, dan Joni. Mereka bertiga sebenarnya kurang akur. Risa rajin, tapi Abel cuek, sementara Joni sering bercanda berlebihan.
Saat akan mulai piket, Abel hanya duduk sambil memainkan ponselnya. Risa kesal, “Kamu bisa bantu nggak?” Abel mengangkat alis, “Nanti aja.” Joni tertawa dan memihak Abel.
Namun ketika melihat Risa bekerja sendirian, Joni tiba-tiba merasa bersalah. “Bel, kalau kita nggak bantu, kasihan juga,” katanya.
Akhirnya Abel bergabung. Mereka mulai menyapu, mengepel, dan merapikan kursi bersama-sama. Pekerjaan yang biasanya terasa berat jadi lebih cepat selesai karena dikerjakan bareng.
Besoknya, Bu Aida terkejut melihat kelas 7C begitu bersih. “Seperti ini seharusnya setiap hari,” katanya bangga.
Peristiwa itu membuat hubungan Risa, Abel, dan Joni membaik. Mereka mulai kompak menjaga kelas. Bahkan kelas lain iri karena 7C kini dikenal sebagai kelas terbersih.
Dari piket sederhana, tiga siswa itu belajar bahwa kerja sama membuat segalanya lebih mudah dan menyenangkan.
10. Klub Penghemat Energi
SD Tunas Bangsa sedang mengalami kenaikan tagihan listrik yang cukup besar. Kepala sekolah pun membuat program baru bernama “Klub Penghemat Energi.” Klub itu beranggotakan siswa kelas 4–6 yang bertugas memastikan lampu, kipas angin, dan AC dimatikan saat tidak dipakai.
Arif, siswa kelas 5, ditunjuk menjadi ketua klub. Ia berkeliling setiap istirahat mengecek setiap ruangan. Jika menemukan kelas yang ditinggalkan tapi lampunya menyala, ia mencatat dan mengingatkan petugas piket.
Arif juga membuat papan pengingat berisi pesan lucu seperti “Lampu bukan matahari, matikan kalau tidak perlu” atau “AC capek kalau kamu lupa menekan tombol OFF.” Papan-papan itu ditempel di setiap sudut sekolah.
Dalam dua bulan, tagihan listrik sekolah turun drastis. Kepala sekolah mengumumkannya dalam upacara, sambil memuji kerja keras Klub Penghemat Energi.
Arif tersenyum bangga. Ia sadar bahwa menghemat energi tidak hanya membantu sekolah, tetapi juga bumi.
11. Pohon Kenangan di Sudut Halaman
Di sudut halaman sekolahku, berdirilah sebuah pohon mangga yang tampak biasa saja. Namun bagi kami, pohon itu adalah saksi dari banyak sekali kenangan.
Setiap pagi, sebelum bel masuk berbunyi, kami sering berkumpul di bawah naungannya. Entah bercerita tentang tugas yang belum selesai, latihan upacara, atau sekadar berbagi jajanan.
Suatu hari, kepala sekolah mengumumkan bahwa halaman sekolah akan diperluas untuk pembangunan kelas baru. Pohon mangga itu terancam ditebang karena berada tepat di area pembangunan.
Banyak siswa merasa sedih, terutama aku dan teman-teman sekelasku. Kami merasa kehilangan sesuatu yang selama ini menjadi bagian dari keseharian sekolah.
Akhirnya, kami sepakat menulis surat permohonan kepada kepala sekolah untuk mempertahankan pohon itu. Bukan hanya karena kenangan, tetapi juga karena pohon itu memberi udara segar dan tempat berteduh.
Kami juga membuat poster kecil tentang pentingnya menjaga pepohonan di lingkungan sekolah dan menempelkannya di papan pengumuman.
Tak kami sangka, usaha kami membuahkan hasil. Kepala sekolah memutuskan untuk memindahkan lokasi pembangunan beberapa meter lebih jauh agar pohon itu tetap aman. Meski biayanya bertambah, beliau mengatakan bahwa menjaga kesadaran lingkungan siswa jauh lebih penting.
Sejak saat itu, pohon mangga itu bukan hanya tempat berteduh, tetapi juga simbol bahwa suara kecil pun bisa membawa perubahan besar. Setiap kali aku melewati pohon itu, aku selalu teringat betapa pentingnya peduli pada lingkungan, sekecil apa pun peran kita.
12. Taman Baru, Semangat Baru
Tahun lalu, sekolahku mengikuti program “Sekolah Hijau”. Salah satu proyeknya adalah membuat taman kecil di area yang dulunya hanya berisi tanah kering dan sampah plastik berserakan. Wali kelasku menunjuk kelas kami sebagai penanggung jawab utama proyek itu.
Awalnya, kami mengira ini hanya tugas menanam bunga dan menyiramnya sesekali. Namun, setelah melihat betapa tandusnya area itu, kami sadar kami harus bekerja ekstra keras.
Di bawah terik matahari, kami mencabut ilalang, memungut sampah, menggali tanah, dan menata batu-batu di pinggir taman. Beberapa siswa yang biasanya malas bergerak pun ikut turun tangan.
Selama beberapa minggu, taman itu mulai berubah. Kami menanam berbagai bunga, membuat jalur kecil dari batu kerikil, dan bahkan membuat papan nama sederhana bertuliskan “Taman Harmoni”.
Setiap hari, ada jadwal piket khusus untuk merawat taman: menyiram, membersihkan daun gugur, dan memastikan tidak ada sampah tertinggal.
Setelah taman selesai, sekolah kami terlihat lebih hidup. Siswa-siswa suka duduk di sekitar taman saat istirahat, guru-guru sering melewati jalurnya untuk menikmati udara segar. Bahkan, sekolah kami memenangkan penghargaan tingkat kota sebagai sekolah dengan lingkungan terbersih.
Yang paling berkesan bagi kami adalah perubahan dalam diri setiap siswa. Kami jadi lebih peduli, tidak lagi sembarangan membuang sampah, bahkan cenderung mengingatkan teman lain jika mereka lupa.
Taman itu bukan hanya memperindah sekolah, tetapi juga menumbuhkan tanggung jawab dalam diri kami.
13. Operasi Semut yang Mengubah Sekolah
Istirahat pertama selalu menjadi waktu yang paling ramai di sekolah. Sayangnya, keramaian itu sering meninggalkan banyak sampah makanan berserakan di sekitar kantin. Wali kelas kami, Bu Rani, akhirnya memperkenalkan program sederhana bernama “Operasi Semut”.
Setiap selesai istirahat, seluruh siswa di kelas kami harus mengambil setidaknya lima sampah kecil di sekitar area sekolah. Awalnya kami merasa ini seperti hukuman, apalagi jika kami sebenarnya tidak membuang sampah. Namun seiring berjalannya waktu, kami mulai melihat perubahan nyata.
Area kantin yang biasanya kotor kini terlihat lebih bersih. Tempat sampah semakin jarang penuh karena lebih teratur. Siswa dari kelas lain pun mulai mengikuti kebiasaan ini tanpa disuruh. Bahkan, beberapa adik kelas membuat lomba kecil: siapa yang bisa mengumpulkan sampah terbanyak setiap hari.
Yang paling mengharukan adalah ketika kepala sekolah memuji kelas kami karena berhasil menginspirasi seluruh siswa menjaga kebersihan. Tidak ada hadiah mewah, hanya sekadar ucapan terima kasih di depan upacara. Tapi itu terasa sangat berarti.
Kini, Operasi Semut menjadi rutinitas seluruh sekolah. Program yang awalnya terasa membebani ternyata membuat kami belajar bahwa tindakan kecil bisa membangun lingkungan sekolah yang jauh lebih nyaman dan sehat.
14. Kelas yang Berubah Karena Jendela
Setiap hari saat pelajaran berlangsung, kelas kami terasa pengap. AC sering rusak, kipas angin berputar pelan, dan jendela lebih sering tertutup karena sebagian engselnya patah. Banyak siswa mengeluh tidak bisa fokus belajar.
Suatu hari, Pak Dimas meminta kami memperhatikan satu hal sederhana: “Kenapa kita tidak memanfaatkan cahaya dan udara alami? Lingkungan sekolah bisa jadi nyaman kalau kita juga ikut menjaganya.”
Kalimat itu membuat kami berpikir. Hari berikutnya, kami bersama-sama membuka jendela yang masih bisa digunakan. Cahaya matahari masuk, membuat kelas terlihat lebih cerah. Namun tetap saja, udara belum cukup segar.
Akhirnya, kami memutuskan untuk memperbaiki jendela-jendela yang rusak. Menghubungi tukang mungkin sulit bagi sekolah, jadi kami meminta izin untuk memperbaikinya secara bertahap.
Beberapa teman yang ayahnya tukang kayu membawa obeng dan paku. Kami memperbaiki engsel, mengamplas bagian yang lapuk, dan mengecat ulang kusen yang mulai kusam.
Tak hanya itu, kami juga menempelkan stiker ajakan menjaga kebersihan di dekat jendela, seperti “Buka Jendela untuk Udara Bersih” atau “Jagalah Cahaya Alami, Matikan Lampu Ketika Tidak Perlu”.
Beberapa hari kemudian, kelas kami berubah drastis. Udara jauh lebih sejuk, ruangan terasa luas dan terang. Guru-guru yang mengajar pun memuji kenyamanan ruang kelas kami. Bahkan kelas-kelas lain mulai mengikuti langkah yang sama.
Dari jendela yang hampir terlupakan, kami belajar bahwa menjaga lingkungan sekolah tidak selalu memerlukan anggaran besar. Kadang, cukup dengan kepedulian kecil dari seluruh siswa, lingkungan belajar bisa menjadi jauh lebih baik.
15. Hari Tanpa Plastik di Sekolah Kami
Suatu pagi, saat upacara bendera, kepala sekolah mengumumkan program baru bernama “Hari Tanpa Plastik”. Setiap hari Jumat, siswa dan guru dilarang membawa plastik sekali pakai, seperti bungkus makanan, sedotan, atau kantong belanja. Semua harus diganti dengan wadah ramah lingkungan.
Awalnya, banyak siswa menggerutu. Membawa kotak makan terasa merepotkan, apalagi jika biasanya membeli jajanan praktis di kantin. Namun program ini tetap dijalankan.
Pada hari Jumat pertama, beberapa siswa masih membawa plastik tanpa sadar. Guru-guru kemudian menjelaskan dengan sabar dan memberi alternatif.
Kantin pun mulai berubah. Ibu kantin menyediakan mangkuk stainless, gelas kaca, dan sedotan bambu. Tempat sampah plastik yang biasanya penuh kini mulai berkurang isinya. Di sudut kantin, terdapat poster besar tentang bahaya sampah plastik bagi lingkungan dan hewan.
Minggu demi minggu, kebiasaan baru mulai terbentuk. Banyak siswa membawa tumbler lucu dan kotak makan warna-warni. Beberapa bahkan membawa tas kain buatan sendiri.
Hari Tanpa Plastik bukan sekadar aturan, tetapi gaya hidup yang mulai dibanggakan. Saat ada siswa yang membawa plastik, teman-teman lainnya mengingatkan dengan halus.
Puncaknya adalah lomba kreatif membuat kerajinan dari plastik bekas. Kelas kami membuat lampion besar dari botol air mineral bekas, dan hasilnya dipajang di depan aula sekolah.
Kini, meski hari Jumat tetap menjadi fokus utama, banyak dari kami yang memilih tidak memakai plastik sepanjang hari lainnya. Sekolah kami terasa lebih bersih, dan kami bangga bisa berkontribusi menjaga lingkungan.
Nah, itulah dia beberapa contoh cerpen tentang lingkungan sekolah singkat dan menarik. Kamu dapat menjadikan beberapa contoh di atas sebagai sumber inspirasi atau sekedar bacaan saja. Semoga bermanfaat, ya!
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: