Contoh Cerita Tentang Lingkungan Masyarakat yang Menarik
Contoh Cerita Tentang Lingkungan Masyarakat yang Menarik – Sebuah cerita yang baik bukan hanya berisi tentang kata-kata yang indah.
Tetapi cerita yang baik seharusnya bisa memberi dampak dan memberikan pelajaran dan pengetahuan bagi pembacanya.
Cerita dengan karakter seperti ini bisa dibangun dengan banyak cara. Salah satunya adalah dengan cara menggunakan hasil perenungan seorang penulis terhadap kondisi lingkungan dimana penulis berada.
Apabila seorang penulis ingin membuat cerita semacam ini, satu hal yang harus dipegang teguh oleh seorang penulis adalah kejujuran.
Cerita yang Ditulis Penulis
Daftar Isi
Daftar Isi
Cerita yang dibangun seorang penulis melalui hasil pengamatannya terhadap suatu kondisi lingkungan masyarakat bukan hanya akan menjadi suatu karya yang menghibur bagi para pembaca.
Namun, cerita ini akan menjadi catatan sejarah yang penting bagi generasi yang akan datang mengenai kondisi suatu lingkungan masyarakat.
Supaya kamu bisa memahami tentang bagaimana cerita ini. Di bawah ini kamu akan diberikan beberapa contoh cerita tentang lingkungan masyarakat.
Contoh Cerita Tentang Lingkungan Masyarakat yang Menarik
Contoh Cerita Tentang Lingkungan Masyarakat 1
Bermalam di Alam Bebas
Sekitar pukul setengah lima sore aku, Dinda, Kak Rendra, dan Bibi Lila telah sampai di tempat dimana kami memarkirkan kendaraan.
Seusai membayar biaya parkir kami melanjutkan perjalanan ke Goa Selomangkleng.
Goa ini berada di desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Kata Bibi Lila goa ini sangat unik.
Sebab goa ini punya ‘kembaran’ di daerah Kediri. Dinamakan ‘kembar’ karena keduanya memiliki nama yang sama.
Meski demikian ada beberapa yang membedakan Goa Selomangkleng di Tulungagung dengan Goa Selomangkleng di Kediri.
Yang menjadi pembeda adalah keberadaan relief unik yang dipahatkan di dalam goa dan keberadaan sebuah candi bernama Candi Meja yang berada di bagian atas dari Goa Selomangkleng yang ada di Tulungagung.
“Hlo mengapa kita berhenti di sini? Goanya ada di mana?” tanya Dinda pada ibunya.
“Goanya ada di sana, sayang. Kita berhenti di sini karena satu-satunya cara untuk sampai di goa hanya bisa dilakukan dengan jalan kaki.”
“Jauh apa tidak, Bu?”
“Iya, Bi, jauh apa tidak?”
“Tidak kok, dari sini kita hanya perlu berjalan sekitar 400 meter saja. kalian pasti bisa dan di sana nanti pasti akan ada yang membuat kalian terkagum-kagum.”
“Apa itu, Bu?”
“Ya, Bi, kasih tau dong?”
“Rahasia, kalau dikasih tahunya sekarang nanti kalian tidak akan semangat.”
“Yahhhh…..”
Bibi lalu menitipkan kendaraan yang kami gunakan tadi di rumah salah satu warga. Setelah itu kami berempat lalu mulai berjalan dan memasuki kawasan hutan jati. Setelah menempuh jarak sekitar 400 meter.
Sampailah kami pada sebongkah batu besar dengan dua lobang yang cukup besar. Secara keseluruhan bagian luar dari batu besar itu nampak bergambar atau memiliki relief.
Hanya saja ada beberapa relief yang rusak dan ada beberapa relief yang sepertinya belum sepenuhnya jadi.
Begitu sampai di sana, Kak Rendra nampak membongkar tas ranselnya dan mulai merakit tenda yang nanti akan kami gunakan untuk bermalam.
Selain kak Rendra, Bibi Lila juga nampak sedang membangun tenda. Tenda milik kak Rendra jauh lebih kecil dibanding tenda milik Bibi Lila.
Setelah tenda berhasil didirikan. Lalu Kak Rendra dan Bibi Lila segara memasang alas tidur di dalam tenda mereka.
“Nah sekarang siapa yang ingin membantu Kakak mencari kayu bakar buat api unggun nanti malam.”
“Aku….aku…aku,” kata Dinda agak merenggek.
“Ya, Dinda yang ikut Kakak.”
Sebenarnya aku ingin ikut, tapi belum sampai aku mengutarakan keinginanku. Kak Rendra lebih dulu mengutusku untuk membantu Bibi membersihkan lokasi sekitar goa yang penuh dengan sampah plastik.
Aku yang tak berani menolak dan merasa kasihan kalau melihat bibi membersihkan lingkungan goa sendirian. Aku menyetujui permintaan Kak Rendra.
Beberapa saat kemudian Kak Rendra dan Dinda masuk kembali ke dalam hutan jati. Saat itu Kak Rendra menyarankan agar adiknya hanya mengambil ranting-ranting pohon yang sudah jatuh ke tanah.
Dinda tidak diperkenankan mematahkan ranting langsung dari pohonnya karena tindakan seperti itu sama artinya dengan merusak lingkungan.
Karena terlalu asyik mencari ranting pohon yang telah jatuh. Dinda tak sadar kalau sudah terpisah dengan kakaknya.
Dan ketika Dinda melihat seekor binatang aneh dihadapannya. Dinda berteriak sekencang-kencangnya.
“Kak, toloooong!” teriak Dinda.
Kakaknya yang jauh tertinggal di belakang segera berlari mencari adiknya.
“Dinda, kamu dimana?” tanya kakaknya dengan nada sedikit cemas.
“Dinda di sini kak, Dinda takut,” jawab Dinda.
“Di sini dimana?” tanya kakaknya lagi.
“Dinda bersembunyi di belakang pohon jambu, Kak.”
Kakaknya lalu bergerak menuju tempat yang dimaksud Dinda.
“Kenapa kamu sembunyi seperti itu?”
“Dinda takut, Kak.”
“Takut dengan apa?”
“Dinda takut dengan dinosaurus.”
“Kamu itu jangan mengada-ada. Mana ada dinosaurus yang masih hidup zaman sekarang?”
“Ada kak, itu.”
Kakaknya lalu melongok sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh adiknya yang masih ketakutan.
Begitu sang kakak tahu binatang yang membuat Dinda ketakutan. Kakaknya malah tertawa terpingkal-pingkal. Melihat kakaknya tertawa seperti itu Dinda menjadi bingung sendiri.
“Hlo, kok kakak malah tertawa?” tanya Dinda keheranan.
“Bagaimana tidak tertawa, Dinda. Soalnya kamu itu lucu. Masak cekibar saja kau anggap dinosaurus.”
“Apa kak, cekibar? Binatang apa itu kak?”
Kakaknya lalu menjelaskan, menurut kakaknya, cekibar adalah sejenis binatang yang wujudnya mirip dengan kadal. Binatang ini hidupnya tidak di tanah sebagaimana kadal pada umumnya.
Binatang ini umumnya hidup di pohon-pohon dan makanan utamanya adalah serangga kecil termasuk nyamuk.
Walau berbentuk layaknya kadal. Ada satu hal yang membedakan binatang ini dengan kadal pada umumnya yang membedakan adalah di bagian perut dari binatang ini ada seperti selaput lunak yang bisa membuka dan menutup.
Selaput ini biasanya digunakan untuk meluncur dari satu pohon ke pohon lain.
“Jadi dia bisa terbang dong kak?”
“Jelas bisa dong.”
“Kak tolong tangkepin ya, kak! Dinda ingin memeliharanya.”
“Jangan, Dinda. Biarkan dia hidup bebas di alam.”
“Kenapa kak? Memangnya dia ada untungnya untuk kita?”
“Jelas ada Dinda, cekibar di jaman sekarang sudah lumayan langka. Kalau kita tangkap takutnya nanti punah. Kalau soal untungnya bagi kita tentu ada, salah satu makanan utama dari cekibar adalah nyamuk. Dengan membiarkannya hidup dialam bebas sudah membantu kita para manusia untuk mengurangi populasi nyamuk secara alami.”
Mendengar cerita dari kakaknya Dinda menjadi kagum dengan binatang yang baru dilihatnya. Dinda mengagumi binatang itu bukan hanya karena bentuknya yang unik. Tetapi juga karena cara hidupnya yang juga unik.
Menurut kakaknya cekibar adalah binatang paling berhati-hati di dunia. Ia selalu menghentakkan keempat kakinya secara bersamaan di setiap dahan yang ia hinggapi.
Cara itu dilakukannya untuk memastikan kuat atau tidaknya dahan yang dia tempati.
“Wah, hebat benar hewan itu. selain bisa terbang dia juga sangat berhati-hati. Hmmm… aku juga ingin seperti dia, ah!” batin Dinda.
Contoh Cerita Tentang Lingkungan Masyarakat 2
Berburu Jamur
Sejak kecil Aji sangat menyukai makanan dengan berbahan dasar jamur. Ditumis, dibuat keripik, atau dijadikan topping pizza semuanya Aji suka.
Karena kesukaannya akan jamur inilah yang membuat Aji sangat bersamangat saat diajak Rendra, kakaknya untuk berburu jamur di kebun milik kakeknya.
“Minggu nanti kamu ada acara tidak?” tanya Rendra pada Aji di suatu pagi.
“Tidak, Kak. Memangnya ada apa?’ jawab Aji seraya bertanya.
“Kalau tidak acara maukah kamu ikut kakak?”
“Ya, lihat-lihat dulu Kak. Memangnya kakak mau ke mana?”
“Kakak mau mencari jamur di kebun kakek. Bagaimana kamu mau?”
“Mau, Kak. Mau. Aji mau ikut.”
Hari yang ditunggu pun tiba. Minggu pagi sekitar pukul 07.45 WIB Aji dan Rendra berangkat dari rumahnya menuju kebun milik kakeknya.
Kira-kira lima belas menit kemudian keduanya sampai di tempat yang dituju. Sepeda lalu diparkir dan dikunci. Setelah itu keduanya masuk ke dalam kebun untuk berburu jamur yang diinginkan.
“Kamu jamurnya cari sendiri dulu, ya!” pinta Rendra.
“Hla, kakak mau kemana? tanya Aji.
“Kakak mau membersihkan rumput di bagian sana,” jawab Rendra sembari menuju tempat yang dimaksud.
“Baiklah kalau begitu Kak.”
“Cari dan ambillah jamur sesukamu. Jika nanti sudah cukup panggil nama kakak.”
“Siap Kak.”
Sebelum meninggalkan adiknya Rendra sempat memberi kantong plastik berwarna hitam dengan ukuran lumayan besar untuk wadah jamur.
Sesaat kemudian kedua kakak beradik itu sibuk dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Rendra sibuk membersihkan kebun bagian selatan dari tanaman liar.
Sedangkan Aji sibuk berburu jamur yang merupakan bahan makanan kesukaannya.
Saat itu Aji takjub dengan apa yang dilihatnya. Aji melihat ada banyak sekali jamur yang tumbuh di kebun milik kakeknya.
Dari sekian banyak jamur yang dilihatnya. Aji bisa menggolongkan jamur-jamur itu menjadi dua golongan yakni golongan jamur yang indah dan golongan jamur yang tidak indah.
“Kalau bentuknya seindah ini pastinya rasanya enak sekali,” batin Aji.
Aji lalu memetik jamur yang indah wujudnya itu sebanyak-banyaknya. Untuk jamur yang tidak indah, tidak ada satu pun yang diambilnya.
Aji berpendapat kalau bentuknya tidak indah sudah pasti jamur itu rasanya tidak enak.
Selain itu alasan lain Aji memilih jamur yang bentuknya indah adalah karena jumlah jamur yang bentuknya indah jauh lebih banyak dibanding jamur yang tidak indah.
Kurang dari lima belas menit kemudian plastik hitam yang Aji gunakan mewadahi jamur yang dipetik telah penuh. Aji lalu membawa plastik jamur itu kepada kakaknya.
“Kak, perburuan jamur telah selesai,” ucap Aji bangga.
Rendra lalu menghentikan pekerjaannya. Ia lalu memeriksa jamur yang diambil oleh adiknya.
Ketika melihat jamur yang ada di dalam plastik mata Rendra terbelalak. Sesaat kemudian, tanpa berkata sepatah kata pun Rendra langsung melempar plastik berisi jamur yang dipetik adiknya itu ke tempat pembuangan sampah.
Terang saja yang dilakukan kakaknya ini membuat Aji tidak terima.
“Kakak jahat. Mengapa kakak membuangnya? Aku sudah susah-susah memetiknya,” gerutu Aji.
“Hla kalau tidak dibuang buat apa?” balas Rendra.
“Ya dimakanlah Kak. Memangnya buat apa lagi?”
“Memangnya kamu mau memakannya? Tahu tidak alasan kakak membuangnya?”
Aji menggeleng.
“Kakak membuangnya karena jamur yang kamu petik tadi adalah jamur beracun. Kalau dimakan bisa membuat yang makan keracunan. Bahkan kalau dimakan dalam jumlah banyak bisa membuat yang memakan pingsan. Memangnya kamu mau mengalami hal seperti itu?”
“Tidak, Kak,” jawab Aji sambil menggelengkan kepala. “Tapi bentuknya kan indah Kak,” kata Aji.
“Iya, kakak tahu. Bentuknya memang indah. Tapi jamur yang kamu petik tadi adalah jamur beracun. Kita tidak boleh memakannya.”
“Kalau jamur yang seindah itu beracun. Lantas jamur seperti apa yang bisa dimakan Kak?”
Rendra lalu diam sebentar dan mengamati sekitarnya. Ia nampak mencari sesuatu. Dan setelah berhasil menemukan yang dicarinya.
Rendra mengatakan, “Jamur seperti inilah yang bisa kita makan,” kata Rendra sambil menjukkan jamur yang dimaksud pada adiknya.
“Hiihh…. Tapi bentuknya kan jelek, Kak. Masak jamur seperti itu rasanya enak?”
“Hlo, kamu itu bagaimana sih dikasih tahu kok tidak percaya? Kamu ingat keripik jamur yang kamu makan kemarin?”
“Ingat, Kak.”
“Keripik jamur yang kamu makan kemarin itu dibuat dari jamur jenis ini.”
Jawaban dari Rendra ini membuat Aji diam.
“Ji, kadang di dunia ini ada sesuatu yang tidak seperti tampilannya. Contohnya jamur. Ada jamur yang wujudnya indah tapi tidak bisa dimakan karena beracun. Sebaliknya ada jamur yang tidak indah wujudnya tapi malah bisa dimakan. Untuk itu mulai sekarang kakak minta agar kamu tidak mudah menilai sesuatu dari tampilan luarnya, ya!”
“Iya, Kak. Aji Janji.”
Contoh Cerita Tentang Lingkungan Masyarakat 3
Aroma Hujan
Khirma sangat menyukai hujan. Bila sedang hujan ia akan berdiri mematung di pinggir jendela kamarnya.
Jendela kamar itu tidak ditutupnya tetapi justru dibukanya lebar-lebar. Dia membuka jendela kamarnya supaya aroma hujan yang sangat disukainya dapat diciumnya dan masuk ke dalam kamarnya.
Sore itu sudah hampir setengah jam lebih melakukan kebiasaan anehnya itu. Karena terlalu asik melihat dan menikmati aroma hujan membuat Khirma tidak sadar kalau Widya, kakaknya masuk ke dalam kamarnya.
“Kamu sedang apa Khirma?” tanya Widya.
Khirma yang kaget mendapat pertanyaan lalu menoleh ke sumber suara untuk memastikan siapa yang bertanya kepadanya. Setelah tahu yang bertanya adalah kakaknya Khirma tersenyum.
“Hlo, kapan kakak masuk? Dan kakak kok tidak mengetuk pintu terlebih dulu?” tanya Khirma sebelum menjawab pertanyaan kakaknya tadi.
“Kakak sudah mengetuk pintu, tetapi kamu tidak mendengarnya. Sebab, kakak lihat kamu sedang duduk termenung di dekat jendela itu. Kamu sedang ada masalah. Khirma?”
Khirma menggeleng.
“Lalu, kenapa kamu dari tadi hanya berdiri termenung saja?”
“Khirma sedang menikmati aroma hujan, kak. Khirma senang sekali dengan aroma hujan karena segar dan menenangkan.”
Ketika mendengar jawaban dari adiknya yang terkesan lancar dan raut wajah yang tidak berubah. Widya yakin jika yang dikatakan oleh adiknya itu benar adanya.
“Kamu kan suka aroma hujan, tetapi apakah kamu tahu alasannya kenapa hujan punya aroma?”
“Tidak, kak. Memangnya ada alasannya?”
“Ada, dong. Benar kamu ingin tahu alasannya?”
Khirma mengangguk
“Aroma hujan yang kamu hirup ini dipengaruhi oleh bakteri yang bernama Actinomycetes dan bakteri jenis ini hidup di tanah yang lembab. Saat berada di tanah kering bakteri ini akan menghasilkan spora.
Saat hujan turun air hujan akan mengangkat spora ini ke udara dan menghasilkan aroma wangi yang khas. Bila kita tidak sedang pilek, hidung kita akan mampu menghirupnya pun merasakan aroma.
Uniknya lagi, aroma yang dihasilkan bakteri ini akan sangat terasa ketika hujan didahului oleh kondisi panas yang sangat terik.”
Untuk sementara Khirma terdiam sementara waktu. Dia ingin mencerna dan memahami penjelasan dari kakaknya mengenai sebab-musebab terjadinya aroma hujan yang sangat dia sukai itu.
Setelah paham, Khirma pun bertanya kembali kepada kakaknya.
“Jadi itu alasannya kenapa kadang aroma hujan bisa tercium sangat kuat dan kadang lemah, ya kak?”
“Iya, Khirma.”
Khirma yang senang dengan jawaban kakaknya kemudian menari-nari kecil. Ia terlihat sangat gembira karena tahu alasannya kenapa hujan memiliki aroma yang menyenangkan.
“Khirma, tahukah kamu bila aroma hujan tidak selalu menyenangkan?”
Mendapat pertanyaan seperti ini membuat Khirma menghentikan tarian kecilnya. Dia bingung dengan pertanyaan ini. Karena itu dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sebagai ekspresi ketidaktahuannya.
“Tidak, kak. Memangnya ada, ya kak aroma hujan yang tidak menyenangkan?”
“Jelas ada, biasanya aroma hujan yang tidak menyenangkan ini terjadi di kota-kota besar yang banyak polusinya.”
“Kok bisa begitu, kak?”
“Bisa dong, karena aroma hujan yang diakibatkan oleh asam di atmosfer menghasilkan aroma yang tidak enak.
Selain itu partikel-partikel kimia akibat hasil polusi udara yang ada di atmosfer bisa membuat hujam bersifat asam.
Ketika hujan ini bereaksi dengan bahan organik atau bahan kimia lain di tanah, muncullah aroma yang tidak enak itu.”
Mendengar jawaban ini membuat Khirma murung. Melihat adiknya murung, Widya merasa bingung sendiri. Untuk meredakan kebingungannya terhadap perubahan sikap yang ada pada adiknya.
Widya pun bertanya, “Khirma kamu telah tahu alasan kenapa hujan memiliki aroma yang berbeda-beda. Seharusnya kamu senang, tetapi kenapa kamu malah terlihat murung?”
“Khirma takut tidak akan mencium aroma hujan lagi, kak. Karena Khirma tahu sebentar lagi jalan depan rumah kita itu akan diperlebar. Itu artinya jalan itu akan semakin ramai dan tentu akan banyak polusi. Bila itu terjadi, Khirma tidak akan lagi mencium aroma hujan yang menyenangkan lagi, Kak.”
Alasan polos dari Khirma membuat Widya tersenyum. Melihat kakaknya tersenyum gantian Khirma yang bingung.
“Kenapa kakak tersenyum?” tanyanya.
“Khirma, Khirma. Kamu itu lucu. Selama pohon-pohon disekitar rumah kita masih rindang daunnya, akan membuat tanah di halaman rumah kita tetap lembab. Dan apabila itu terjadi kamu akan tetap bisa mencium aroma hujan seramai apapun jalan depan rumah kita nanti.”
“Benarkah itu kak?”
“Benar, Khirma. Selama kita menjaga tanaman-tanaman sekitar rumah kita tetap rimbun. Kita telah memberi kesempatan bakteri Actinomycetes berkembang dan efeknya aroma hujan di rumah kita akan tetap menyenangkan.”
Mendengar jawaban kakaknya ini membuat Khirma berjanji untuk senantiasa menjaga tanaman yang ada di sekitar rumahnya.
Khirma tidak ingin kehilangan aroma hujan yang sangat disukainya hanya karena adanya polusi udara.
Penutup
Demikian contoh cerita tentang lingkungan masyarakat. Semoga artikel ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: