21 Contoh Seni Tari Beserta Penjelasan dan Asal Daerahnya Dilengkapi Gambar
221 Contoh Seni Tari Beserta Penjelasan dan Asal Daerahnya Dilengkapi Gambar – Sebuah kebanggaan tersendiri menjadi bangsa Indonesia, karena begitu kaya akan seni dan budaya daerah yang beragam.
Salah satu keragaman budaya Indonesia yang patut dilestarikan adalah seni tarinya. Setiap daerah di Indonesia, pasti punya seni tari khas masing-masing.
Nah, artikel kali ini akan mengulas tentang deretan contoh seni tari di Indonesia lengkap dengan asal daerahnya.
Berikut Deretan Contoh Seni Tari Lengkap dengan Penjelasan dan Gambarnya
Daftar Isi
Daftar Isi
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, salah satu kekayaan budaya yang mendunia adalah seni tarinya.
Keberagaman seni tari di Indonesia tak pernah berhenti untuk memikat dan menjadi daya tarik wisata budaya yang mengesankan.
Awalnya, tarian tradisional diciptakan untuk kepentingan adat, seperti upacara kerajaan dan ritual-ritual keagamaan.
Namun kini, tarian tradisional sudah berkembang dan menjadi sarana hiburan serta sarana pendidikan.
Tiap daerah di Indonesia memiliki tariannya khasnya masing-masing, di mana setiap suku di diketahui punya tarian tradisionalnya masing-masing.
Tentunya, ada makna mendalam di balik tiap gerakan indah dengan iringan instrumen musik tradisional tersebut. Yuk simak deretan contoh seni tari di Indonesia berikut ini.
Contoh Seni Tari Bagian 1
1. Tari Kecak (Bali)
Diciptakan di tahun 1930-an, Tari Kecak adalah salah satu contoh seni tari dari Bali dan dimainkan oleh laki-laki.
Menurut sejarahnya, Tari Kecak diciptakan oleh seorang penari Bali bernama Wayan Limbak bersama pelukis asal Jerman, Walter Spies.
Tari Kecak menjadi salah satu tarian daerah di Indonesia yang sudah mendunia. Jika biasanya tarian dimainkan dengan iringan alat musik, Tari Kecak malah sebaliknya.
Dimainkan tanpa alat musik, Tari Kecak dipertunjukkan puluhan penari laki-laki yang duduk berbaris dengan pola melingkar dan dengan irama tertentu dan menyerukan kata “cak, cak, cak” sambil mengangkat kedua lengan.
Awalnya, Tari Kecak dipentaskan di beberapa desa saja salah satunya adalah Desa Bona, Gianyar.
Namun kini, Tari Kecak selalu dihadirkan terutama saat kegiatan-kegiatan seperti festival yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta.
Ketika menonton pertunjukkan Tari Kecak, biasanya kamu akan skrip ringkas yang diberikan saat membeli tiket.
Pastikan kamu membaca skrip ringkas tersebut ya agar dapat memahami makna dari tarian kecak.
Tari kecak sendiri merupakan ritual shangyanga, atau tradisi menolak bala yang diselipkan kisah Ramayana di dalamnya.
Tarian khas Bali ini menceritakan tentang pencarian Permaisuri Shinta, Raja Rama dibantu oleh Hanoman.
2. Tari Jaipong (Jawa Barat)
Tari
Jaipong adalah tarian tradisional yang sangat terkenal di Indonesia, terutama
di daerah Jawa Barat. Jika melihat dari sejarahnya, seni tari ini mulanya
diperkenalkan oleh seorang seniman asal Bandung bernama Gugum Gumbira.
Berkembang pada tahun 60-an, awalnya Tari Jaipong dikenal dengan sebutan Tari Banjet.
Dimana Tari Banjet ini merupakan sebuah pertunjukan seni tari yang yang dipentaskan dengan gerakan tari yang diiringi oleh musik dengan instrumen gamelan sebagai pengiringnya.
Tari Jaipong merupakan gabungan dari pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu, tarling, dan tepak topeng.
Dapat dikategorikan sebagai tari kreasi, Tari Jaipong muncul sebagai ekspresi rasa kebebasan dan mulai menunjukkan gejalanya setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Dari awal dipertunjukkan hingga sekarang, Tari Jaipong masuk ke dalam tarian rakyat, yakni sebagai bentuk hiburan rakyat.
Hingga saat ini, Tari Jaipong masih tetap eksis dan kerap dipertunjukkan di acara tertentu, misalnya, acara resmi pemerintahan dan hajatan.
Tari Jaipong memiliki ciri khasnya, yakni musik yang menghentak. Seperti yang kita ketahui, Tari Jaipong biasanya dipertunjuukan dengan iringan musik yang khas, yaitu degung.
Dimana degung ini adalah kumpulan dari berbagai alat musik seperti gong, kecapi, kendang, saron, dan lain sebagainya.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, tiap tarian memiliki maknanya tersendiri lewat gerakannya. Tiap Gerakan Tari Jaipong sendiri mempunyai nilai dan makna sendiri.
Misalnya saja, gerakan Cingeus yang memiliki arti sebagai bentuk representasi dari keluwesan serta kecekatan seorang perempuan dalam menapaki jejak kehidupan.
3. Tari Saman (Aceh)
Tari
Saman menjadi salah satu tarian tradisonal yang paling populer di Indonesia.
Merupakan tari tradisional dari Suku Gayo Provinsi Aceh, Tari Saman dikenal
juga dengan “tari tangan seribu”.
Menilik dari sejarahnya, tidak diketahui secara pasti kapan Tari Saman mulai dipertunjukkan.
Namun, diperkirakan tarian yang diciptakan oleh Syekh Muhammad Saman ini sudah ada sejak tahun 1700-an atau berusia lebih dari 300 tahun.
Tari Saman awalnya hanya dipertunjukkan sebagai hiburan rakyat saja, namun salah satu seni tari Islam ini kini sudah terkenal ke penjuru Indonesia, bahkan ke penjuru dunia.
Faktanya, Tari Saman sudah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Intangible Culture Heritage (ICH) lho pada 24 November 2011. Kini, tiap tanggal 24 November diperingati sebagai Hari Saman Sedunia.
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, Tari Saman juga dikenal sebagai salah satu seni tari Islam.
Untuk itu, seni tari ini memiliki unsur-unsur atau nilai keislaman di dalam setiap gerakannya.
Tari Saman juga kerap digunakan sebagai media berdakwah, hal ini bisa dilihat dari lagu dan syair pada tarian ini yang mengandung nilai dakwah dan nasehat.
Jika diperhatikan, Tari Saman memiliki gerakan yang cukup unik yakni gerak tepukan tangan dan tepuk dada yang diringi dengan lagu dalam bahasa Arab dan bahasa Aceh.
Keunikan gerakan Tari Saman mampu menyedot banyak perhatian masyarakat, bahkan orang dari mancanegara.
Salah satu gerakan menarik lainnya dari tarian ini berupa dua baris penari bernyanyi sambil bertepuk dan penari lainnya mengharmoniskan gerakan.
4. Tari Cokek (DKI Jakarta)
Merupakan salah satu tarian tradisional Betawi, Tari Cokek adalah hasil akulturasi budaya antara bangsa Cina, Banten dan Betawi.
Jika menilik dari sejarahnya, tarian ini sudah ada sejak awal abad ke-20. Kini, Tari Cokek menjadi ciri dan ikon masyarakat Jakarta.
Dari banyak keterangan, Tari Cokek dulu dikembangkan oleh para tuan tanah China hingga masa menjelang Perang Dunia II.
Namun, ada pula yang mengartikan “cokek” sebagai penyanyi yang merangkap penari dan biasanya cokek dipanggul untuk memeriahkan suatu hajatan, saat kenduri, atau perayaan.
Seiring berjalannya waktu, cokek diartikan sebagai tarian pergaulan yang diiringi oleh orkes gambang kromong dengan penari-penari wanita yang disebut wayang cokek.
Para tamu yang menonto pertunjukkan pun diberi kesempatan untuk ikut menari bersama, berpasangan dengan para cokek. Biasanya, orang-orang di Suku Betawi menyebutnya dengan istilah “ngibing cokek”.
Sebelum dipertunjukkan, biasanya Tari Cokek didahului dengan wayangan. Di mana para penari akan berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur sambil mengikuti irama gambang kramong.
Pada kondisi tersebut, posisi tangan para penari merentang setinggi bahu mengikuti gerakan kaki.
Tari Cokek jika dilihat dari fungsinya merupakan salah satu bentuk tari pergaulan masyarakat Betawi sebagai perpaduan antara nilai-nilai kebudayaan Betawi dengan masyarakat luar.
Di masa kini, Tari Cokek dapat kamu saksikan pada perayaan pernikahan, selamatan keluarga, atau hiburan lainnya.
5. Tari Tortor (Sumatera Utara)
Tari Tortor merupakan tarian daerah yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di dari Suku Batak Toba.
Termasuk sebagai salah satu tarian tertua di Indonesia, tarian ini konon sudah ada sejak zaman purba dahulu.
Namun, para pakar memperkirakan tarian ini sudah ada sekitar abad ke-13 Masehi.
Pada awal kemunculannya, Tari Tortor tidak berbentuk suatu tarian melainkan sebagai pelengkap gondang atau uning-uningan yang berdasarkan falsafah adat.
Pertunjukan Tortor (manortor) ini dulunya hanya untuk upacara adat yang sakral, serta sebagai sebuah persembahan bagi roh leluhur.
Namun, manortor ini kemudian dimodifikasi sedemikian rupa hingga menarik minat banyak orang dan menjadi sebuah tarian.
Bagi masyarakat Batak, Tari Tortor tak hanya sekedar tarian untuk hiburan belaka namun sudah menjadi salah satu jati diri Suku Batak.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Tari Tortor memiliki tempat dan kedudukan yang penting dalam kehidupan masyarakat Batak.
Hal ini terlihat dari Tari Tortor yang selalu dipentaskan dalam setiap pelaksanaan adat Batak, baik yang bersifat kesedihan maupun sukacita.
Tari Tortor tidak hanya bernilai budaya namun juga memiliki nilai spiritual bagi masyarakat Batak.
Melalui tarian ini, masyarakat suku Batak menyampaikan apapun yang ingin disampaikan, seperti doa, pengharapan, dan sebagainya.
Sebagaimana layaknya tarian pada umumnya, Tari Tortor juga memiliki beragam gerakan dengan nama yang berbeda-beda.
Dimana masing-masing nama gerakan tersebut akan ditentukan oleh gerak tubuh. Misalnya ada Pangurdot, gerakan Tari Tortor yang menggunakan seluruh anggota badan.
Tari Tortor juga diiringi oleh berbagai alat musik khas Sumatera Utara yang disebut dengan magondangi. Alat musik ini terdiri dari gondang, ogung, oloan, sarune, gordang, ihuton, panggora, doal, hesek, dan taganing.
Uniknya, Tari Tortor menggunakan gondang yang jumlahnya ada sembilan lho.
Jenis Tari Tortor sendiri sebenarnya sangat beragam, namun yang pasti setiap penarinya akan menari dengan menggunakan ulos dan diiringi dengan alat musik tradisional gondang.
Biasanya, perbedaan hanya terletak pada irama dan jumlah gondang yang digunakan saja.
6. Tari Serimpi (Daerah Istimewa Yogyakarta & Jawa Tengah)
Dikenal dengan pola gerakannya yang lembut, Tari Serimpi merupakan tarian tradisional dari wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang sudah berkembang sejak ratusan tahun silam.
Menilik dari sejarahnya, tarian ini konon katanya digunakan sebagai media untuk perlawahan terhadap penjajahan.
Tari Serimpi awalnya mulai berkembang secara eksklusif di lingkungan internal keraton pada masa Kerajaan Mataram Islam, tepatnya pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Dulunya, tarian ini hanya dipentaskan untuk acara-acara sakral, seperti upacara kerajaan atau peringatan kenaikan tahta sultan saja.
Sejarah Tari Serimpi tidak lepas dari kondisi politik Mataram itu sendiri. Termasuk saat kerajaan itu harus dibagi menjadi dua yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
Kini, Tari Serimpi masih dikembangkan di empat kerajaan bekas Mataram Islam yakni Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.
Secara umum, Tari Serimpi terbagi menjadi dua jenis yakni Tari Serimpi gaya Yogyakarta dan Tari Serimpi gaya Surakarta.
Keduanya memiliki ciri khasnya tersendiri, misalnya Tari Serimpi gaya Yogyakarta dikenal dengan Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung.
Sementara, Tari Serimpi gaya Surakarta dibagi menjadi Serimpi Anglir Mendhung dan Serimpi Sangupati.
Dari kedua gaya tersebut, Tari Serimpi terus mengalami perkembangan mengikuti pencipta dan periodisasi penciptaannya.
Beberapa jenis Tari Serimpi itu antara lain ada Padhelori yang diciptakan Sultan Hamengkubuwono VI dan VII, Serimpi Sangupati yang diciptakan Pakubuwana IX, dan Tari Serimpi Anglirmendhung ciptaan Mangkunegara I.
7. Tari Topeng (Cirebon)
Tari Topeng merupakan tarian khas daerah Cirebon, Jawa Barat yang sudah mendunia.
Melihat dari sejarahnya, Tari Topeng muncul pada masa Kerajaan Jenggalan abad 10 hingga 16 Masehi.
Tarian ini masuk lewat seniman jalanan dan pada akhirnya muncul perpaduan budaya hingga melahirkan Tari Topeng khas Cirebon.
Setelah ajaran Islam masuk ke Indonesia, seni tari khas Cirebon ini ternyata juga ikut berpengaruh. Pada tahun 1470 di masa Sunan Gunung Jati, Cirebon dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam.
Sunan Gunung Jati pun menggunakan Tari Topeng sebagai media hiburan di lingkungan keraton.
Mulanya,
pementasan Tari Topeng hanya dilakukan di lingkungan keraton saja. Namun seiring
berkembangnya waktu, pementasan Tari Topeng juga digelar untuk masyarakat umum
sebagai hiburan rakyat.
Dulunya, Tari Topeng dipertunjukkan di tempat yang terbuka berbentuk setengah lingkaran. Pementasan Tari Topeng tersebut biasanya berlokasi di halaman rumah dengan menggunakan penerangan berupa obor.
Seiring berkembangnya jaman, kini pertunjukan Tari Topeng dipertunjukkan di dalam gedung yang sudah dihias dengan lampu penerangan.
Pementasan Tari Topeng dikemas menjadi sebuah pertunjukan yang mengandung nilai filosofis dan juga lebih berwatak.
Umumnya, pementasan Tari Topeng memiliki lima peran yang diperankan oleh topeng-topeng yang berbeda.
Dimana tiap topeng memiliki karakter dan gambaran sendiri, seperti bentuk hingga warnanya.
Contoh Seni Tari Bagian 2
8. Tari Reog (Jawa Timur)
Tari Reog adalah seni tari tradisional khas dari Jawa Timur yang melekat dengan masyarakat Kabupaten Ponorogo.
Dikenal dengan sebutan Barongan, Tari Reog menampilkan singo barong yang merupakan sosok dengan topeng macan berhias bulu merak bukuran sangat besar dan ditarikan dengan gerakan yang meliuk-liuk.
Jika melihat dari sejarahnya, dalam prasasti Kerajaan Kanjuruhan tertulis terkait seni tari tradisional masyarakat Ponorogo.
Tertulis pula pada prasasti Kerajaan Kediri tahun 1045 Masehi. Sejarah terciptanya kesenian Tari Reog Ponorogo juga merujuk pada peristiwa dan legenda di daerah setempat.
Ada
beberapa versi peristiwa dan legenda yang merujuk pada terciptanya kesenian
Tari Reog Ponorogo seperti legenda Singo Barong dan kisah Ki Ageng Kutu yang
merupakan abdi Raja Brawijaya V yang meninggalkan Majapahit.
Kata “Reog” berasal dari kata “Riyokun” bermakna khusnul khotimah yang diambil dari cerita perjuangan Raden Katong mengalahkan Ki Ageng Kutu.
Hal ini tak jauh dari makna tari tradisional ini yang mengisahkan tentang peperangan. Namun ada pula yang mengartikan Tari Reog sebagai sindiran Ki Ageng Kutu kepada Raja Brawijaya V yang tunduk kepada istrinya.
Tari
Reog dipertunjukkan dengan iringan gamelan dan lagu-lagu tradisional. Biasanya,
dalam iringan Tari Reog terbagi menjadi dua kelompok yakni penyanyi dan pemain
gamelan.
Sementara itu, properti yang digunakan juga dibedakan untuk setiap penari. Untuk penari barongan akan menggunakan kostum yang ditambah dengan dadak merah berukuran besar dengan berat 30 – 50 kg dan topeng Singo Barong.
Untuk penari warok akan menggunakan kostum yang ditambah topeng dan membawa cemeti atau pecut.
Sedangkan, untuk para jathilan akan menggunakan kostum dengan selendang dengan tambahan properti jaranan (kuda-kudaan dari anyaman bamboo).
Sementara Klono Sewandono dan patihnya Bujang Ganong akan melengkapi penampilan kostumnya dengan mengenakan topeng.
9. Tari Piring (Sumatera Barat)
Berasal dari Solok, Sumatera Barat, Tari Piring sering dijadikan sebagai ajang promosi dan pariwisata di kebudayaan Indonesia.
Tari Piring sendiri adalah seni tari tradisional suku Minangkabau yang menampilkan atraksi menggunakan atribut piring.
Tari Piring konon sudah dikenal masyarakat Minangkabau sebelum sejak abad ke-12 dan sebelum masuknya ajaran Islam.
Tarian ini awalnya merupakan bentuk pemujaan terhadap Dewi Padi dan dipentaskan ketika musim panen tiba sebagai bentuk terima kasih atas hasil panen yang berlimpah.
Ritual tersebut dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang diletakkan di sejumlah piring dan dibawa oleh sekelompok perempuan.
Ketika ajaran Islam masuk, Tari Piring tidak serta-merta dihilangkan. Sama seperti tarian tradisional lainnya, Tari Piring juga mengalami penyesuaian sehingga unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam dihilangkan.
Dalam penyesuaiannya, Tari Piring tidak lagi dipersembahkan kepada dewa-dewa, melainkan kepada raja-raja atau pembesar negeri.
Tari Piring kini tak hanya dikenal di daerah Minangkabau saja, namun sudah menyebar ke berbagai daerah yang didiami oleh masyarakat Suku Melayu.
Bagi masyarakat Minangkabau, seni tari ini melambangkan kerja sama warga ketika berada di sawah.
Hal ini tercermin dari gerakan demi gerakan tarian ini yang seperti meniru cara petani bercocok tanam hingga menuai hasil panen yang berlimpah.
Digerakkan oleh wanita-wanita cantik yang berpakaian serba indah, tari piring diiringi oleh alat musik Saluang dan Talempong untuk menambah semarak dan kegembiraan.
Kesenian tari ini biasanya dilakukan secara berpasangan maupun secara berkelompok, dengan dengan gerakan tari yang beraneka ragam. Setidaknya Tari Piring memiliki 20 gerakan yang masing-masing memiliki makna yang berbeda-beda lho.
10. Tari Pendet (Bali)
Tari Pendet merupakan salah satu tarian tradisional kreasi asal Bali yang digunakan sebagai persembahan untuk leluhur atau Bhatara-Bhatari.
Tarian ini sangat populer di era 1970 an hingga 1980 an, di masa belum banyak serbuan tari moderen dari luar.
Merupakan salah satu tarian selamat datang paling tua di Pulau Bali, Tari Pendet awalnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan spiritual masyarakat Hindu di Bali.
Tarian ini kerap dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara piodalan di pura-pura atau tempat suci keluarga guna mengungkapan rasa syukur, hormat, dan sukacita saat menyambut kehadiran para dewata yang turun dari khayangan.
Umumnya, Tari Pendet dipentaskan di halaman Pura menghadapkan ke sebuah palinggih, dimana Bhatara dan Bhatari diistanakan.
Seni tari ini dipentaskan dengan iringan gamelan gong kebyar berlaras pelog dan gamelan gong semar pegulingan berlaras slendro.
Tari pendet biasanya dibawakan oleh penari wanita berpakaian adat Bali dengan membawa bokor atau canang sari yang berisi bunga, kepingan uang, hio dan makanan konsumsi sehari-hari.
Untuk pakaian adatnya sendiri terdiri dari sabuk prada, anteng (cerik), dan kamben songket. Sementara, untuk properti Tari Pendet biasanya juga akan menggunakan alat-alat upacara seperti sangku, mangkok perak, kendi dan lain-lain.
Melihat dari kacamata umum, Tari Pendet melambangkan penyambutan manusia terhadap kedatangan para dewata dari kahyangan.
Namun seiring berkembangnya zaman, tarian ini digunakan untuk menyambut kedatangan sesama manusia. Kini, Tari Pendet sering dipentaskan sebagai bagian promosi wisata di Pulau Dewata Bali.
11. Tari Caci (Nusa Tenggara Timur)
Tari Caci adalah tarian tradisional kebanggaan masyarakat Flores yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Merupakan gabungan dari kata “Ca” yang berarti satu dan “Ci” dari kata “Ciyang” yang berarti lawan atau uji,
Tari Caci merupakan sebuah proses untuk menentukan tingkat kematangan pemuda Flores melalui uji ketangkasan dalam sebuah pertarungan satu melawan satu.
Sampai sekarang, Tari Caci selalu dibawakan para pemuda setempat sebagai ajang menempa diri agar memiliki semangat sportivitas dan mengendalikan emosi.
Tarian ini bisa dikatakan sebagai tari uji ketangkasan bela diri yang dibalut dalam bentuk tarian dan menjadi nilai budaya NTT.
Pada pementasannya, Tari Caci biasanya akan dibuka dengan tarian Danding atau Tandak Manggarai.
Sebelum beradu, setiap penari melakukan gerakan pemanasan otot terlebih dahulu. Di mana tiap penari akan menggerakan badannya seperti gerakan kuda.
Para penari Tari Caci akan menggunakan atribut seperti larik, nggiling, koret, dan panggal.
Tak hanya itu saja, para penari juga akan menggunakan pakaian perang dan pelindung paha serta betis berupa celana panjang berwarna putih dari sarung songke.
Para penari juga turut mengenakan kain songke berwarna hitam yang dililitkan di bagian pinggang.
Ketika
pertunjukkan dimulai, para penari akan menyanyikan lagu daerah untuk menantang
lawannya. Nantinya, tiap kelompok akan terdiri dari delapan pemuda bertarung
menghadapi lawan. Disela-sela pertunjukan Tari Caci, para tetua adat baik
laki-laki maupun perempuan akan ikut menari serta menyanyi dengan penuh suka
cita sambil berjalan secara teratur membentuk sebuah lingkaran.
Tari
Caci memiliki aturannya tersendiri, di mana para penari Caci hanya boleh
memukul tubuh lawan mulai dari bagian pinggang ke atas. Sementara, bagian
pinggang ke bawah ditandai sehelai kain yang menjuntai dan tidak boleh dipukul.
Secara umum, tarian ini memang merupakan tarian dengan gestur perang yang disajikan masyarakat Flores untuk menyampaikan rasa syukurnya setelah masa panen. Tentunya, perkelahian dalam tarian ini hanya semata gerakan tarian saja.
12. Tari Sekapur Sirih (Jambi)
Tari
Sekapur Sirih merupakan seni tari tradisional asal Jambi. Meskipun berasal dari
Provinsi Jambi, tarian ini menyebar ke berbagai wilayah Indonesia seperti Bangka
Belitung, Riau hingga wilayah perbatasan Malaysia.
Diciptakan oleh seniman kondang Firdaus Chatab pada 1962, awalnya Tari Sekapur Sirih diperkenalkan berupa gerakan dasar.
Dimana gerakan demi gerakannya melambangkan penghormatan kepada tamu terhormat yang berkunjung ke Jambi.
Kemudian, gerakan dasar itu dikembangkan hingga seperti sekarang. Tak hanya terjadi pengembangan pada gerakan, pengembangan juga dilakukan dengan menambah iringan musik dan lagu.
Adanya pengembangan-pengembangan membuat Tari Sekapur Sirih semakin populer di kalangan masyarakat Jambi.
Tari Sekapur Sirih dipertunjukkan oleh penari wanita dengan gerakan lemah lembut, seraya membawakan cerano atau wadah.
Biasanya, jumlah penari total 12 orang dengan formasi 9 orang penari wanita dan 3 orang penari pria.
Di antara 12 penari tersebut, satu orang lelaki bertugas memegang payung, dua orang lelaki sebagai pengawas, dan 9 wanita bertugas menari.
Ada beberapa jenis gerakan dalam tarian ini, mulai dari gerakan melenggang, gerakan sembah tinggi, gerakan merentang kepak, kemudian gerakan berhias, gerakan putar setengah, dan gerakan putar penuh.
Untuk mengiringi tarian, biasanya disenandungkan lagu rakyat “Jeruk Purut” dan suara biola serta akordion berlanggam Melayu.
Untuk pakaian, biasanya para penari akan menggunakan Baju Kurung yang merupakan pakaian tradisional Jambi.
Sementara, peralatan yang umumnya digunakan ada beragam mulai dari cerano atau wadah yang berisikan lembaran daun sirih, payung, dan keris.
13. Tari Legong (Bali)
Seni tari memang tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat di Bali. Memiliki banyak jenis tarian tradisional yang populer, Bali juga populer dengan Tari Legong-nya.
Merupakan salah seni tari tradisional asal Bali, Tari Legong identik dengan gerakan para penari wanita yang luwes pada kaki yang diiringi permainan musik.
Tari Legong dipertunjukkan sebagai hiburan bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam upacara keagamaan.
Pada zaman dahulu, tarian ini hanya boleh ditarikan oleh para wanita yang menjadi abdi keraton saja.
Dimana para wanita cantik tersebut dipilih oleh para petugas istana di Bali yang kemudian dilatih sebagai penari Legong dan kemudian dijadikan abdi keraton.
Mulai abad ke-19, para wanita yang sudah dilatih sebagai penari Legong mulai membagi ilmunya dengan mengajarkan serta mengembangkan kembali gerakan tari Legong kepada generasi berikutnya di desa-desa.
Sejak saat itu, seni tari ini mulai mengalami pergeseran dengan berpindah dari istana ke desa, sehingga menjadi bagian utama setiap upacara odalan di desa-desa.
Tari Legong kini bukan lagi menjadi kesenian yang dipertunjukkan di istana saja, melainkan sudah menjadi milik masyarakat umum.
Tarian ini memang dikembangkan dari sebuah tari upacara bernama tari Sang Hyang, namun kini hubungan agama Hindu dan Tari Legong sudah berbeda karena tarian ini sudah tidak lagi menjadi manifestasi dari leluhur.
Sekarang, Tari Legong sudah berhubungan dengan agama Hindu Dharma yang lebih bersifat sekuler.
Tarian ini kerap dipertunjukkan untuk menghibur para leluhur yang turun dari kahyangan, termasuk para raja yang hadir pada upacara odalan yang datangnya setiap 210 hari.
14. Tari Bedhaya Ketawang (Jawa Tengah)
Tari Bedhaya Ketawang adalah tari tradisional klasik yang merupakan warisan budaya Keraton Kasunanan Surakarta.
Dianggap sebagai suatu tarian khusus yang sacral, Tari Bedhaya merupakan lambang kebesaran raja.
Berkaca pada sejarahnya, Tari Bedhaya merupakan tarian yang sarat makna dan memiliki hubungan erat dengan upacara adat, religi, dan kisah cinta Raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Nama tarian ini sendiri berasal dari kata “bedhaya” yang berarti penari wanita di istana dan ketawang dari kata “tawang” yang berarti langit atau mendung di langit.
Ada dua versi terkait asal-usul Tari Bedhaya Ketawang yang tersebar luas di kalangan masyarakat.
Namun versi yang populer mengatakan bahwa asal-usul tarian ini berasal dari hubungan pernikahan antara Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Kisah cinta tersebut diwujudkan dalam gerakan tarian yang diiringi dengan tembang dimana liriknya beriisi curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada Panembahan Senapati.
Menurut kepercayaan masyarakat, setiap Tari Bedhaya Ketawang dipentaskan akan menghadirkan Kanjeng Ratu Kidul yang ikut serta menari.
Biasanya, tarian ini akan dibawakan oleh Sembilan penari. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, Kanjeng Ratu Kidul akan turut hadir menari sebagai penari ke-10.
Untuk bisa menjadi penari Bedhaya Ketawang juga ada syarat yang harus dipenuhi yakni, sang penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid.
Jika penari sedang haid, maka harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan melakukan Caos Dhahar di Panggung Sanga Buwana, Keraton Kasunanan Surakarta.
Contoh Seni Tari Bagian 3
15. Tari Zapin (Riau)
Tari
Zapin merupakan seni tarian tradisional Melayu asal provinsi Riau. Bersifat
edukatif, tarian ini cukup populer di Riau, Bengkulu dan beberapa daerah
Indonesia bagian tengah lainnya.
Awalnya,
Tari Zapin dibawa dari Arab dan Yaman. Tarian ini dikenal sebagai seni Melayu
yang mendapat pengaruh dari budaya Islam, tepatnya sekitar abad ke-16 saat para
pendakwah agama Islam masuk melalui daerah pesisir.
Tarian tersebut akhirnya mengalami akulturasi dengan budaya lokal melalui penyisipan nilai dan norma Melayu dalam setiap gerakannya.
Tiap gerakan dari tarian ini mengandung nilai-nilai filosofis yang berkaitan dengan pola hidup masyarakat Melayu Riau.
Kini,
Tari Zapin sudah mengalami penyesuaian dari segi bentuk dan ragamnya. Di
Indonesia sendiri dapat kita temukan dua jenis Tari Zapin, yakni Tari Zapin Arab
dan Tari Zapin Melayu.
Disebut juga dengan zapin lama, Tari Zapin Arab tumbuh dan berkembang di dalam kelompok-kelompok masyarakat turunan Arab di berbagai tempat di Indonesia, terutama di daerah Jawa dan Madura.
Tari Zapin Arab sendiri terbagi lagi menjadi dua jenis, yakni Zapin Hajjir Mawaris dan Zapin Gembus.
Sementara, Tari Zapin Melayu tumbuh dan berkembang dalam kelompok masyarakat Melayu di seluruh Indonesia. Zapin Melayu dibedakan menjadi Zapin Melayu Keraton dan Zapin Melayu Rakyat.
Dimana Zapin Melayu Keraton diperuntukkan bagi kalangan istana dan Zapin Melayu Rakyat diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Melayu di Indonesia.
16. Tari Melinting (Lampung)
Tari Melinting adalah seni tari tradisional dan menjadi ciri khas dari Provinsi Lampung.
Seni tari ini konon katanya merupakan peninggalan dari Kerajaan Melinting yang sudah ada cukup lama.
Nama Tari Melinting berkaitan dengan asal-usul tari yang berasal dari daerah Melinting, hal ini dikatakan oleh salah satu tokoh adat Melinting,.
Tergolong sebagai salah satu tari tradisional Lampung klasik, Tari Melinting diciptakan oleh Ratu Melinting pada abad ke-16.
Namun, tarian ini dulunya hanya bisa dimainkan di lingkungan istana, dan bukan karya biasa.
Seiring
perkembangan zaman, Tari Melinting mengalami penyempurnaan pada tahun 1950-an. Tarian ini kerap dipertunjukkan pada guyub
adat atau Gawi Adat di Balai Adat pada Keagungan Keratuan Melinting. Para
penarinya pun diperankan oleh putra dan putri dari Ratu Melinting.
Tari Melinting kini bersifat umum dan diajarkan kepada masyarakat beradat Melinting atau masyarakat luar.
Tarian ini juga sudah mengalami pergeseran fungsi, dari yang awalnya merupakan sebuah tarian sakral menjadi sebuah tarian hiburan rakyat.
Bahkan, Tarian Melinting juga dipertunjukkan untuk menyambut tamu agung yang datang ke daerah Lampung.
Dalam pementasannya, Tari Melinting dibawakan oleh kelompok wanita dan pria.
Meski gerakannya akan berbeda dari segi dinamik dan nuansa yang ditampilkan, keduanya membentuk sinergi yang melengkapi.
Tarian ini juga dipentaskan dengan diiringi musik instrumen tradisional seperti kalo bala, gong, gendang, dan lainnya.
17. Tari Gambyong (Jawa Tengah)
Tari Gambyong adalah salah satu tari tradisional dari Provinsi Jawa Tengah, tepatnya wilayah Surakarta.
Melansir dari laman Kemendikbud, Tari Gambyong merupakan perkembangan dari tari rakyat, yaitu tledek atau tayub.
Menurut sejarahnya, tarian ini disebut dalam Serat Centhini yang ditulis pada abad XVIII dalam catatan Keraton Surakarta.
Nama Tari Gabyong sendiri diambil dari nama sang penciptanya, yaitu Mas Ajeng Gambyong yang merupakan seorang penari dan sinden yang sangat terkenal pada abad ke-19.
Tari Gambyong memiliki gerakan yang secara umum terdiri dari bagian awal, isi, dan akhir.
Dalam istilah Jawa gaya Surakarta, gerakan ini disebut maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Gerak para penari juga memiliki kesan bergas, wibawa, dan terselip keanggunan.
Secara keseluruhan gerakan Tari Gambyong terpusat pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan juga kepala.
Tarian ini punya gerakan tangan dan kepala yang khas dengan kesan kenes dan luwes disertai gerakan kaki yang begitu harmonis.
Tari Gambyong juga menggunakan beberapa properti dalam pementasannya, mulai dari sampur, kain jumputan, kain jarik, stagen, kamisol, sanggul, dan aksesoris atau perhiasan.
Perlu kamu ketahui pula bahwa kostum Tari Gambyong yang ditarikan di dalam dan di luar Pura Mangkunegaran memiliki beberapa perbedaan.
Mengingat penari Gambyong di lingkungan Pura Mangkunegaran akan mengenakan kain wiron, mekak warna hijau, sampur gendalagiri warna kuning dan jamang.
Sedangkan, kostum penari Gambyong di luar lingkungan Pura Mangkunegaran akan mengenakan kain wiron, kembe, sampur polos dan bersanggul dengan warna kostum bebas.
18. Tari Remo (Jawa Timur)
Tari Remo merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari Jawa Timur.
Dikenal juga dengan sebutan Tari Ludruk, awal mula munculnya tari Remo di Jawa Timur berkaitan erat dengan berkembangnya kesenian Ludruk di wilayah tersebut.
Diduga, tarian ini sudah muncul sekitar tahun 1920-an dan bersifat religius di awal perkembangannya.
Pada awal perkembangannya, Tari Remo belum memiliki karakteristik yang jelas. Tarian ini sempat didefinisikan sebagai tarian yang menampilkan gerakan konvensional.
Namun, seiring berjalannya waktu, Tari Remo bergeser menjadi salah satu hiburan rakyat.
Tarian ini juga mengalami perubahan setelah bersentuhan dengan relitas politik masa pergerakan. Tari Remo pun akhirnya memantapkan diri menjadi tarian dengan tema keprajuritan.
Tari Remo biasanya dibawakan oleh penari wanita, namun terkadang juga dibawakan oleh pria dengan dandanan wanita.
Tarian ini juga tidak memiliki gerakan khusus karena bersifat spontan menyesuaikan irama gending serta menciptakan suasana akrab, gembira, dan meriah.
Biasanya, Tari Remo dipentaskan pada tiap acara perjamuan yang bertalian dengan perkawinan, khitanan, kaulan atau sekadar berpesta. Untuk busana yang dikenakan para penari umumnya terdiri dari kebaya, kain batik, dan sampur di pundaknya.
Diiringi dengan orkes gamelan slendro beserta nyanyian berbahasa Madura, tarian ini biasanya ditampilkan pada malam hari.
19. Tari Indang (Sumatera Barat)
Tari Indang adalah salah satu tari tradisional yang berasal dari Pariaman, Provinsi Sumatera Barat.
Dikenal luas dengan nama Tari Dindin Badindin, seni tari ini termasuk dalam jejeran tarian tradisional tersohor di Indonesia.
Merupakan kombinasi antara kebudayaan Minangkabau dan Islam, Tari Indang di populerkan oleh Syekh Buharuddin pada abad ke-13 di Sumatera Barat.
Dimana pada masa itu Sumatera Barat merupakan jalur perdagangan antara pedagang arab dan pesisir Tanah Minangkabau.
Awalnya,
tarian ini difungsikan sebagai media dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam.
Namun, seiring berjalannya waktu, Tari Indang beralih fungsi menjadi hiburan
rakyat.
Tari Indang sering sekali di pertunjukan saat upacara Tabuik dalam masyarakat Pariaman.
Sekaran, Tari Indang bisa kamu jumpai pada berbagai acara lain misalnya acara penyambutan tamu agung, pengangkatan penghulu desa atau acara festival budaya.
Tarian ini memiliki gerakan hampir menyerupai Tari Saman yang berasal dari Aceh, namun Tari Indang memiliki gerakan yang lebih santai.
Didominasi dengan gerakan yang lincah, dinamis dan bervariasi, Tari Indang memiliki satu gerakan yang cukup khas yakni gerakan tepukan tangan dan jentik-kan jari.
Terkait busana, para penari Indang menggunakan pakaian adat Minangkabau ataupun pakaian Adat Melayu.
Ciri khas dari busana penari Indang adalah penggunaan hiasan kepala, baju yang sedikit longgar, celana longgar hitam dan di balut dengan sarung khas Minangkabau.
20. Tari Bungong Jeumpa (Aceh)
Tari Bungong Jeumpa adalah tari tradisional yang berasal dari Provinsi Aceh.
Merupakan hasil kolaborasi gerakan tari dengan lagu yang mengiringinya, tarian ini menjadi salah satu tarian yang kental nilai-nilai ajaran Islam.
Bungong Jeumpa sendiri sebenarnya jufa merupakan judul salah satu lagu daerah yang paling terkenal di Aceh.
Konon, Jeumpa berasal dari kata sebuah kerajaan yang dulu pernah berjaya di nusantara yakni Kerajaan Jeumpa.
Lagu Bungong Jeumpa sendiri ditulis dalam bentuk hikayat berdasarkan ikhtisar Raja dari Kerajaan Jeumpa oleh Ibrahim Abduh.
Populer sekitar abad ke-7 Masehi, Lagu Bungong Jeumpa dikembangkan dengan memberikan ragam gerak yang indah sesuai alunan musiknya.
Kini, Lagu Bungong Jeumpa pun masih digunakan sebagai musik iringan ketika Tari Bungong Jeumpa dipentaskan.
Terkait gerakannya, Tari Bungong Jeumpa memiliki dua posisi yakni posisi duduk dan posisi berdiri. Kedua posisi gerakan tari ini pun memiliki sejumlah gerakan yang berbeda.
21. Tari Monong (Kalimantan Barat)
Tari Monong adalah salah satu tarian tradisional suku Dayak dari Provinsi Kalimantan Barat.
Sejatinya, tarian ini merupakan tarian penolak penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali.
Sederhananya, Tari Monong difungsikan sebagai ritual suku Dayak untuk mengusir roh jahat yang diyakini menyebabkan seseorang sakit, sekaligus meminta kesembuhan dari Tuhan.
Biasanya, Tari Monong dipertunjukkan ketika tetua atau dukun sedang dalam keadaan trance (di bawah alam sadar).
Seiring perkembangan zaman, tarian ini kini tak hanya dipertunjukkan untuk mengobati orang sakit saja.
Kini, Tari Monong juga disajikan sebagai sarana hiburan masyarakat untuk melestarikan kebudayaan suku Dayak.
Tari
Monong biasanya dibawakan oleh pria, wanita, atau keduanya sebagai tari
berpasangan. Para penari Monong akan mengenakan busana adat, ditambah dengan
perisai dan senjata sebagai simbol untuk mengusir roh-roh jahat.
Terkait gerakannya, Tari Monong memiliki gerakan yang fokus pada gerakan dukun dalam proses penyembuhan.
Bahkan ketika tarian ini dipertunjukkan, ada beberapa kata-kata yang diucapkan oleh para penari. Tari Monong sendiri menggunakan pola lantai lurus dan melengkung.
Ketika dipertunjukkan, para penari Monong akan diiringi musik Sape yang merupakan alat musik tradisional suku Dayak.
Musik pengiring ini akan menjadi jampi-jampi tarian yang ditujukan kepada Sang Pencipta agar si penderita dapat sembuh.
Nah, itulah deretan contoh seni tari di Indonesia lengkap dengan informasi asal daerah hingga gambarnya.
Semoga informasi di atas bisa bermanfaat dan menambah wawasan kamu ya!
Jika kamu ingin mencari informasi bermanfaat dan menarik lainnya, kamu bisa kunjungi situs blog Mamikos sekarang juga.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: