Contoh Isu Kontemporer Pendidikan, Kantor, dan Instansi
Contoh Isu Kontemporer Pendidikan, Kantor, dan Instansi -Dinamika kehidupan selalu berkembang mengikuti perubahan zaman.
Anda perlu mengetahui contoh-contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi agar bisa mengantisipasi permasalahan yang mungkin datang di masa depan.
Artikel ini merangkum informasi tentang beberapa permasalahan terkini di bidang pendidikan, kantor, dan instansi berdasarkan pengalaman dan berbagai sumber. Selamat menyimak.
Sebelas Contoh Isu Kontemporer Pendidikan, Kantor, dan Instansi di Indonesia
Daftar Isi
- Sebelas Contoh Isu Kontemporer Pendidikan, Kantor, dan Instansi di Indonesia
- 1. Kualitas Guru yang Kurang Memadai Berakibat Rendahnya Kualitas Lulusan
- 2. Penyebaran Guru yang Belum Merata Berimbas pada Rekruitmen Guru Honorer yang Apa Adanya
- 3. Pergantian Kurikulum Cukup Membingungkan
- 4. Penggunaan Gawai sebagai Media Belajar Disinyalir Ikut Menurunkan Minat Baca Anak
- 5. Sekolah Berkualitas hanya Bagi Masyarakat Menengah ke Atas
- 6. Perundungan
- 7. Pelecehan Seksual
- 8. Diskriminasi
- 9. Nepotisme
- 10. Bekerja Tidak Sesuai Job Description
- 11. Sistem Karier yang Tidak Jelas
Daftar Isi
- Sebelas Contoh Isu Kontemporer Pendidikan, Kantor, dan Instansi di Indonesia
- 1. Kualitas Guru yang Kurang Memadai Berakibat Rendahnya Kualitas Lulusan
- 2. Penyebaran Guru yang Belum Merata Berimbas pada Rekruitmen Guru Honorer yang Apa Adanya
- 3. Pergantian Kurikulum Cukup Membingungkan
- 4. Penggunaan Gawai sebagai Media Belajar Disinyalir Ikut Menurunkan Minat Baca Anak
- 5. Sekolah Berkualitas hanya Bagi Masyarakat Menengah ke Atas
- 6. Perundungan
- 7. Pelecehan Seksual
- 8. Diskriminasi
- 9. Nepotisme
- 10. Bekerja Tidak Sesuai Job Description
- 11. Sistem Karier yang Tidak Jelas
Dunia pendidikan serta lingkungan kantor dan instansi sangat kental dengan permasalahan. Ada banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Sumber daya manusia adalah elemen penting dalam sebuah sistem.
Sebuah sistem yang telah didesain nyaris sempurna hanya akan berjalan maksimal jika memiliki sumber daya manusia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai.
Dalam artikel ini, Anda bisa menyimak beberapa contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi di Indonesia.
1. Kualitas Guru yang Kurang Memadai Berakibat Rendahnya Kualitas Lulusan
Guru adalah salah satu komponen terpenting dalam sistem pendidikan. Mereka memiliki peran penting dalam kegiatan belajar mengajar dan menularkan nilai-nilai kebaikan.
Tidak salah jika mereka perlu memiliki kompetensi moral, keahlian, dan keterampilan yang cukup dan nyambung dengan tugas untuk mencerdaskan siswa. Sayangnya, kualitas ini tidak selalu menempel pada seorang guru.
Para guru SD dituntut untuk menguasai banyak mata pelajaran, terutama jika posisinya adalah guru kelas. Banyak guru SD yang akhirnya tidak maksimal dalam melaksanakan tugas.
Siswa hanya mendapatkan materi seadanya di sekolah. Mereka terpaksa termemperdalam penguasaan materi pelajaran dengan mengerjakan berbagai LKS secara mandiri.
Kualitas guru secara moral juga patut diperhatikan. Secara moral, profesionalitas seorang guru dapat dilihat dari perilakunya di sekolah.
Masih banyak, lo, guru yang suka meninggalkan kelas saat mengajar dan terlambat masuk kelas. Sebagai gantinya siswa harus belajar mandiri dengan mengerjakan banyak soal dan pekerjaan rumah.
Tentu, bukan berarti tidak ada guru yang profesional. Banyak guru yang berdedikasi tinggi terhadap profesinya. Namun, contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi ini harus tetap disikapi agar kualitas lulusan semakin baik.
2. Penyebaran Guru yang Belum Merata Berimbas pada Rekruitmen Guru Honorer yang Apa Adanya
Konon, pulau Jawa adalah surga bagi sarjana keguruan untuk melakukan pengabdian. Nyatanya, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar. Banyak SD negeri di pulau Jawa yang kekurangan guru.
Ini juga merupakan contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi. Masalah kurangnya jumlah guru dan penyebarannya yang tidak merata tidak hanya dihadapi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). SD-SD negeri di daerah perdesaan dan pinggiran kota di Jawa juga menghadapi hal yang sama.
Untuk memenuhi kebutuhan guru, sebagian Komite Sekolah sepakat dengan kebijakan sekolah untuk merekrut guru honorer. Namun, karena minimnya anggaran sebagai kompensasi, rekrutmennya pun terkesan seadanya.
Ini sangat miris karena pada praktiknya, para guru honorer muda tersebut kadang-kadang harus mengampu tugas sebagai guru kelas. Selain itu, mereka masih diminta untuk membantu tugas-tugas administrasi yang ternyata cukup menguras energi.
Penempatan guru baru, baik PNS maupun PPPK, yang berasal dari guru honorer sebaiknya tetap memperhatikan lokasi awal pengabdian yang bersangkutan. Dengan demikian, ada keberlanjutan tugas dan tidak menciptakan kekosongan baru.
3. Pergantian Kurikulum Cukup Membingungkan
Anda mungkin sudah mendengar kurikulum terbaru yang diberlakukan di tingkat SD sampai dengan SLTA, yaitu Kurikulum Merdeka. Namun, isu ini tidak terkait dengan materi kurikulum tersebut, tetapi pada proses pergantian kurikulum itu sendiri.
Diakui atau tidak, kebijakan pemberlakuan kurikulum baru seringkali tidak diawali dengan penyiapan infrastruktur, suprastruktur, bahkan kompetensi guru. Isu terkini adalah pemberlakukan Kurikulum Merdeka.
Kurikulum ini sudah dua tahun diberlakukan, tetapi banyak sekolah yang masih dalam proses penyesuaian. Buku teks utama baru tersedia untuk jenjang kelas tertentu. Ini menjadi contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi.
Yang dikhawatirkan adalah masa peralihan yang belum kunjung selesai. Jangan-jangan, kurikulum merdeka belum diberlakukan di seluruh sekolah, pengambil kebijakan di bidang pendidikan sudah berganti dan kurikulumnya juga ikut berganti.
4. Penggunaan Gawai sebagai Media Belajar Disinyalir Ikut Menurunkan Minat Baca Anak
Perkembangan teknologi bisa berdampak baik dan berdampak buruk pada anak. Anak bisa mendapatkan sebuah informasi secara cepat. Hal ini tentu baik. Namun, anak menjadi enggan untuk melakukan sesuatu yang butuh effort lebih.
Anak menjadi tergantung kepada gawai semakin tinggi sejak diterapkannya sekolah daring saat pandemi lalu. Ini juga menjadi contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi.
Membaca buku menjadi aktivitas yang kurang menyenangkan bagi sebagian anak.
Jadi jangan heran jika buku pelajaran tetap rapi hingga kenaikan kelas. Alih-alih mencari dalam buku pelajaran, mereka memilih bertanya kepada orang tua jika tidak bisa menjawab pertanyaan.
Ketergantungan anak kepada gawai patut diantisipasi agar minat baca anak kembali meningkat.
Upaya semacam pojok literasi di dalam kelas dan tugas merangkum satu buku bacaan setiap bulan bisa menjadi alternatif solusinya.
5. Sekolah Berkualitas hanya Bagi Masyarakat Menengah ke Atas
Kebijakan zonasi dalam penerimaan siswa baru bagi sebagian masyarakat memang menjadi solusi untuk menjamin seorang siswa diterima di sekolah negeri.
Sistem zonasi memungkinkan siswa dengan kemampuan pas-pasan masuk ke sekolah negeri unggulan. Meskipun ada porsi untuk siswa berprestasi, sistem zonasi justru menurunkan standar di sekolah tersebut.
Sistem zonasi juga menyisakan sejumlah siswa pintar yang tidak bisa diterima di sekolah negeri mana pun. Akhirnya mereka lari ke sekolah swasta. Sudah dipahami bersama bahwa sekolah swasta yang berkualitas pasti mahal.
Akhirnya, hanya anak-anak pintar dari keluarga menengah ke atas yang bisa mendapatkan pelajaran berkualitas di sekolah yang berkualitas.
Ini pun menjadi Ini juga menjadi contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi.
6. Perundungan
Contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi berikutnya adalah perundungan atau bullying.
Perundungan merupakan sebuah tindakan yang bermaksud untuk mengganggu dan menyakiti seseorang secara sengaja. Perundungan bisa bersifat verbal maupun fisik.
Perundungan di lingkungan pendidikan umumnya dilakukan secara berkelompok. Yang menjadi korban biasanya para pelajar dengan rasa percaya diri yang rendah, kurang optimis, dan penakut.
Ada beberapa hal yang bisa memicu perundungan di sekolah, antara lain kurangnya pengawasan guru, rendahnya empati perundung, keinginan menjadi pusat perhatian, kesombongan, atau karena pelaku pernah menjadi korban perundungan.
Dalam kasus yang serius, korban perundungan bisa mengalami traumatis yang bisa menyebabkan korban sulit untuk berinteraksi dan bersosialisasi, menjadi pribadi yang tertutup, bahkan depresi. Isu ini perlu segera ditanggapi, bukan?
7. Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual merupakan tindakan yang disengaja untuk melecehkan seseorang dari sisi seksualitas disertai pemaksaan atau ancaman. Pelecehan bisa dilakukan secara verbal (melalui perkataan) maupun fisik.
Kasus pelecehan seksual di dunia pendidikan sudah sering terdengar dan rata-rata korbannya adalah pelajar dan mahasiswa.
Motifnya sangat beragam, tetapi yang paling umum adalah rasa ketertarikan kepada lawan jenis.
Jangan dibayangkan bahwa pelecehan seksual hanya berupa tindakan tak sopan yang dilakukan di lingkungan pendidikan menengah dan tinggi. Pelecehan seksual bisa terjadi di lingkungan anak-anak di bawah umur (usia SD).
Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari sekadar bilang “I love you” dengan cara yang kurang sopan hingga jowal-jawil yang tidak pantas. Perbuatan ini bisa berdampak buruk pada perilaku anak jika tidak diantisipasi sejak dini.
8. Diskriminasi
Diskriminasi adalah sengaja memberikan perlakuan berbeda kepada orang lain karena adanya kepetingan, ciri, atau karakter seseorang. Kasus diskriminasi dalam dunia pendidikan juga menjadi contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi.
Bentuk diskriminasi bisa bermacam-macam, antara lain pengucilan karena kondisi fisik atau asal daerah, pemberian label negatif, perbedaan perlakuan antara siswa kaya dan kurang mampu atau antara siswa pandai dan kurang pandai.
Ada banyak faktor pemicu terjadinya diskriminasi di lingkungan pendidikan, misalnya perasaan iri, tidak suka, prasangka negatif, atau label umum yang dilekatkan terhadap hal-hal tertentu.
Korban diskriminasi bisa kehilangan rasa percaya diri, merasa disingkirkan, kehilangan motivasi untuk berangkat ke sekolah, hingga merasa putus asa. Jika hal ini tidak diantisipasi, bisa berdampak lebih buruk, bukan?
9. Nepotisme
Contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi selanjutnya adalah nepotisme. Isu ini biasanya berkaitan dengan rekrutmen pegawai. Seseorang dapat diterima sebagai pegawai karena memiliki hubungan dekat dengan orang yang berpengaruh di instansi tersebut.
Nepotisme di sebuah instansi swasta tidak terlalu mengganggu selama orang tersebut bisa bekerja secara profesional. Namun, akan menjadi tidak adil jika keberadaannya cenderung toxic dan membuat stres pegawai lainnya.
Di instansi pemerintah, nepotisme dalam rekrutmen ASN sudah berkurang dengan sistem seleksi yang semakin transparan dan akuntabel.
Namun, dengan berbagai alasan, nepotisme masih mungkin terjadi dalam pengangkatan tenaga honorer.
10. Bekerja Tidak Sesuai Job Description
Menjadi pegawai yang multitalenta dan bisa mengerjakan banyak hal adalah hal menyenangkan.
Namun, keunggulan ini kadang-kadang malah menjadi buah simalakama. Apalagi, jika pegawai yang bersangkutan baik hati dan tidak bisa menolak perintah atasan.
Anda pasti pernah menjumpai –atau mungkin malah mengalaminya– seorang pegawai yang diminta untuk mengerjakan banyak hal di luar tupoksinya. Kadang-kadang malah tidak ada reward tambahan untuknya.
Pada kasus lain, Anda mungkin diminta untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan baru di luar job description tanpa arahan yang memadai. Pimpinan tidak mau tahu. Pokoknya pekerjaan itu selesai dan beres.
Jika dibiarkan, contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi ini akan menciptakan iklim kerja yang tidak sehat dan mengurangi rasa hormat pegawai kepada pimpinannya. Apakah akan dibiarkan tanpa solusi?
11. Sistem Karier yang Tidak Jelas
Seorang pegawai yang berpikiran maju pasti menginginkan jenjang karir yang baik.
Sayangnya tidak semua lembaga dan pekerjaan memiliki sistem karier yang jelas. Kondisi ini adalah contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi.
Anda beruntung jika bekerja di lembaba yang memperhatikan karier pegawai. Artinya, Anda punya kesempatan untuk bekerja lebih produktif dan merencanakan masa depan dengan lebih terarah.
Dengan sistem karier dan penilaian kerja yang jelas, seorang pegawai tidak perlu takut untuk dicekal oleh kawannya sendiri. Produktivitas kerja pun akan semakin meningkat.
Penutup
Demikian ulasan mengenai 11 contoh isu kontemporer pendidikan, kantor, dan instansi di Indonesia.
Tentu saja, masih banyak isu lain yang harus segera ditanggapi agar tidak berdampak buruk bagi para pihak yang terkait.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: