Contoh-contoh Akulturasi Kebudayaan Hindu-Budha dan Islam di Indonesia beserta Penjelasannya
Contoh-contoh Akulturasi Kebudayaan Hindu-Budha dan Islam di Indonesia beserta Penjelasannya – Akulturasi adalah sebuah fenomena peleburan.
Peleburan antara dua kebudayaan ataupun lebih didalam sebuah kesinambungan langsung dan mempengaruhi satu sama lain. Hasilnya pun adalah perubahan pada budaya asli dari kedua kebudayaan maupun salah satu darinya.
Diberbagai belahan dunia dapat dengan mudahnya untuk menemukan akulturasi-akulturasi budaya. Karena banyaknya perubahan zaman dan era yang didapatkan pada sebuah masyarakat sosial.
Mari simak akulturasi di bawah ini:
Faktor yang Menimbulkan Akulturasi Kebudayaan
Daftar Isi
Daftar Isi
Ekspansi, penjajahan, perang, penyebaran agama, dan lokasi perbatasan adalah beberapa hal yang dapat menimbulkan sebuah akulturasi budaya.
Indonesia yang begitu luas dan dipenuhi dengan berbagai macam suku, agama, dan, budaya ini pun tentunya membuatnya dapat dengan mudah menemukan akulturasi-akulturasi budaya.
Hindu dan Buddha adalah agama awal yang masuk kedalam wilayah nusantara. Tentunya pada waktu hindu dan buddha masuk ke nusantara pun, saat itu Indonesia sudah dipenuhi dengan budaya-budaya lokal.
Masuknya Hindu dan Buddha dalam nusantara melahirkan akulturasi-akulturasi budaya Hindu dan Buddha dengan kebudayaan lokal di indonesia.
Begitu kuatnya budaya di antara kedua budaya tersebut melahirkan akulturasi di dalam masyarakat saat itu.
Akulturasi Era Islam Masuk ke Indonesia
Terjadi hal yang sama pula ketika Islam masuk ke Indonesia. Saat itu agama lokal yang sudah berakulturasi dengan Hindu dan Buddha pun berakulturasi lagi dengan budaya Islam yang baru masuk ke Indonesia.
Kebudayaan memiliki sifat yang dinamis dan saling mempengaruhi. Budaya-budaya yang berinteraksi akan menghasilkan budaya yang ter-upgrade. maupun budaya yang benar-benar baru.
Bahkan menghasilkan dampak yang negatif berupa konflik, ketika dua budaya tersebut sangat saling bertentangan.
Sementara jejak masuknya Hindu, Buddha, dan Islam ke dalam Indonesia adalah melalui jalur yang penuh dengan kedamaian. Masing-masing dari agama tersebut masuk dengan sebuah penyesuaian pada budaya setempat.
Itu semua menghasilkan penerimaan oleh masyarakat lokal Indonesia tanpa ada pertumpahan darah maupun tragedi-tragedi lainnya.
Adapun Interaksi dengan bentuk lain yang direpresentasikan oleh Hindu, Buddha, dan Islam dengan tradisi lokal dalam hal kepercayaan.
Di zaman megalitikum telah mengenal tradisi persembahan. Ritual kepercayaan animisme dan dinamisme begitupun dengan mantera-mantera.
Hal-hal ini pun masih terus berlanjut di era-era pengaruh Hindu dan Buddha, bahkan dalam era Islam pun hal-hal tersebut tidak hilang dengan begitu saja.
Konsep-konsep dinamisme dan animisme masih bisa ditemukan didalam masyarakat islam Indonesia bahkan sampai detik ini. Fenomena peleburan dalam hal keagamaan ini pun memiliki sebutan sinkretisme.
Kamu dapat menemukan berbagai hal ini apalagi di dalam masyarakat jawa yang masih melakukan persembahan sesaji pada tempat-tempat yang diyakini keramat.
Pemujaan terhadap gunung, laut, danau, binatang, senjata dan berbagai hal lainnya.
Fenomena akulturasi antara kebudayaan menghasilkan dampak yang bervariatif di berbagai hal.
Adapun hal-hal tersebut mencakup bentuk fisik kebendaan seperti seni bangunan, seni ukir, ataupun pahatan dan juga bidang-bidang kesenian.
Contoh-contoh Akulturasi Kebudayaan Hindu-Budha dan Islam di Indonesia
1. Seni Bangunan
Salah satu bentuk nyata dari akulturasi yang bisa kamu lihat dalam bentuk fisik adalah seni bangunan.
Dalam era pengaruh Islam, seni-seni bangunan sangat menunjukan adanya akulturasi budaya Islam dengan budaya-budaya lokal Indonesia. Diantaranya yang paling umum terlihat adalah seni bangunan masjidnya.
Masjid
Masjid yang terakulturasi mempunyai beberapa ciri-ciri yang khas, yang paling utama adalah atapnya yang berbentuk tumpeng ataupun atap yang bersusun dan bertingkat.
Adapun berdasarkan sejarah atap masjid yang berbentuk kubah barulah terlahir di era sekitar abad 18, yaitu awal dimana penyebaran Islam di pulau jawa terjadi.
Karena penyebarannya yang dengan cara fleksibel dan tidak kaku, bangunan ibadah umat Islam ini pun diselaraskan dengan corak bangunan-bangunan yang pada saat itu ada di Indonesia.
Mulailah pada saat itu dibangun masjid yang bercorak seperti rumah dan juga pendopo dengan bagian atap yang berbentuk tumpeng bersusun dan tingkat yang paling atas berbentuk limas.
Biasanya jumlah tumpangnya selalu gasal, ada yang tiga ataupun lima dan atasnya diberi suatu kemuncak yang bernama mustaka.
Bentuk atap bertumpang ini adalah hasil pengaruh budaya yang telah dikembangkan oleh era Hindu. Contohnya adalah bentuk bangunan meru pada bangunan suci Hindu atau Pure.
Ciri-ciri lainnya adalah tidak adanya bangunan menara.
Umumnya, masjid di luar Indonesia memiliki menara seperti masjid-masjid di Mesir ataupun di Irak yang juga disebut sebagai bangunan penting tempat muadzin melakukan panggilan shalat.
Di Indonesia panggilan itu pun dilakukan dengan memukul bedug atau kentongan, dimana hal itu merupakan bentuk akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal Indonesia.
Meskipun begitu ternyata ada beberapa masjid di indonesia pada saat itu yang memiliki Menara, salah satunya adalah Masjid Kudus.
Namun Menara tersebut memiliki asal usul yang unik juga. Menara kudus tersebut ternyata merupakan sebuah candi langgam jawa timur yang telah disesuaikan bangunan dan fungsinya.
Ada juga yang meyakini bahwa bentuk masjid kudus sendir mirip dengan bale kulkul, yaitu bagian bangunan dari Pure.
Selain itu uniknya lagi dari masjid kudus ini terdapat pada desain pintu-pintu masuk dan begitu pula dengan tempat wudhunya. Pintu-pintu masuk masjid ini identik dengan pintu-pintu masuk di bangunan suci Hindu.
Di tempat wudhunya memiliki aliran air wudhu yang mengalir keluar dari mulut kalamakara.
Hal-hal tersebut membuat semakin jelas bentuk akulturasi budaya yang terjadi dari budaya era Hindu dan budaya era Islam.
Makam
Selain bangunan masjidnya, hal yang berakulturasi dalam seni bangunan adalah makam. Pemakaman era-era pengaruh sebelum Islam sangat mempengaruhi pemakaman di era Islam.
Banyak kebiasaan-kebiasaan dan pandangan-pandangan era sebelum era pengaruh Islam masih dilakukan oleh masyarakat Islam.
Contohnya adalah penyimpanan mayat di zaman kuno yang dilakukan di dalam batu, dan di era Islam penyimpanan mayat disimpan didalam peti kayu.
Ada juga penaburan bunga-bungaan dilakukan diatas kubur.
Selamatan atau saji-sajian yang jauh sudah berkembang jauh sebelum masa perkembangan Islam, bahkan sebelum era-era Hindu-Buddha dan semua itu masih hidup sampai era Islam.
Tidak lupa juga dengan tradisi peringatan 1, 3, 7, 40, 100, 1 tahun, 2 tahun, dan 1000 hari dari orang meninggal yang bisa disebut dengan tahlil.
Peringatan atau selamatan tersebut biasanya dilakukan dengan doa-doa yang diyakini untuk mengantarkan roh orang yang telah meninggal untuk menghadap ke Sang Pencipta.
Dan lagi hal itu pun menanyakan kejelasan akulturasi yang terjadi antara budaya-budaya Islam dengan budaya Hindu-Buddha dan pra-sejarah.
2. Seni Ukir
Mengukir, membuat patung, melukis makhluk hidup ataupun manusia sejatinya dalam Islam tidak diperkenankan. Alhasil seni patung di Indonesia pada era pengaruh Islam kuranglah berkembang.
Di zamannya pengaruh Hindu dan Buddha walaupun seni patung untuk penggambaran makhluk hidup yang secara nyata tidak diperkenankan juga namun seni pahat dan seni ukir sangatlah berkembang.
Para seniman pun untuk melambangkan penggambaran makhluk hidup yang tidak diperkenankan mengembangkan seni hias dan ukir dengan motif dedaunan dan bunga-bungaan.
Kreasi baru saat itu tercipta untuk situasi dimana mereka harus menggambarkan makhluk hidup akan disamarkan melalui berbagai hiasan hingga bentuknya tidak benar-benar jelas berwujud makhluk hidup.
Seni seperti itu disebut dengan Stilir.
Perkembangan seni ukir dan hias di era perkembangan Islam dapat dijumpai di masjid mantingan, Jepara dan komplek makam Sendang Duwur, Jawa timur.
3. Aksara dan Seni Sastra
Bidang aksara dan penulisan pun disinggahi oleh akulturasi budaya. Islam membawa pengaruh kedalam dunia aksara dan tulisan.
Abjad dan aksara-aksara Arab mulai digunakan di Indonesia begitu juga dengan Bahasanya. Bahkan merambah ke seni ukir dan melahirkan kaligrafi.
Begitupun dengan bidang karya sastra, Islam membawa dampak yang berbentuk hikayat, yaitu karya sastra yang berisi cerita sejarah maupun dongeng.
Adapun babad, yaitu cerita sejarah yang tidak selalu berdasarkan fakta dan juga Suluk yang berupa kitab-kitab yang mencurahkan pemahaman soal-soal tasawuf.
Selain tiga hal tadi, akulturasi pun banyak terjadi di bidang-bidang lainnya seperti kesenian, sistem pemerintahan, sistem penanggalan atau kalender, filsafat, dan masih banyak hal lainnya yang menjadi berakulturasi.
Penutup
Itulah tadi beberapa contoh akulturasi kebudayaan Hindu-Budha Islam di indonesia dan juga beberapa penjelasan singkat tentangnya.
Semoga artikel ini dapat memberi sedikit tambahan wawasanmu mengenai akulturasi budaya di indonesia.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: