Daftar Nama Pahlawan Wanita Indonesia yang Berjuang untuk Kemerdekaan RI
Daftar nama pahlawan wanita Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan RI – Kata pahlawan erat kaitannya dengan orang yang berjuang. Selain itu, pahlawan juga dapat diartikan sebagai sosok yang memiliki bakti kepada masyarakat, negara, bangsa serta umat manusia. Umumnya, pahlawan memiliki sikap berani, gigih, dan pantang menyerah demi mencapai dan mendapatkan tujuannya. Mereka rela berkorban dan memiliki sikap yang tulus tanpa dilandasi sikap pamrih atau motif demi kepentingan pribadi.
Biografi Singkat Pahlawan Wanita Indonesia
Daftar Isi
Daftar Isi
Indonesia mengalami masa penjajahan lebih dari 300 tahun. Di mana selama rentang waktu tersebut ada banyak rakyat Indonesia yang berjuang melawan penjajah dan juga berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Selain itu, ada pula sosok-sosok yang menjadi tokoh utama saat masa perjuangan ini, baik itu pria maupun wanita. Pada artikel di bawah ini, Mamikos akan memberi kamu informasi tentang daftar nama pahlawan wanita Indonesia yang turut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Nama-nama Srikandi Indonesia
1. Martha Christina Tiahahu
Wanita hebat pertama datang dari Pulau Nusa Laut, Maluku, yang lahir pada 4 Januari 1800. Martha Christina Tiahahu yang sejak umur 17 tahun sudah berjuang melawan tentara kolonial Belanda bersama sang ayah, yaitu Kapitan Paulus Tiahahu. Dengan sikapnya yang berani, pahlawan wanita ini juga memberi semangat pada kaum wanita agar ikut membantu kaum pria dalam medan pertempuran.
Martha Christina Tiahahu menghembuskan nafas terakhirnya pada 2 Januari 2021 setelah tertangkap oleh Belanda. Beliau tertangkap pada bulan Desember 1817 dan diangkut ke kapal Eversten yang bertolak ke Jawa. Selama di kapal itulah kesehatannya memburuk dan menolak makan maupun pengobatan, hingga akhirnya beliau pun wafat sebagai pahlawan wanita Indonesia.
Atas perjuangan dan pengorbanannya tersebut, pemerintah Maluku membangun monumen untuk mengenang jasa Martha Christina Tiahahu. Selain itu, namanya turut diabadikan sebagai nama jalan di Karang Panjang. Ada pula kapal perang Indonesia yang dibaptis dalam KRI Martha Christina Tiahahu.
2. Cut Nyak Dhien
Sosok wanita Indonesia selanjutnya yang berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia adalah Cut Nyak Dhien. Putri Aceh ini lahir pada tahun 1848 dan turut berjuang melawan Belanda pada masa perang Aceh. Bersama dengan Teuku Umar yang merupakan suaminya, mereka berjuang dengan semangat yang berapi-api. Salah satu gerakan bersejarah Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar adalah Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar) yang dilakukan kepada Belanda.
Setelah Teuku Umar gugur dalam medan perang pada tahun 1899, Cut Nyak Dhien pun melanjutkan perjuangan suaminya. Namun, kemudian kesehatannya menurun hingga berakhir diasingkan ke Sumedang oleh Belanda karena ketahuan masih berhubungan dengan para pejuang dari Aceh. Beliau ditahan bersama seorang ulama bernama Ilyas yang kemudian menyadari bahwa Cut Nyak Dhien ahli dalam agama Islam, sehingga diberi julukan “Ibu Perbu”.
Kemudian, pada 6 November 1908, Cut Nyak Dhien menghembuskan nafas terakhirnya. Makam beliau baru ditemukan pada tahun 1959 atas permintan Ali Hasan, Gubernur Aceh pada masa itu. Lalu, makam tersebut dipugar untuk pertama kalinya pada 1987 dan diresmikan oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan. Selain itu, Cut Nyak Dhien diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soekarno pada 2 Mei 1964 melalui SK Presiden RI No. 106 tahun 1964.
3. Cut Nyak Meutia
Satu lagi pahlawan wanita Indonesia yang berasal dari Aceh, yakni Cut Nyak Meutia yang lahir pada tahun 1870 di Aceh Utara. Beliau tumbuh dengan melihat langsung suasana perang antara Aceh dengan Belanda. Hal tersebutlah yang kemudian membentuk dirinya menjadi seorang pejuang. Bersama dengan Teuku Cik Tunong, suami istri ini melakukan perang gerilya. Namun, kemudian pada tahun 1905 suaminya gugur dalam medan perang melawan Belanda.
Setelah Teuku Cik Tunong wafat, Cut Nyak Meutia pun menikah lagi dengan Pang Nanggroe atas pesan mendiang suaminya. Namun, dalam pertempuran di Paya Cicem, Pang Nanggroe terbunuh. Beliau dengan gigih tetap melanjutkan perjuangannya bersama dengan pasukannya dan anaknya yang berusia 11 tahun.
Cut Nyak Meutia pada akhirnya mati tertembak dengan beberapa peluru bersarang di tubuhnya. Beliau pun gugur pada tanggal 25 Oktober 1910 dalam perjuangannya melawan Belanda. Kini makamnya terletak di hutan belantara kawasan Gunung Lipeh yang diapit oleh tiga kecamatan di Aceh, yaitu Kecamatan Matangkuli, Kecamatan Paya Bakong, dan Kecamatan Girek.
4. Raden Ajeng Kartini
Tokoh yang lahir di Jepara pada 21 April 1879 ini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Sebagai seorang bangsawan, R.A. Kartini berkesempatan memperoleh pendidikan. Beliau bersekolah di Europese Lagere School (ELS) dan mempelajari Bahasa Belanda.
Berdasarkan pemahaman pada masa itu bahwa perempuan harus tinggal di rumah, maka Kartini hanya bersekolah sampai usia 12 tahun. Namun, dengan beliau yang berada di rumah ini justru aktif surat-menyurat dengan teman yang berada di Belanda. Dari situlah Kartini mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah. dan buku-buku. Dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang luas, R.A. Kartini pun memberi perhatian khusus pada emansipasi wanita. Beliau bercita-cita melihat perempuan pribumi dapat menuntut ilmu dan belajar seperti saat ini.
R.A. Kartini wafat pada 17 September 1904, beberapa hari setelah melahirkan putra satu-satunya pada 13 September 1904. Setelah beliau meninggal, seorang pria Belanda bernama J. H Abendanon mengumpulkan surat-surat yang pernah dituliskannya. Surat-surat tersebut kemudian disusun menjadi sebuah buku dengan judul Door Duisternis Tot Licht yang bila disajikan dalam bahasa Melayu menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Pemikiran Kartini pun akhirnya menarik perhatian masyarakat Belanda dan banyak mengubah pola pikir mereka.
5. Dewi Sartika
Lahir dari sebuah keluarga Sunda ternama, Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884. Ayahnya yang menjabat sebagai Patih Bandung, maka Dewi Sartika beserta saudaranya berkesempatan mengikuti sekolah di Eerste Klasse School. Sejak kecil, beliau menunjukan bakat pendidik dan kegigihan untuk dapat meraih kemajuan, yakni dengan sikap sigap, lincah, dan berani.
Seiring waktu dan kedewasaannya, Dewi Sartika memiliki cita-cita untuk mendirikan sekolah bagi perempuan. Di mana pada tahun 1902 Dewi Sartika pun dapat merintis pendidikan bagi perempuan, tetapi tentunya dengan jalan yang berliku dan tidak mudah. Hingga pada 16 Januari 1904 beliau mendirikan sekolah bernama Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung.
6. Maria Walanda Maramis
Maria Josephine Catherine Maramis adalah seorang pahlawan wanita Indonesia dan merupakan Pahlawan Nasional Indonesia yang berjasa dalam usahanya untuk memajukan keadaan wanita di Indonesia pada awal abad ke-20. Beliau tumbuh dan besar di Maumbi bersama sang paman sejak orangtuanya meninggal kala ia berusia 6 tahun. Di sana Maria penerima pendidikan di sebuah sekolah bernama Sekolah Melayu dan inilah satu-satunya pendidikan resmi yang diterimanya. Di mana kala itu perempuan masih diharapkan untuk menikah dan mengasuh keluarga.
Maria menikah pada umur 18 tahun dan setelahnya mempunyai tiga anak perempuan. Lalu, pada bulan Juli 1917, Maria yang kini lebih dikenal sebagai Maramis mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya) atas bantuan suami dan kawan-kawannya. Dalam organisasi tersebut memiliki tujuan untuk mendidik kaum perempuan dalam hal rumah tangga, seperti memasak, menjahit, pekerjaan tangan, merawat bayi, dan sebagainya.
7. Hj. Rasuna Said
Wanita yang lahir di Sumatera Barat pada tanggal 14 September 1910 ini merupakan pahlawan wanita indonesia yang merupakan pejuang kemerdekaan dan juga Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita. Di mana Rasuna sempat mengajar di Diniyah School Putri, sebelum pada tahun 1930 beliau berhenti mengajar. Pemikirannya mengatakan bahwa kemauan wanita tidak hanya bisa didapat dari mendirikan sekolah saja, tetapi harus disertai dengan perjuangan politik.
Awal perjuangan Rasuna Said dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat dengan menduduki posisi Sekretaris cabang dan kemudian menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia (Permi). Isi pidato beliau selalu mengecam secara tajam ketidakadilan yang berasal dari Belanda, hingga karena ini ia ditangkap dan dipenjara di Semarang pada tahun 1932. Setelah keluar dari penjara, Rasuna tetap aktif beraktivitas. Beliau adalah salah satu pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Lalu, beliau menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit 5 Juli 1959.
Rasuna Said wafat pada tanggal 5 November 1965 karena mengidap penyakit kanker darah. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan karena perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa, Rasuna diberi gelar Pahlawan Nasional. Namanya pun turut diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Jakarta, yaitu Jalan HR Rasuna Said yang berada di sepanjang Kuningan sampai dengan Setiabudi.
8. Nyai Ahmad Dahlan
Siti Walida merupakan istri dari KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Sebagai seorang istri dari pejuang dan ulama besar, Nyai Ahmad Dahlan turut berperan dan membantu suaminya dalam perjuangan kemerdekaan serta pengembangan organisasi Muhammadiyah. Beliau melibatkan diri dalam organisasi Muhammadiyah dengan merintis kelompok pengajian Sopo Tresno (Siapa Cinta). Kelompok pengajian tersebut kemudian berkembang menjadi organisasi kewanitaan bernama Aisyah dan beliau dipercayakan posisi ketua.
Menginjak usia ke 74 tahun pada 31 Mei 1946, Nyai Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Atas jasanya pada bangsa ini, beliau diberi gelar Pahlawan Nasional berdasar pada SK Presiden Indonesia No. 042/TK/Tahun 1971.
9. Fatmawati Soekarno
Fatima atau yang lebih dikenal dengan nama Fatmawati Soekarno lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923. Lahir dari tokoh Muhammadiyah yang terpandang, yaitu Hassan Din, Fatima dididik untuk cinta pada Tanah Air memikirkan kemerdekaan dan berkorban demi Tanah Air sejak masih kecil. Fatimah tumbuh menjadi wanita yang cerdas berbakti pada orangtua, agama, dan nusa bangsa, serta memiliki pemikiran yang maju.
Selain dikenal sebagai istri dari Soekarno sekaligus Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 sampai dengan 1967, Fatmawati juga dikenal dengan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera yang dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Selama masa perjuangan, beliau pun turut mendukung perjuangan Soekarno.
Fatmawati meninggal pada 14 Mei 1980 saat perjalanan pulang dari umroh di Mekkah karena serangan jantung. Beliau pun dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
10. Nyi Ageng Serang
Raden Ajeng Kustiyah atau yang lebih akrab disapa Nyi Ageng Serang merupakan salah satu keturunan Sunan Kalijaga yang lahir di Jawa Tengah pada tahun 1762. Beliau juga merupakan keturunan dari Pahlawan Nasional Ki Hajar Dewantara. Nyi Ageng Serang merupakan sosok pemimpin yang arif dan bijaksana sehingga menjadi panutan untuk para penganutnya. Selain itu, beliau juga memiliki keahlian dalam krida perang.
Pada tahun 1828, Nyi Ageng Serang wafat di Yogyakarta dan dimakamkan di Kalibawang, Kulon Progo. Atas jasanya, warga Kulon Progo mendirikan sebuah monumen di tengah kota Wates. Monumen tersebut adalah patung Nyi Ageng yang sedang menaiki kuda dengan gagah dan berani sambil membawa tombak.
Bagaimana perasaan kamu setelah membaca informasi di atas? Faktanya, memang sebesar itulah pengorbanan para pahlawan wanita Indonesia dan juga kegigihannya yang tanpa ada kata menyerah. Semoga hal tersebut juga bisa kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari, ya. Selain itu, hormati dan ingatlah selalu jasa mereka para pahlawan.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: