Biografi Bung Tomo Singkat dan Lengkap tentang Kehidupan dan Perjuangan yang Menginspirasi
Biografi Bung Tomo Singkat dan Lengkap tentang Kehidupan dan Perjuangan yang Menginspirasi – Ada berbagai jenis teks yang dipelajari dalam pelajaran bahasa Indonesia, salah satunya adalah teks biografi.
Umumnya,
teks biografi menceritakan kisah hidup tokoh-tokoh terkenal, misalnya pahlawan,
orang-orang sukses yang inspiratif, dan lain sebagainya.
Salah satu kisah hidup tokoh terkenal yang bisa kita teladani adalah Bung Tomo. Nah, dalam artikel ini akan dibahas teks biografi Bung Tomo lengkap dengan strukturnya yang bisa kamu pelajari. Yuk, simak!
Berikut Biografi Bung Tomo Singkat dan Lengkap beserta Struktur
Daftar Isi
Daftar Isi
Pernahkah
kau mendengar kata teks biografi? Nah, jenis teks ini ditulis oleh orang lain
tentang riwayat hidup seseorang.
Teks biografi sendiri ditulis dengan tujuan untuk menyampaikan dan memberikan keteladanan bagi pembaca akan kisah tokoh yang diangkat.
Selain itu teks biografi juga dapat memuat perjalanan orang yang masih hidup ataupun yang telah tiada.
Jenis teks ini juga memuat keistimewaan dan kelebihan yang dimiliki oleh tokoh.
Nah, informasi yang dicantumkan dalam teks biografi biasanya adalah identitas tokoh, peristiwa penting yang dialami tokoh, penghargaan, dan pencapaian tokoh serta permasalahan yang menimpa tokoh.
Struktur Teks Biografi
Jika sudah memahami pengertian dari teks biografi, kamu juga harus memahami struktur dari teks biografi itu sendiri. Nah, ada empat struktur teks biografi, yaitu:
1.
Judul
Umumnya,
judul teks biografi bisa berupa nama tokoh atau nama tokoh beserta jasa yang
dihasilkan.
2.
Orientasi
Bagian
kedua adalah orientasi atau yang sering disebut setting. Nah, bagian ini berisi
informasi mengenai latar belakang tokoh.
Umumnya,
orientasi a berisi kisah atau peristiwa sebagai pembuka yang akan diceritakan
ke part selanjutnya. Adapun informasi yang disajikan berkenaan dengan siapa,
kapan, di mana, dan mengapa.
3.
Peristiwa Penting
Bagian ini berisikan rangkaian peristiwa yang dialami tokoh. Umumnya, peristiwa penting disusun secara kronologis atau menurut urutan waktu agar mudah dipahami pembaca.
Pada bagian ini juga diceritakan perjalanan tokoh dalam mencapai tujuannya.
4.
Reorientasi
Reorientasi
merupakan bagian yang berisi kesimpulan terkait rangkaian peristiwa yang telah
diceritakan sebelumnya.
Biasanya, bagian reorientasi juga menyertakan komentar valuatif untuk pembacanya. Pada bagian ini bersifat opsional, artinya, bisa saja tidak ditemukan dalam suatu teks biografi.
Biografi Bung Tomo dan Strukturnya
Nah,
di bawah ini adalah contoh teks biografi Bung Tomo dan strukturnya yang Mamikos
kutip dari laman detik.com.
Judul
Biografi Bung Tomo, Pengobar Semangat Tempur di Surabaya
Orientasi
Bung Tomo lahir pada 3 Oktober 1920 di Kampung Blauran, Surabaya dengan nama asli Sutomo. Bung Tomo merupakan anak sulung dari pasangan suami istri Kartawan Tjiptowidjojo dan Subastita.
Ayahnya adalah seorang priayi golongan menengah yang pernah bekerja sebagai staf perusahaan swasta, asisten kantor pajak, pegawai perusahaan ekspor-impor Belanda, hingga pegawai pemerintah.
Sementara ibunya merupakan seorang perempuan berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Bung Tomo memiliki 5 adik, yakni Sulastri, Suntari, Gatot Suprapto, Subastuti, dan Hartini.
Pada 19 Juni 1947, Bung Tomo menikah dengan seorang mantan perawat Palang Merah Indonesia (PMI) yang bernama Sulistina. Pasangan ini dikaruniai empat anak, yakni Titing Sulistami, Bambang Sulistomo, Sri Sulistami, dan Ratna Sulistami.
Peristiwa
atau Masalah
Mengutip dari buku Bung Tomo: Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November karya Abdul Waid, pendidikan Bung Tomo dimulai dari Sekolah Rakyat (SR) atau Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Surabaya.
Setelah itu, Bung Tomo melanjutkan pendidikan ke sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Di sana, Bung Tomo belajar beragam mata pelajaran seperti matematika, ilmu sosial, sejarah hingga bahasa Jerman, Prancis, dan Inggris. Sikap kritis dan keberanian Bung Tomo juga semakin bertambah.
Namun, Bung Tomo terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO saat berusia 12 tahun.
Kondisi krisis ekonomi dunia membuat semua aspek pembangunan terhambat, termasuk aspek pendidikan. Bung Tomo pun sibuk bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.
Keluarga Bung Tomo sangat mementingkan pendidikan. Karena itu, Bung Tomo kemudian dimasukkan ke Hoogere Burgerschool (HBS).
Bersekolah di HBS membuat Bung Tomo semakin sadar jika penjajahan Belanda bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga dari sistem pendidikan yang diskriminatif.
Selain itu, pelajaran yang diberikan terlalu berat. Biaya sekolah juga cukup mahal. Hal ini membuat pendidikan Bung Tomo di HBS menjadi terbengkalai.
Namun, keluarga Bung Tomo mendesaknya untuk menyelesaikan pendidikan di HBS. Akhirnya Bung Tomo lulus dari HBS dengan cara korespondensi.
Pada 1959, Bung Tomo kembali didesak keluarga untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Bung Tomo pun berkuliah di Universitas Indonesia (UI).
Atas usulan keluarga, Bung Tomo memilih Fakultas Ekonomi. Kuliah Bung Tomo sempat terhambat lantaran mengikuti berbagai aktivitas perjuangan kebangsaan.
Meski begitu, Bung Tomo bisa menyelesaikan kuliahnya dan dinyatakan lulus pada 1969.
Dilansir dari laman Perpustakaan Sekretariat Negara, Bung Tomo sudah aktif mengikuti berbagai organisasi di usia mudanya. Kiprah Bung Tomo berawal dari organisasi KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia).
Pada 1937, Bung Tomo dipercaya menjadi Sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) Ranting Anak Cabang di Tembok Duku, Surabaya.
Bung Tomo juga aktif dalam dunia jurnalistik. Bung Tomo tercatat pernah menjadi wartawan lepas harian Soeara Oemoem Surabaya tahun 1937, redaktur mingguan Pembela Rakyat Surabaya tahun 1938, wartawan dan penulis pojok harian Ekspres Surabaya tahun 1939, pembantu koresponden Majalah Poestaka Timoer Jogjakarta untuk Surabaya di bawah naungan Anjar Asmara tahun 1940, wakil pemimpin redaksi Kantor Berita Domei bagian bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya tahun 1942-1945, serta pemimpin redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya tahun 1945.
Di masa revolusi, Bung Tomo pernah menjabat sebagai Ketua Umum Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) pada 12 Oktober 1945 sampai Juni 1947.
Bung Tomo juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Penasihat Panglima Besar Jenderal Soedirman, ketua Badan Koordinasi Produksi Senjata seluruh Jawa dan Madura, anggota pucuk pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Staf Gabungan Angkatan Perang Republik Indonesia, serta ketua Panitia Angkatan Darat yang membawahi bidang kereta api dan bus antarkota.
Peran Bung Tomo dalam Pertempuran 10 November 1945 tercatat dalam laman Perpustakaan Sekretariat Negara. Pada 15 September 1945, tentara sekutu mulai mendarat di Jakarta.
Tentara tersebut tergabung dalam Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) yang bertugas untuk melakukan bantuan rehabilitasi tawanan perang dan melucuti senjata tentara Jepang.
Beberapa hari kemudian, tentara sekutu datang ke Surabaya. Suasana Kota Surabaya menjadi tegang.
Pada 27 Oktober 1945, tentara sekutu mulai menduduki gedung pemerintahan di Surabaya. Kejadian itu memicu serangkaian pertempuran selama beberapa hari.
Atas permintaan pimpinan Inggris, Presiden Soekarno datang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran pada 29 Oktober 1945.
Kehadiran Presiden Soekarno menghasilkan kesepakatan gencatan senjata antara tentara sekutu dan para pejuang Surabaya.
Namun, pertempuran kembali terjadi hingga menyebabkan komandan tentara sekutu Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby tewas. Posisi Jenderal Mallaby kemudian digantikan oleh Mayor Jenderal Robert Mansergh.
Pada 9 November 1945, Mansergh mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya.
Isi ultimatum tersebut meliputi perintah agar pemimpin Indonesia di Surabaya melaporkan diri, senjata yang dimiliki oleh pihak Indonesia di Surabaya diserahkan kepada Inggris, serta para pemimpin Indonesia di Surabaya bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.
Namun, ultimatum itu tidak disambut baik oleh para pejuang dan rakyat Surabaya.
Pada 10 November 1945, tentara sekutu pun membombardir Surabaya. Pertempuran Surabaya berlangsung lama hingga akhir November 1945.
Dari tengah masyarakat, muncul satu sosok sentral yang akrab disapa Bung Tomo. Pidatonya mengobarkan semangat para pejuang untuk bertahan di medan perang.
Melalui Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI), Bung Tomo menyiarkan orasi semangat. Siaran tersebut menjangkau hingga ke luar Indonesia, termasuk Thailand dan Australia.
Bung Tomo juga meminta bantuan tentara dan medis melalui siaran Radio Pemberontak. Permintaannya pun terjawab.
Markas besar TKR di Yogyakarta mengirim seorang komandan dan lebih dari dua puluh kadet untuk membantu para pejuang di Surabaya.
Ratusan perawat dan sejumlah dokter secara sukarela datang ke Surabaya untuk membantu para pejuang.
Pada 1950-1956, Bung Tomo masuk dalam jajaran Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran.
Bung Tomo juga menjadi anggota Konstituante mewakili Partai Rakyat Indonesia. Namun, Konstituante dibubarkan Presiden Soekarno lewat Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Pada awal Orde Baru, Bung Tomo muncul sebagai tokoh yang mulanya mendukung Soeharto.
Namun, Bung Tomo mulai banyak mengkritik program-program Soeharto, salah satunya adalah proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah.
Akibatnya, Bung Tomo ditangkap dan dipenjara atas tuduhan melakukan aksi subversif. Usai bebas dari penjara, Bung Tomo lebih memilih memanfaatkan waktunya bersama keluarga.
Reorientasi
Bung Tomo meninggal dunia pada 7 Oktober 1981 di Padang Arafah saat tengah menjalankan ibadah haji. Jasadnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya.
Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo sempat memicu polemik yang berkepanjangan.
Atas desakan dari berbagai pihak, Bung Tomo akhirnya secara resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2008 di Istana Merdeka.
Istri Bung Tomo, Sulistina, menerima langsung Surat Keputusan Nomor 041/TK/Tahun 2008 yang diserahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Penutup
Oke,
itulah contoh teks biografi Bung Tomo singkat lengkap dengan strukturnya yang bisa
Mamikos rangkumkan untuk kamu.
Semoga
contoh teks biografi Bung Tomo di atas bisa membantu kamu untuk menulis teks
biografi tokoh atau pahlawan lainnya, ya.
Buat kamu ingin mengulik lebih banyak informasi seputar contoh teks biografi lainnya, kamu bisa kunjungi situs blog Mamikos dan temukan informasinya di sana.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: