90 Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel Lengkap

90 Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel Lengkap — Mengetahui contoh kalimat retoris dalam teks editorial, anekdot, dan artikel ternyata memiliki peran yang cukup penting.

Karena dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menggunakan retorika dalam mengungkapkan statement.

Jika kamu ingin tahu lebih jelas mengenai hal itu, baca sampai akhir ulasan Mamikos berikut ini.

Mengetahui Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, Artikel

Pexels/Ron Lach

Pada dasarnya retorika adalah sebuah pernyataan seperti pertanyaan namun tidak perlu dijawab. Mengapa tidak perlu dijawab karena jawabannya sudah ada dalam statement atau justru terlalu absurd.

Bermain retorika memang berguna ketika kita hendak melakukan interaksi baik komedi atau serius. Kamu juga sudah menyediakan contohnya lengkap baik untuk editorial, anekdot, atau artikel biasa.

Semuanya dapat kamu jadikan sebagai acuan pembuatan kalimat dalam bahasa Indonesia. Sehingga, tidak perlu bingung lagi seperti apa bermain retorika karena sudah mengetahui banyak contohnya.

Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

Ada beberapa contoh yang boleh dan bisa dijadikan sebagai referensi pembuatan kalimat. Namun akan lebih baik lagi jika kamu mengandalkan kreativitas diri sendiri sehingga hasil retorikanya semakin bagus.

  1. Mengapa kita harus percaya kepada Tuhan? Bukankah selama ini dia tidak pernah menampakkan tanda kebesarannya pada manusia.
  2. Apa gunanya melakukan pemilu jika hasil akhir sudah dapat diketahui berdasarkan kemampuan finansial partai koalisi pengusungnya.
  3. Apakah tidak terlalu tinggi ketika kamu bermimpi untuk menikahi anak priyayi sedangkan kamu sendiri adalah seorang gelandangan?
  4. Bagaimana jadinya ketika negara ini dipimpin oleh orang sepertimu, Budi? Orang yang tidak pernah belajar dan hanya suka bermain saja.
  5. Tidak mungkin seorang sepertimu yang kerjaannya hanya main dan menggosip bisa menjadi seorang pemimpin yang bijak dalam organisasi.
  6. Apakah aku tidak sedang bermimpi, Andre? Bahwa orang yang tidak kuat push up sepertimu sekarang menjadi seorang preman pasar.
  7. Kasian anak itu! Padahal dia dulu anaknya baik, namun harus meninggal begitu saja secara tragis. Apakah ini adil?
  8. Mengapa kita harus mencari sesuatu yang absurd seperti Tuhan ketika kenyataannya sendiri tidak mengetahuinya.
  9. Pada dasarnya seorang manusia beragama hanya untuk memuaskan hasratnya percaya pada hal tertentu yang lebih besar. Bukankah begitu?
  10. Sebagai orang yang memiliki keterbatasan tentu kita mendambakan pahlawan dalam kehidupan, meskipun kenyataannya itu tidak pernah datang.

B. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Bagaimana mungkin orang jahat seperti itu bisa mendapatkan surga? Di manakah letak keadilan, Tuhan?
  2. Agama hanya sebuah aktivitas ritualistik yang lebih sering digunakan manusia guna memuaskan hasratnya pada sebuah kepercayaan. Nahas sekali.
  3. Bagaimana seseorang bisa maju ketika pemikirannya hanya cenderung pada hal ritualistik, seperti bagaimana cara kita berbuat baik?
  4. Bukankah kebaikan itu adalah hal yang absurd? Dimana artinya berdasarkan sistem sosial masyarakat sebuah wilayah.
  5. Kita tidak perlu menjadi benar. Karena pada dasarnya kebenaran itu tidak ada, hanya sebuah kesepakatan masyarakat yang dianggap cocok dengan hidup mereka.
  6. Bagaimanapun juga membunuh manusia masih dapat dibenarkan, tergantung bagaimana statement sosial daerah tertentu.
  7. Apakah harganya manusia ketika jumlahnya sudah terlalu banyak? Bukankah kita perlu membunuh mereka satu demi satu.
  8. Tujuan dari menghilangkan nyawa dalam jumlah banyak adalah menjaga agar sumber daya tetap seimbang pada permintaan.
  9. Tidak mungkin kita akan terus mempertahankan statement bahwa membunuh itu buruk, jika semakin banyak manusia berarti persaingan sumber daya meningkat.
  10. Bukankah itu artinya kita harus mengurangi populasi dengan cara apapun agar akhirnya dapat terbentuk keseimbangan pemenuhan kebutuhan.

C. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Style adalah sebuah tipu daya korporasi agar kita terbawa dalam sebuah arus konsumtif produk tertentu.
  2. Apa gunanya kita hidup apabila hanya merasakan buah penderitaan dari kehidupan ini? Ironi sekali.
  3. Aku tidak ingin hidup, namun terpaksa mendapatkan kehidupan yang ternyata sangat menyiksa.
  4. Satu-satunya hal yang bisa menggaransi kebahagiaan kita di dunia ini adalah kekayaan. Bukankah faktanya begitu?
  5. Setidaknya ketika ingin menangis aku melakukannya dalam mobil mewah. Tidak sepertimu yang melakukannya di sudut kamar kos.
  6. Mengapa kita harus saling menjaga kehidupan manusia lain apabila tujuan mereka hanya untuk menghancurkan kehidupan.
  7. Menjaga hubungan baik dengan tetangga adalah hal paling absurd ketika keinginan mereka hanya melihat kita menderita.
  8. Bukankah aneh masyarakat Indonesia yang katanya sangat toleransi, namun tidak mampu melihat tetangganya sendiri bahagia.
  9. Ironi adalah hidup dalam sebuah masyarakat yang bersembunyi dalam topeng kebenaran hasil kesepakatan sosial dan agama.
  10. Apakah benar agama sebuah bahan marketing yang digunakan untuk memanipulasi kebutuhan manusia akan kepercayaan?

D. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Fatih craving merupakan naluri alami manusia sehingga ini sering digunakan untuk melakukan manipulasi. Ironi sekali.
  2. Mengapa kita mempercayai sesuatu yang lebih kuat meskipun pada kenyataannya mereka belum tentu ada.
  3. Kebaikan yang dilakukan oleh masyarakat hanya sebuah retorika belaka untuk membungkus kebusukan mereka.
  4. Bukankah hidup ini sangat percuma ketika akhirnya yang menanti adalah kematian dan kesendirian.
  5. Mengapa bunuh diri dianggap pecundang? Bukankah butuh keberanian untuk merasakan sakit luar biasa ketika menjalaninya.
  6. Apakah arti dari kegiatan politik jika hasilnya hanya menyengsarakan masyarakat tanpa kuasa.
  7. Ketika para penguasa berlomba memperebutkan kursi tertinggi, kami masyarakat tidak menggubrisnya.
  8. Bukankah percuma kita mengikuti pesta demokrasi apabila hasilnya hanya menipu diri sendiri setiap lima tahun.
  9. Mengganti sistem kenegaraan dengan khilafah adalah hal paling absurd karena sistem tersebut sudah mati berabad lalu.
  10. Sepertinya penting ada ancaman terhadap keutuhan negara sehingga sesaat masyarakat dapat menyatukan tenaganya.

E. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Apakah kita membutuhkan sebuah kerusakan terlebih dahulu agar bisa membangun negara lagi secara lebih adil.
  2. Namun ternyata keadilan merupakan hal paling absurd karena landasannya adalah nafsu setiap manusia yang menyelimutinya.
  3. Apakah benar bahwa keadilan, kebenaran, dan kedamaian adalah hal fana karena mereka tidak dapat kita dapatkan sepenuhnya?
  4. Apa gunanya kita bekerja terlalu keras apabila harga sepetak rumah tetap tidak akan terbeli dengan gaji.
  5. Bukankah lebih baik untuk merebahkan diri dan menunggu mati agar penderitaan ini segera berakhir.
  6. Mengapa seorang manusia harus dituntut untuk menjalani kehidupannya sehingga bisa merasakan penderitaan lebih panjang.
  7. Bukankah memberikan akal terhadap manusia sangat absurd ketika hasilnya mereka bisa bermain retorika.
  8. Di mana urgensi manusia di bumi ini ketika hasil dari aktivitas mereka hanya kerusakan dan menyusutnya sumber daya.
  9. Bagaimana mungkin kamu bisa berbahagia apabila untuk bangun setiap pagi saja sudah menjadi perjuangan berat.
  10. Sampai kapan kamu akan membiarkan Billy hidup padahal dia sudah merampas kebahagiaanmu sebagai manusia.

F. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Tidakkah kebahagiaan itu merupakan hal fana pada saat manusia untuk mengukurnya saja kesulitan.
  2. Seperti apakah kebahagiaan itu, apakah dengan memiliki banyak uang, teman, kekuasaan, dan kekuatan?
  3. Siapakah nanti yang akan memimpin Indonesia ketika akhirnya khilafah berdiri, apakah nantinya akan ada pemilihan lagi.
  4. Bukankah sekarang orang suci sudah tidak ada lagi sehingga sistem kekhilafahan sama absurdnya dengan komunisme?
  5. Mungkinkah tuhan yang kita kenal sekarang hanya sekedar representasi dari prima causa penyebab terjadinya dunia.
  6. Ketika Tuhan sudah memiliki dan mampu melakukan segalanya apa urgensinya melakukan ritual penyembahan secara berkala.
  7. Apakah retorika masih berguna ketika apa yang dibicarakan dapat membuat pembicaranya masuk penjara.
  8. Orang masih kesulitan membedakan mana retorika dan penghinaan yang dasarnya sendiri sangat subjektif.
  9. Pada akhirnya hukum negara dinilai berdasarkan tersinggung atau tidaknya seseorang.
  10. Ketika manusia semakin licik dalam berpikir bukankah memilih mati adalah jalan paling mulia di mata Tuhan?

G. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Apakah salah mengakhiri kehidupan dengan alasan agar tidak membuat kekacauan dan dosa pada makhluk lainnya?
  2. Mengapa banyak orang menganggap kehidupan adalah sebuah nikmat padahal faktanya masih bisa merasakan derita.
  3. Lalu apakah intinya kebahagiaan itu ketika semuanya hanya dapat dinilai berdasarkan retorika belaka.
  4. Mengapa manusia takut mati? Apakah mereka takut dengan ketiadaan dan kehampaan?
  5. Bukankah kehampaan dan ketiadaan adalah sebuah kedamaian sejati yang sebenarnya kita dambakan.
  6. Jika kedamaian itu adalah sebuah kehampaan, apa artinya surga dan neraka dalam ajaran agama?
  7. Mengapa kita begitu mudahnya dijanjikan dengan sesuatu yang belum tentu ada nyatanya seperti surga dan neraka.
  8. Kenyamanan berbasis material adalah hal paling logis yang mampu memuaskan hasrat manusiawi seorang manusia.
  9. Apakah kebutuhan spiritual manusia hanya pelarian mereka dari ketidakmampuan melakukan daya yang dikehendakinya.
  10. Apakah imajinasi dari otak ini adalah sesuatu yang harus diperdebatkan oleh otak manusia lainnya.

H. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Mengapa ketika seseorang terlalu mempertanyakan keberadaan pencipta selalu dianggap gila?
  2. Bukankah ini adalah dampak dari otak dan daya pikir yang diciptakan oleh sang pencipta tersebut.
  3. Lalu ketika ada larangan untuk mempertanyakan dimana keberadaan tuhan bukankah itu menganulir karunianya.
  4. Mengapa saya harus menulis sebuah retorika panjang yang pada akhirnya tidak ada seorang pembaca.
  5. Di mana Tuhan saat sang makhluk ini membutuhkannya? Apakah hanya tersenyum dan melihat saja.
  6. Mengapa harus mencintai sesuatu? Karena nantinya akan terpisahkan baik atas alasan waktu atau lainnya.
  7. Apakah fungsinya akal ketika lebih banyak digunakan untuk menyakiti makhluk bernyawa lainnya.
  8. Ke mana kita setelah mati? Apakah pikiran ini akan berhenti begitu saja atau sudah ada kesengsaraan lain menanti.
  9. Jika bahagia itu tidak ada apakah kesengsaraan adalah sebuah nikmat yang seharusnya dirasakan oleh manusia.
  10. Irelevansi tokoh politik sudah semakin tinggi, apakah ini artinya tindakan mereka hanya sekadar retorika belaka.

I. Contoh Kalimat Retoris dalam Teks Editorial, Anekdot, dan Artikel

  1. Ketika bekerja keras tetap tidak membuahkan hasil apakah lebih baik kita berhenti saja dari kelelahan tersebut?
  2. Mengapa manusia tidak bisa saling mengerti satu sama lain dengan membiarkan orang lain menjalani kehidupannya.
  3. Apakah kita terlalu suka bergunjing ketika tidak menyadari lagi bahwa tindakan tersebut menjadi pemicu runtuhnya persaudaraan.
  4. Kebaikan diajarkan oleh lingkungan kita ternyata adalah sebuah retorika belaka karena buktinya masih banyak pelanggarnya.
  5. Apakah perlu kita cepat menikah dan punya anak ketika dua hal tersebut justru menambah beban kehidupan.
  6. Apa salahnya untuk hidup sendiri dan menikmati kesendirian saat hal tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi manusia lainnya.
  7. Manusia adalah makhluk hidup yang penuh ironi karena apa perkataan mereka jarang sekali selaras dengan kenyataan hidup.
  8. Mengapa sekarang manusia hidup terlalu lama bukankah ini hanya akan menghabiskan sumber daya.
  9. Persaingan untuk menjadi yang terbaik adalah hal percuma karena pada akhirnya akan tergeser juga.
  10. Apakah masih perlu kita mencoba berbahagia ketika fakta lapangan membuktikan hidup sengsara.

90 kalimat tadi hanya merupakan referensi retorika yang dapat dijadikan sebagai contoh. Jadi contoh kalimat retoris dalam teks editorial, anekdot, dan artikel dapat diimplementasikan pada tulisan.


Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:

Kost Dekat UGM Jogja

Kost Dekat UNPAD Jatinangor

Kost Dekat UNDIP Semarang

Kost Dekat UI Depok

Kost Dekat UB Malang

Kost Dekat Unnes Semarang

Kost Dekat UMY Jogja

Kost Dekat UNY Jogja

Kost Dekat UNS Solo

Kost Dekat ITB Bandung

Kost Dekat UMS Solo

Kost Dekat ITS Surabaya

Kost Dekat Unesa Surabaya

Kost Dekat UNAIR Surabaya

Kost Dekat UIN Jakarta