Biografi Raden Dewi Sartika Singkat dan Jelas dari Lahir hingga Wafat
Biografi Raden Dewi Sartika Singkat dan Jelas dari Lahir hingga Wafat – Indonesia memiliki banyak pahlawan wanita yang kisah hidupnya bisa dijadikan sebagai inspirasi.
Salah satu pahlawan wanita Indonesia yang kisah hidupnya sangat menginspirasi adalah Raden Dewi Sartika.
Jika kamu belum tahu siapa beliau, kamu wajib baca artikel ini hingga selesai karena di bawah ini akan diberikan ringkasan riwayat beliau secara lengkap.
Biografi Raden Dewi Sartika
Daftar Isi
Daftar Isi
Di bawah ini merupakan riwayat singkat dari pahlawan wanita Indonesia yang bernama Raden Dewi Sartika.
Masa Kecil
Raden Dewi Sartika merupakan seorang perempuan yang lahir dari kalangan priyayi. Beliau dilahirkan pada 4 Desember 1884 dari pasangan R. Rangga Soemanegara dan R.A. Rajapermas.
Berada di lingkungan keluarga yang terpandang dan memiliki kedudukan tinggi membuat Raden Dewi Sartika kecil tidak pernah merasakan kekurangan apapun.
Selain mendapat kasih sayang yang melimpah dari keluarga, Raden Dewi Sartika juga mendapat pendidikan yang jempolan untuk ukuran masa itu.
Saat usia Raden Dewi Sartika memasuki tujuh tahun, ayahnya diangkat menjadi Patih di Bandung.
Kedudukan ayah Raden Dewi Sartika di masa itu setara dengan posisi wakil bupati di masa sekarang.
Hal ini tentu membawa pengaruh besar bagi Raden Dewi Sartika dan keluarga besarnya. Sebagai putri dari seorang patih tentu membuat Raden Dewi Sartika dan saudaranya sangat dihormati.
Meski memiliki posisi yang tinggi tetapi ayah dari Raden Dewi Sartika tidak lupa dengan kondisi rakyatnya yang menderita akibat penjajahan yang dilakukan oleh Belanda.
Melalui berbagai cara, ayahnya berjuang demi kesejahteraan dan kemerdekaan dari penjajahan yang dilakukan pihak kolonial Belanda.
Perjuangan yang dilakukan oleh ayah Raden Dewi Sartika ini harus dibayar mahal. Sebab, Belanda menganggap yang dilakukan ayah dari Raden Dewi Sartika sangat berbahaya.
Hal inilah yang kemudian membuat Pemerintah Belanda menangkap ayahnya dan kemudian membuangnya ke Pulau Ternate. Tak lama setelah dibuang ke Ternate, ayahnya meninggal dunia.
Kematian sang ayah membuat Raden Dewi Sartika begitu kehilangan. Setelah kematian sang ayah, Raden Dewi Sartika diasuh oleh pamannya yang menjadi patih di daerah Cicalengka.
Belajar tentang Adat Sunda
Melalui pamannya inilah Raden Dewi Sartika belajar tentang adat Sunda. Selain belajar tentang adat Sunda, Raden Dewi Sartika juga belajar formal di sekolah Belanda.
Sejak kecil Raden Dewi Sartika menunjukkan bakatnya di bidang pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan kegemaran beliau bermain sekolah-sekolahan bersama kawan-kawannya.
Ketika sedang bermain, Raden Dewi Sartika selalu berperan sebagai guru dan mengajar kawan sepermainannya yang kebanyakan anak dari pembantu di kepatihan.
Di masa itu, sekolah merupakan sesuatu yang sangat mahal sehingga hanya anak dari kalangan keluarga tertentu yang dapat merasakannya.
Saat bermain sekolah-sekolahan inilah Raden Dewi Sartika mengajari kawannya membaca, menulis, dan bahkan berbahasa Belanda.
Apa yang dilakukan Raden Dewi Sartika ini tentu membuat senang kawan-kawannya yang tidak mampu merasakan bangku sekolah.
Suatu hari terjadilah kegemparan di kepatihan Cicalengka. Adapun yang menjadi penyebabnya karena ada seorang anak dari pembantu kepatihan yang mampu melafalkan beberapa kata dalam bahasa Belanda.
Padahal anak tersebut tidak pernah mendapat pelajaran bahasa Belanda. Setelah ditelusuri ternyata anak tersebut mampu berbahasa Belanda karena diajari oleh Raden Dewi Sartika.
Masa Perjuangan
Saat usia Raden Dewi Sartika menginjak usia remaja, beliau pulang kembali ke Bandung untuk tinggal bersama ibunya.
Pelajaran yang didapat selama tinggal bersama pamannya membentuknya menjadi sosok yang sangat perhatian terhadap pendidikan terutama untuk kalangan perempuan.
Melihat nasib kaum perempuan yang mendapat kekangan luar biasa sehingga tidak mendapatkan pendidikan layak membuat Raden Dewi Sartika bersedih.
Kesedihan inilah yang mendorong Raden Dewi Sartika untuk berjuang memberikan pendidikan bagi kaumnya.
Keinginan Raden Dewi Sartika untuk memberikan pendidikan bagi kaum wanita ini sebenarnya mendapat dukungan dari kakeknya yang kala itu sudah menjadi seorang bupati di daerah Martanegara.
Namun, hal ini tidak membuat keinginan Raden Dewi Sartika untuk memberikan pendidikan bagi kaum wanita dapat berjalan dengan mulus.
Salah satu yang menjadi kendala adalah adanya kekangan adat yang kala itu masih sangat mengekang kaum wanita.
Berkat keinginannya yang kuat ditambah dengan dukungan dari sang kakek serta kekuatan koneksi dari sang kakek membuat Raden Dewi Sartika berhasil mendirikan sebuah sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak perempuan di daerah Bandung.
Sebelum mendirikan sekolah ini, Raden Dewi Sartika sudah lebih dahulu merintis pendidikan bagi anak-anak perempuan.
Pada tahun 1902 dengan memanfaatkan sebuah ruangan kecil yang berada di belakang rumah ibunya di Bandung.
Raden Dewi Sartika mengajari saudara-saudara perempuan dan anak-anak pembantunya yang perempuan beragam pengetahuan.
Adapun pelajaran yang diajarkan seperti membaca, menulis, berhitung, memasak, menjahit, merenda dan masih banyak lagi.
Apa yang dilakukan Raden Dewi Sartika ini tentu sangat membahagiakan bagi para sanak saudaranya. Sebab, mereka dapat mendapatkan pendidikan secara gratis.
Pembangunan Sakola Istri (Sekolah Perempuan)
Selang dua tahun kemudian atau tepatnya pada tahun 1904, beberapa murid dari Raden Dewi Sartika menunjukkan perkembangan yang luar biasa.
Sehingga, ketika di tahun 1904 keinginan Raden Dewi Sartika untuk memiliki sekolah sendiri yang diperuntukkan untuk mengajar bagi anak-anak perempuan pun terwujud.
Raden Dewi Sartika sudah memiliki kader yang dapat membantunya menjadi pengajar di sekolah barunya tersebut.
Adapun sosok yang membantu Raden Dewi Sartika mengajar di sekolah baru tersebut adalah Ny Poerwa dan Nyi Oewid yang masih saudara misanan dari Raden Dewi Sartika.
Sekolah pertama yang dimiliki oleh Raden Dewi Sartika ini dinamakan Sakola Istri (Sekolah Perempuan).
Di masa awal sekolah ini belum memiliki bangunan sendiri. Sekolah ini berada di pendopo kabupaten Bandung.
Pada tahun pertamanya sekolah ini mempunyai 20 orang murid. Setahun kemudian jumlah murid di sekolah milik Raden Dewi Sartika ini mengalami peningkatan.
Hal inilah yang kemudian membuat Raden Dewi Sartika menambah kelas untuk sekolah miliknya.
Demi untuk membuat ruangan kelas lebih luas dan suasana sekolah menjadi lebih nyaman untuk digunakan belajar.
Perpindahan Sekolah
Raden Dewi Sartika memindahkan sekolahnya ke daerah Kebun Cau. Supaya dapat memiliki bangunan sekolah sendiri ini, Raden Dewi Sartika harus menggunakan tabungan pribadinya.
Beruntung Raden Dewi Sartika memiliki kakek yang baik. Sehingga, sang kakek yang memiliki cita-cita yang sama dengan Raden Dewi Sartika turut membantu untuk membeli tanah tersebut.
Tahun 1906 Raden Dewi Sartika menikah dengan seorang laki-laki yang bernama Raden Kanduruan Agah Suriawinata.
Beruntung bagi Raden Dewi Sartika karena sang suami memiliki keinginan yang sama dengan Raden Dewi Sartika yakni mencerdaskan rakyat.
Hal inilah yang membuat Raden Dewi Sartika semakin semangat untuk mengembangkan dan memberikan pendidikan bagi anak-anak perempuan.
Pada tahun 1909, angkatan pertama sekolah Raden Dewi Sartika lulus.
Beberapa dari lulusan yang memiliki cita-cita seperti Raden Dewi Sartika turut memberikan pendidikan yang mereka peroleh kepada anak-anak perempuan di daerahnya.
Hal inilah yang kemudian membuat sekolah milik Raden Dewi Sartika dapat berkembang dengan begitu pesat.
Setidaknya di tahun 1909, di daerah Pasundan sudah terdapat sembilan sakola istri yang berada di kawasan perkotaan dengan puluhan siswa.
Memasuki tahun 1914 atau tepat sepuluh tahun dari berdirinya sakola istri, Raden Dewi Sartika memutuskan untuk mengganti namanya dengan Sakola Kautaman Istri.
Di tahun ini hanya tiga kota di daerah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautaman Istri.
Apa yang dilakukan Raden Dewi Sartika juga menginspirasi anak didiknya untuk mendirikan sekolah di daerah Bukittinggi.
Bulan September 1929 Raden Dewi Sartika mengadakan peringatan hari jadi sekolahnya yang kala itu sudah memasuki 25 tahun.
Bersamaan dengan peringatan itu nama sekolah dari semula Sakola Kautaman Istri diubah menjadi Sakola Raden Dewi.
Menjelang Akhir Hayat
Selama berpuluh-puluh tahun, Raden Dewi Sartika terus mendedikasikan hidupnya untuk memberikan pendidikan bagi kaum wanita.
Saat Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya, Raden Dewi Sartika terus berjuang untuk mengabdikan hidupnya di dunia pendidikan.
Walau sudah memproklamasikan kemerdekaannya, bukan berarti kondisi Indonesia yang kala itu masih muda aman.
Belanda yang masih bernafsu untuk kembali menguasai Indonesia melakukan sejumlah aksi militer.
Salah satunya adalah dengan melancarkan agresi militer. Adanya agresi militer Belanda yang terjadi di tahun 1947 ini membuat Raden Dewi Sartika mengungsi demi keamanan.
Saat itu, Raden Dewi Sartika dianggap sebagai sosok yang berpengaruh sehingga harus selalu berpindah tempat demi keamanan.
Sering berpindah tempat saat usia Raden Dewi Sartika sudah tidak muda lagi ditambah dengan makanan yang seadanya membuat kesehatan Raden Dewi Sartika terganggu.
Saat mengungsi di daerah Cineam, Raden Dewi Sartika jatuh sakit. Meski sudah mendapat pengobatan dan perawatan dari dr. Sanitioso, tetapi sayangnya Tuhan berkehendak lain.
Raden Dewi Sartika wafat pada tanggal 11 September 1947 dan dimakamkan di daerah Cineam dengan upacara pemakaman yang sederhana.
Tiga tahun berselang, setelah kondisi republik lebih kondusif makam Raden Dewi Sartika dipindahkan ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung yang berada di jalan Karanganyar, Kabupaten Bandung.
Atas perjuangan dan dedikasi yang tinggi dalam memajukan pendidikan bagi kaum wanita membuat Raden Dewi Sartika diangkat sebagai Pahlawan Nasional di tahun 1966.
Demikian biografi singkat tentang Raden Dewi Sartika. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: