Contoh Teks Editorial Tentang Korupsi beserta Strukturnya Lengkap

Contoh Teks Editorial Tentang Korupsi beserta Strukturnya Lengkap – Ada banyak jenis teks yang dapat kamu temukan, salah satunya adalah teks editorial.

Diketahui, teks editorial merupakan tulisan yang berisikan analisis subyektif berdasarkan fakta dan data.

Agar kamu dapat lebih memahami materi teks editorial, yuk simak contoh teks editorial tentang korupsi beserta strukturnya berikut ini.

Berikut Contoh Teks Editorial Tentang Korupsi beserta Strukturnya

unsplash.com/JasonLeung

Tanpa kamu sadari, mungkin kamu sudah sering membaca teks editorial. Kamu bisa menjumpai teks editorial di media online, surat kabar ataupun majalah.

Tulisan berisi opini dan analisis subyektif atas suatu topik atau isu yang sedang ramai dibahas merupakan teks editorial.

Kerap dikenal dengan teks opini, teks editorial memberikan pendapat berdasarkan fakta dengan dukungan data-data.

Tentunya, opini yang disampaikan harus berdasarkan pada fakta dan dapat meyakinkan pembaca dengan cara yang logis.

Di dalam teks editorial, penulis bisa menyampaikan konten dengan tema yang beragam diantaranya pendidikan, kesehatan, lingkungan ataupun opini publik, hingga politik.

Nah, dalam artikel kali ini kita akan melihat contoh teks editorial dengan tema korupsi yang mungkin bisa menjadi bahan bacaan kamu ketika ingin menulis teks editorial sendiri.

Pengertian
Teks Editorial

Teks editorial merupakan salah satu bentuk artikel yang bisa kamu temukan di dalam surat kabar.

Biasanya, teks editorial ditulis oleh redaksi surat kabar terkait. Opini yang ditulis oleh redaksi ini dianggap sebagai pandangan resmi media terkait terhadap suatu isu yang sedang aktual.

Merujuk pada e-Modul Kemdikbud Bahasa Indonesia: Teks Editorial, teks editorial adalah artikel dalam surat kabar yang berisi pendapat atau pandangan redaksi terhadap suatu peristiwa aktual atau sedang menjadi perbincangan hangat pada saat surat kabar diterbitkan.

Singkatnya, teks editorial adalah opini atau pendapat yang ditulis oleh redaksi sebuah media terhadap isu aktual di masyarakat.

Struktur
Teks Editorial

Dilansir dari e-Modul Kemdikbud Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia kelas 12, teks editorial adalah bagian dari teks eksposisi.

Sehingga struktur umum dari teks editorial terdiri dari tiga bagian, di antaranya:

1.
Pengenalan isu atau tesis

Bagian ini berfungsi untuk mengenalkan isu atau permasalahan yang akan dibahas di bagian berikutnya.

Pengenalan isu dapat menyajikan peristiwa aktual, fenomenal, dan kontroversial.

Nantinya, pernyataan pendapat umumnya berisikan sudut pandang penulis terkait isu yang sedang dibahas.

Tesis sendiri merupakan teori yang diperkuat dengan argumen.

2. Penyampaian pendapat atau argumen

Bagian ini berisikan tanggapan redaksi terhadap isu yang telah diperkenalkan sebelumnya.

Argumentasi yang dimaksud adalah alasan ataupun bukti yang digunakan untuk memperkuat pernyataan umum atau data hasil penelitian, pernyataan para ahli, ataupun fakta berdasarkan referensi yang dapat dipercaya.

3.
Penegasan ulang

Bagian ini berisikan kesimpulan, saran atau rekomendasi. Pada bagian ini juga bisa kamu temukan harapan redaksi kepada pihak yang terlibat dalam menghadapi atau mengatasi persoalan yang terjadi dalam isu tersebut.

Pernyataan atau penegasan ulang pendapat berisi penegasan ulang pendapat yang didukung oleh fakta untuk memperkuat atau menegaskan keseluruhan isi teks editorial.

Contoh
Teks Editorial Tentang Korupsi dan Strukturnya

Agar
kamu dapat lebih memahami teks editorial, berikut ini adalah contoh teks
editorial bertemakan korupsi beserta strukturnya.

Contoh
1

Judul: Darurat Moralitas Benteng Keadilan

Pengenalan isu:

Reformasi di tubuh lembaga peradilan rupanya omong kosong belaka. Janji pimpinan Mahkamah Agung membersihkan ruang-ruang pengadilan dari suap dan korupsi pun ternyata palsu. Semua sebatas omongan yang tak pernah mampu direalisasikan.

Lembaga kekuasaan kehakiman yang semestinya menjadi benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan itu nyatanya tak sekuat yang kita idamkan.

Ia rapuh karena pilar-pilarnya sudah teracuni oleh korupsi. Lembaga itu kian melemah karena praktik jual beli hukum terus merajalela bahkan sampai di puncak pengadilan.

Argumentasi:

Kini, Mahkamah Agung sepertinya sedang dalam situasi darurat integritas, kredibilitas, dan moralitas. Dalam kasus terakhir, integritas dan moralitas aparat di lembaga itu bahkan semakin dipertanyakan. Kemarin, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.

Kita tahu salah satunya ialah hakim agung Sudrajad Dimyati. Inilah kali pertama seorang hakim agung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.

Selain hakim agung, KPK menangkap sejumlah pejabat dan ASN di Mahkamah Agung serta pengacara dan pihak swasta yang diduga menyuap.

Penegasan ulang:

Fakta bahwa ada hakim agung menjadi tersangka kasus korupsi jelas membuat publik prihatin, marah, sekaligus semakin kehilangan kepercayaan terhadap lembaga peradilan.

Bagaimana tidak bikin marah kalau mereka yang seharusnya menegakkan hukum malah bergentayangan mentransaksikan perkara untuk menangguk untung?

Bagaimana kita tidak kehilangan rasa percaya jika praktik korupsi di persidangan terus-terusan terjadi dan kali ini bahkan digawangi aparat berlevel hakim agung?

Tidak adakah kemauan yang kuat dari pimpinan MA untuk membenahi secara menyeluruh lembaga peradilan, dari hulu sampai hilir?

Sejauh ini MA sudah benar dengan segera memberhentikan sementara Sudrajad Dimyati dari posisi hakim agung sampai status hukumnya inkrah. Langkah itu tentu saja penting untuk mendukung penyidikan yang dilakukan KPK.

Namun, sejatinya tak cukup di situ jika MA memang betul-betul ingin membuktikan komitmen mereka dalam pemberantasan korupsi sekaligus meneguhkan visi MA dengan membersihkan aparatur di lingkungan peradilan.

Kita tahu MA hanyalah satu bagian dari sistem peradilan di negeri ini yang dalam praktiknya memang kerap menyebar bau busuk.

Disebut busuk karena sering kali yang dicari dari proses itu bukanlah keadilan, melainkan duit. Hukum diperjualbelikan, keadilan ditransaksikan.

Karena itu, pertama-tama mesti muncul kejujuran dari MA bahwa ada bagian yang bobrok di lembaga itu sehingga kasus yang hampir sama terus berulang.

Kejujuran itu akan menjadi landasan kuat dalam mereformasi lembaga tersebut.

Dalam konteks ini, menarik apa yang dikatakan Yosep Parera, pengacara yang juga menjadi tersangka pada kasus yang sama dengan Sudrajad.

Ia menyebut setiap aspek penegakan hukum di negara kita, dari tingkat bawah sampai atas, semua ditentukan uang. Atas dasar itu, sebagai penegak hukum, Yosep merasa moralitasnya sangat rendah dan karena itu, bersedia dihukum seberat-beratnya.

MA semestinya juga berani menyatakan mereka sedang dilanda ‘wabah’ moralitas rendah sehingga banyak aparatur mereka gemar memperjualbelikan hukum dan keadilan.

Setelah itu, tidak ada jalan lain, lembaga itu harus mengambil jalan tegas untuk membersihkan aparat-aparat yang sudah tercemar.

Keberanian itu tentu akan lebih cepat menuntun MA menuju perubahan yang lebih baik.

Segeralah lakukan agar reformasi lembaga peradilan tak sekadar omong kosong, supaya kepercayaan rakyat terhadap lembaga peradilan tidak terjun ke titik nadir.

Sumber:
mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2770-darurat-moralitas-benteng-keadilan

Contoh
2

Judul:
Lukas Enembe Uji Nyali KPK

Pengenalan
isu:

Gubernur Papua Lukas Enembe sedang menjadi sorotan terkait dengan dugaan korupsi berskala jumbo. Dia pun menjadi uji nyali buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tugas mereka menegakkan hukum bagi semua.

Lukas ditetapkan sebagai tersangka pada 5 September. Dia diduga terlibat dalam penerimaan suap dan gratifikasi Rp1 miliar.

Dia juga sudah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan, tetapi mangkir. Alasannya pun klise, seklise alasan banyak tersangka korupsi lain, yakni sakit.

Dari sisi nominal, angka Rp1 miliar mungkin kecil buat seorang gubernur. Hal itu pula yang dijadikan dalih Lukas untuk mempersoalkan penetapan tersangka terhadap dirinya.

Dia menuding KPK tidak murni menegakkan hukum. Dia menuduh KPK melakukan kriminalisasi.

Lukas boleh punya alasan apa pun, mengeklaim apa saja. Boleh-boleh saja dia gencar menarasikan kepada publik soal uang suap yang dituduhkan KPK cuma Rp1 miliar. Namun, KPK punya versi lain, versi yang berkebalikan dengan cerita Lukas.

Argumentasi:

Soal uang Rp1 miliar, misalnya, KPK menyebutkan jumlah itu hanya merupakan hasil penyelidikan awal. Dalam pengembangan perkara, dugaan korupsi yang dilakukan Lukas bisa mencapai ratusan miliar.

Itulah yang disuarakan Menko Polhukam Mahfud MD. Dalam jumpa pers, dua hari lalu, dijabarkan ada 12 laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal dugaan transaksi tidak wajar yang melibatkan Lukas.

Satu yang mencengangkan, Lukas melakukan setoran tunai di kasino judi senilai US$55 juta, atau sekitar Rp560 miliar. PPATK juga telah memblokir sejumlah rekening bank dan asuransi yang jumlahnya mencapai Rp71 miliar.

KPK juga sedang mendalami sejumlah kasus korupsi lain yang menyeret Lukas. Sebut saja ratusan miliar rupiah dana operasional pimpinan dana pengelolaan PON.

Jelas, kasus yang menjerat Lukas bukan kaleng-kaleng. Ia serius, sangat serius sehingga harus ditangani dengan sangat serius.

Penegasan
ulang:

Sejauh ini, KPK terus mengimbau Lukas untuk kooperatif. Mangkir dari panggilan penyidik bukanlah sikap yang bijak, juga tak akan menyelesaikan persoalan.

Kalau memang tidak bersalah, kalau memang merasa dikriminalisasi, buktikan saja semuanya di depan penyidik.

KPK saat ini sudah berbeda. Sejak UU No 19 Tahun 2019 diberlakukan, penetapan tersangka oleh mereka bukan lagi harga mati.

Status tersangka bisa dibatalkan, surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dapat diterbitkan. Jadi, buat apa takut kalau memang tidak bersalah?

Bersembunyi untuk menghindari pemeriksaan hanya akan membuat masalah berlarut-larut. Mengandalkan ratusan orang untuk menjaga rumah persembunyian cuma memperpanjang persoalan.

Kita memaklumi, menangani kasus korupsi yang melibatkan pejabat Papua tidak sesederhana di daerah lain. Dampak politik dan keamanan mengharuskan penegakan hukum di sana dilakukan dengan hati-hati.

Karena itu, apa yang dilakukan KPK yang secara persuasif meminta Lukas kooperatif bisa kita pahami.

Kita berharap Lukas segera menjadi warga negara yang baik dengan mematuhi hukum.

Namun, harapan itu ada batasnya. Langkah tegas harus dilakukan jika tersangka terus-terusan menghambat penyidikan. Di sinilah profesionalisme dan keberanian KPK diuji.

Kita mendukung sepenuhnya upaya KPK memberantas korupsi di seluruh negeri, termasuk di Papua. Tidak cuma Lukas Enembe, Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak, dan Bupati Mimika Eltinus Omaleng yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, pejabat lancung lainnya juga mesti ditindak.

Bukankah pemerintah pernah mengatakan ada 10 kasus korupsi besar di ‘Bumi Cenderawasih’?

Kepada masyarakat Papua, kita ingin mengatakan penegakan hukum terhadap para pejabat korup bukan berarti negara memusuhi Papua.

Justru sebaliknya, karena benar-benar menyayangi Papua, negara hendak membersihkan Papua dari para parasit agar setiap rupiah duit rakyat dinikmati rakyat.

Sumber: mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2767-lukas-enembe-uji-nyali-kpk

Contoh
3

Judul: Memanjakan Koruptor

Pengenalan
isu:

Hukuman yang ringan ditambah dengan fasilitas resmi semakin memanjakan koruptor di negeri ini. Dimanjakan karena Mahkamah Agung mengabulkan permohonan judicial review untuk membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan pemberian remisi.

MA mencabut dan membatalkan PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam PP tersebut, koruptor bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat jika dibandingkan dengan narapidana lainnya.

Syarat yang dimaksud ialah terpidana korupsi harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator).

Selain itu, remisi diberikan setelah terpidana korupsi telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Pertimbangan utama pemerintah membatasi pemberian remisi untuk koruptor karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

Korupsi menimbulkan kerusakan dalam skala yang sangat luas sehingga korupsi juga dianggap sebagai kejahatan hak asasi manusia dan kejahatan kemanusiaan. 

Argumentasi:

Menurut MA, keberadaan PP 99/2012 itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1996 tentang Pemasyarakatan. MA menegaskan, persyaratan memperoleh remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan. Remisi harus diberikan kepada semua napi, kecuali dicabut oleh putusan pengadilan.

Penegasan MA itu memperlihatkan adanya perubahan sikap yang sangat ekstrem di lembaga benteng terakhir pencari keadilan itu.

Sebab, sebelumnya, MA menyatakan pengetatan pemberian remisi kepada terpidana dengan kategori kejahatan khusus, salah satunya korupsi, ialah konstitusional seperti tertuang dalam putusan MA Nomor 51 P/HUM/2013 dan Nomor 63 P/HUM/2015.

Dalam dua putusan itu, MA menegaskan bahwa perbedaan syarat pemberian remisi merupakan konsekuensi logis terhadap adanya perbedaan karakter jenis kejahatan, sifat berbahayanya, dan dampak kejahatan yang dilakukan seorang terpidana.

Perubahan sikap yang sangat ekstrem dari MA itu, sepertinya, mengikuti pandangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan MK Nomor 41/PUU-XIX/2021 yang dibacakan pada 30 September 2021.

Meski menolak seluruh permohonan yang diajukan OC Kaligis, MK berpandangan tentang model pemberian remisi harus melalui putusan peradilan. Pandangan MK itu sejalan dengan pandangan MA bahwa remisi harus diberikan kepada semua napi, kecuali dicabut putusan pengadilan.

Penegasan
Ulang:

Harapan publik untuk tidak memberikan keistimewaan kepada koruptor kini berada di pundak hakim. Akan tetapi, sebaiknya publik tidak memberikan ekspektasi terlampau tinggi agar tidak mengalami kekecewan amat mendalam dalam melihat realitasnya.

Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) atas putusan hakim pada semester pertama 2020 menemukan fakta bahwa rata-rata vonis yang diberikan kepada para koruptor hanya tiga tahun. Rinciannya, rata-rata vonis di Pengadilan Tipikor ialah 2 tahun 11 bulan.

Di tingkat banding, yakni Pengadilan Tinggi, rata-rata vonisnya ialah 3 tahun 6 bulan, sedangkan baik di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali di MA, rata-rata vonis 4 tahun 8 bulan.

Jangan terkecoh dengan rata-rata vonis yang diputus di MA yang terlihat tinggi sebab vonis itu sesungguhnya masih jauh lebih rendah daripada ancaman hukum maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup.

Apalagi, muncul fenomena diskon hukuman koruptor. Berdasarkan data yang dimiliki KPK, pada 2020, tercatat ada 20 perkara korupsi yang hukumannya dikurangi MA.

Masih ada secercah harapan. Ada dua jenis pemidanaan, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Yang dimaksudkan dengan pidana tambahan antara lain pencabutan hak-hak tertentu.

Sejauh ini, dalam praktik, jaksa menuntut pencabutan hak politik koruptor dan sering pula dikabulkan hakim.

Eloknya, jaksa juga menuntut pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat koruptor sebagai hukuman tambahan. Jaksa KPK pernah menuntut Muhtar Ependy dihukum pidana tambahan, yakni pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat.

Namun, hakim menolak dengan alasan hak remisi dan pembebasan bersyarat diatur dalam UU dan menjadi kewenangan pemerintah untuk memberikan atau tidak memberikan kepada seorang terpidana.

Kini tergantung pemerintah, apakah masih berpihak kepada koruptor atau berpihak kepada rasa keadilan masyarakat. Apakah korupsi masih dipandang sebagai kejahatan luar biasa atau biasa-biasa saja. Mestinya pemerintah tidak royal memberikan remisi.

Memang, penjara bukanlah tempat untuk balas dendam. Menghukum koruptor secara maksimal ditambah memperketat syarat remisi sesungguhnya sebuah pesan yang kuat untuk banyak orang di luar tembok penjara agar mereka mengurungkan niat merampok uang negara. Pesan itulah yang dihapus MA dan kini korupsi sebagai kejahatan yang biasa-biasa saja.

Sumber: mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2473-memanjakan-koruptor

Penutup

Nah, di atas tadi Mamikos sudah bagikan contoh teks editorial tentang korupsi beserta strukturnya lengkap untuk kamu!

Semoga contoh di atas bisa menjadi menambah pengetahuan kamu soal teks editorial ya! Jika kamu ingin mencari informasi yang bermanfaat lainnya, kamu bisa kunjungi situs blog Mamikos dan temukan informasinya di sana.


Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:

Kost Dekat UGM Jogja

Kost Dekat UNPAD Jatinangor

Kost Dekat UNDIP Semarang

Kost Dekat UI Depok

Kost Dekat UB Malang

Kost Dekat Unnes Semarang

Kost Dekat UMY Jogja

Kost Dekat UNY Jogja

Kost Dekat UNS Solo

Kost Dekat ITB Bandung

Kost Dekat UMS Solo

Kost Dekat ITS Surabaya

Kost Dekat Unesa Surabaya

Kost Dekat UNAIR Surabaya

Kost Dekat UIN Jakarta