Membongkar Konteks ‘Nikmatnya’ Kehidupan Anak Rantau

Membongkar Konteks ‘Nikmatnya’ Kehidupan Anak Rantau – Proses remaja dan pendewasaan seringkali menghadapi hidupnya bagaikan anak rantau. Entah kuliah, kerja, bahkan bisa saja keduanya. Biasanya, hasrat menjadi anak rantau karena dua kemungkinan, yaitu dari diri sendiri dan dari orang tua yang memberikan kepercayaan. Walaupun remaja dan dewasa adalah sosok ideal untuk melewati ‘nikmatnya’ berkehidupan rantau, tetapi semuanya tidak semudah apa yang kita bayangkan. ‘Realita’nya pun terkadang menghantui kehidupan anak rantau.

Membongkar Konteks ‘Nikmatnya’ Kehidupan Anak Rantau

https://www.hipwee.com/motivasi/8-hal-yang-dirasakan-kamu-anak-rantau-baru-meski-sulit-tapi-tetap-seru/

Jika kamu pernah mendengar pertanyaan atau pernyataan sebagai berikut:

“Aku ingin merantau karena ku ingin sesekali jauh dari orang tua, apakah akan lebih seru?”

“Kayanya kalau jadi anak rantau seru deh! Soalnya bisa keluar dari zona nyaman terus kita bisa ketemu banyak orang baru!”

“Kehidupan rantau itu enak banget, lho. Bebas dan bisa dipisahkan kehidupan antara aku dan keluarga!”

Sungguhkah kehidupan rantau selalu diiringi kebebasan hidup untuk bisa menemukan serta menentukan jati diri seseorang? Memang hampir semuanya betul. Namun, ada beberapa konsiderasi yang harus kita pikirkan secara cakap.

Pertama-tama, kata “rantau” seringkali didefinisikan menjadi suatu harapan orang-orang yang ingin sesekali jauh dari kehidupan keluarga atau bahkan disebut juga sebagai “zona nyaman”. Zona nyaman yang begitu melekat dalam diri kemudian seiringnya waktu berjalan, diri kita akan menjalar secepat mungkin untuk membuat keputusan merantau. Tentunya, merantau memang akan menjadi momen terindah karena akan meminimalisir ketergantungan kamu kepada orang lain dan banyak sekali perjalanan yang akan kamu lewati. Apakah semuanya akan berujung sesuai ekspektasi? Tidak, mari kita simak!

Rantau menurut KBBI didefinisikan sebagai suatu daerah atau negeri yang berada di luar kampung halaman. Artinya, kita otomatis mengetahui bahwa semua konteks rantau adalah “luar”. Kata “luar” diartikan sebagai antara pembaharuan untuk mengembangkan potensi atau ‘berkeliaran’ untuk merasakan kenikmatan hidup menyendiri. Tidakkah kita jarang bahwa sebagian besar alasan individu menempatkan “rantau” sebagai indikasi “seberapa besar nyali kamu untuk bertahan”? Ya, artinya rantau melulu dijadikan pembenaran escapism (lari dari kenyataan). 

Rantau sangat menarik dijalankan karena besarnya keuntungan yang kamu peroleh akan sangat bermanfaat untuk kedepannya. Bahkan, kamu secara tidak langsung merasakan bagaikan jiwa kembali hidup dan selamanya hati menempati rumah ini. Akan tetapi, kekurangannya juga terdapat konsekuensi yang mungkin tanpa disadari adanya efek anak rantau seperti diawali dengan dorongan homesick, pembekalan kehidupan luar, dan melakukan adaptasi dalam jangka panjang. Kekurangan inilah yang tidak pernah diperhatikan oleh sebagian masyarakat karena terdapat stigma yang mencela, yaitu “rantau = ‘kehidupan baru’”. ‘Kehidupan baru’ terkadang menjadi definisi yang cukup problematis serta argumentasi yang cukup membangkang nilai moralitas. Doktrinasi ‘kehidupan baru’ inilah yang akan membuat sosok individu lupa dengan perjuangan dan pengorbanan diri ketika memutuskan untuk merantau yang akibatnya dalih tersebut dianggap sebagai kenikmatan manusia yang tidak ada duanya. Perubahan ‘kehidupan baru’ inilah yang harus diperbaiki agar pendengaran masyarakat tidak lagi menjadikan rantau sebagai pelarian secara naluriah.

Rantau tidak serta merta berjalan mulus namun tak juga buruk. Adanya kesempatan dalam merantau harus selalu digunakan sewajarnya karena menginjak lingkungan dan menjadi diri yang baru tentu perlu proses yang cukup panjang. Walaupun kini berpijak di tempat yang berbeda, banyak sekali cara agar kita dapat mengaplikasikan kunci dasar hidup untuk menjadi anak rantau yang sesungguhnya, yakni dengan meyakinkan diri bahwa diberikan kepercayaan sebagai anak rantau adalah kesempatan besar, memperelok kualitas diri secara perlahan, mengikuti kegiatan organisasi dan kepanitiaan lingkungan luar/dalam kampus sekaligus mencari koneksi, dan paling penting jika keadaan mental kita sedang surut, jangan lupa untuk istirahat yang cukup dan melakukan kegiatan yang bisa membuat diri kamu bangkit kemudian.

Seberapa besar keyakinan diri kamu untuk menghuni dan mengafirmasi diri kamu ketika ingin merantau, ada sebaiknya risiko yang harus kamu pikirkan serta tindakan preventif jika kamu terlepas kendali yang mana realita alur perantauan menyiksa kamu secara berjenjang. Oleh karena itu, mari kita bijaksana dalam mengimplementasikannya agar pondasi kamu tidak roboh karena hiruk pikuknya kehidupan anak rantau sangatlah didominasi oleh pergerakan dinamis. 

Kontributor: Englandiva Akyla Maulita Hartono


Klik dan dapatkan info kost di dekatmu:

Kost Jogja Harga Murah

Kost Jakarta Harga Murah

Kost Bandung Harga Murah

Kost Denpasar Bali Harga Murah

Kost Surabaya Harga Murah

Kost Semarang Harga Murah

Kost Malang Harga Murah

Kost Solo Harga Murah

Kost Bekasi Harga Murah

Kost Medan Harga Murah