Panduan Resmi Ibadah Puasa Ramadhan & Idul Fitri 2021 di Tengah Wabah Corona Covid-19
Virus Corona – Tampaknya jika virus Corona (Covid-19) di Indonesia belum mereda maka suasana bulan Ramadhan di tahun ini akan sedikit berbeda. Menanggapi situasi seperti sekarang ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun sudah mengeluarkan surat edaran terkait virus Corona dan bulan Ramadhan sejak tahun lalu. Untuk info lebih jelasnya lagi, kamu bisa temukan di bawah ini.
Berikut Panduan Ibadah Ramadhan Saat Wabah Virus Corona
Sejak masuknya wabah virus Corona (Covid-19) ke Indonesia, semua kegiatan pun seakan-akan lumpuh dan terhambat. Kini pemerintahan di berbagai negara termasuk Indonesia, tengah mengupayakan dan mencari jalan keluar untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona ini. Mengingat sebentar lagi bulan Ramadhan pun akan tiba, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun sudah mengimbau agar persoalan ibadah umat Islam yang akan dilaksanakan saat Ramadan bisa mengikuti fatwa seperti yang sudah disampaikan sejak Ramadhan tahun lalu. Adapun isi dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah adalah sebagai berikut.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Menanggapi wabah virus Corona yang mengkhawatirkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau agar persoalan ibadah umat Islam yang akan dilaksanakan saat Ramadan bisa mengikuti fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situsasi Terjadi Wabah Covid-19.
Isi fatwa yang disampaikan MUI dari surat edaran tersebut adalah sebagai berikut.
Ketentuan hukum
1. Melakukan ikhtiar menjaga kesehatan
Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang terinfeksi wajib mengisolasi diri
Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan Salat Dzuhur di tempat kediaman, karena Salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/ rawatib, Salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
3. Tidak melakukan kontak fisik secara langsung
Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
4. Shalat Jumat diganti dengan Shalat Dzuhur
Dalam kondisi penyebaran virus Corona tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan Salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan Salat Dzuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran virus Corona, seperti jamaah salat lima waktu/ rawatib, Salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
5. Jika kondisi terkendali, wajib melaksanakan Shalat Jumat
Dalam kondisi penyebaran virus Corona terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan Salat Jumat.
6. Pemerintah menjadikan fatwa sebagai pedoman dalam penanggulangan Corona
Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan virus Corona terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
7. Pengurusan jenazah yang terpapar virus Corona
Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar virus Corona, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar virus Corona.
8. Mendekatkan diri kepada Allah
Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap salat fardhu, memperbanyak salawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah virus Corona.
9. Menimbun kebutuhan pokok adalah haram hukumnya
Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.
Rekomendasi
- Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan import barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency.
- Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar virus Corona, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.
- Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran virus Corona dan orang yang terpapar virus Corona sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh.
Fatwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pimpinan Pusat Muhammadiyah sendiri merupakanjenjang struktur Muhammadiyah tertinggi. Dalam level yang paling tinggi dari seluruh level Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif dari seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah Indonesia melalui berbagai bentuk aktivitas dakwah, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya. Sama seperti MUI, Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga telah mengeluarkan surat himbauan kepada umat Muslim di Indonesia terkait wabah virus Corona ini. Pimpinan Pusat Muhammadiyah menghimbau agar masyarakat bisa mengikuti fatawa-fatawa yang disebutkan melalui Surat Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19. Adapun berikut isi fatwa-fatwa yang ada di dalam surat edaran tersebut.
1. Shalat 5 waktu di rumah
Isi Fatwa Muhammadiyah yang pertama adalah terkait pelaksanaan shalat 5 waktu. Jika biasanya umat Muslim menjalankan shalat 5 waktu secara berjemaah di masjid atau mushala, maka untuk sementara waktu dianjurkan agar dilaksanakan di rumah masing-masing. Hal ini sesuai dengan imbauan untuk melakukan social/physical distancing sebagai upaya pencegahan penularan yang salah satunya melalui kontak langsung dengan penderita.
2. Shalat Jumat diganti shalat dzuhur
Fatwa selanjutnya adalah terkait pelaksanaan shalat Jumat. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, melalui surat edaran itu, menyebutkan, jika shalat Jumat sebagai kewajiban pokok tidak dapat dilakukan, maka beralih pada kewajiban pengganti, yaitu shalat dzuhur empat rakaat di rumah masing-masing.
3. Penggantian kalimat azan
Secara umum, azan merupakan penanda masuknya waktu shalat tetap dikumandangkan seperti biasa. Namun, dalam surat edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah disebutkan bahwa ada salah satu kalimat dalam azan yang diubah. Kalimat itu adalah seruan hayya ‘alas-salah (kemarilah laksanakan shalat) yang harus diganti dengan kalimat sallu fi rihalikum (shalatlah kalian di kendaraan kalian) atau sallu fi (shalatlah kalian di rumah masing-masing). Kalimat pengganti tersebut sudah disesuaikan dengan tuntunan syariat yang ada.
4. Pelaksanaan shalat tarawih di rumah
Biasanya, shalat tarawih dilakukan secara berjemaah di masjid, musala, dan sejenisnya. Namun, jika wabah virus Corona ini masih mengkhawatirkan maka umat Muslim diminta untuk melakukan shalat tarawih di rumah masing-masing. Dengan demikian, takmir masjid pun tidak perlu mempersiapkan kegiatan Ramadhan lainnya, seperti ceramah, tadarus berjemaah, iktikaf, dan sebagainya.
5. Puasa bagi tenaga medis
Tenaga medis yang menangani pasien virus Corona membutuhkan kekebalan tubuh ekstra dan kesehatan baik fisik maupun non-fisik. Dalam rangka itu, tenaga medis pun diperbolehkan untuk tidak berpuasa apabila dikhawatirkan bilamana tetap berpuasa justru akan membuat kekebalan tubuh dan kesehatannya menurun, sehingga mengakibatkan terpapar Covid-19 lebih besar dan berujung pada ancaman kematian
6. Shalat Idul Fitri tidak diselenggarakan jika virus Corona belum mereda
Fatwa terakhir yang dituliskan di dalam surat edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah, adalah terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri dan rangkaian kegiatan yang mengikutinya. Shalat ini merupakan sunnah muakkadah yang sangat penting. Akan tetapi, jika wabah Covid-19 belum mereda di awal bulan Syawal nanti maka seluruh rangkaian shalat Idul Fitri tidak akan diselenggarakan. Kegiatan penyerta misalnya mudik, pawai takbir, halalbihalal, dan sebagainya juga tidak diselenggarakan. Satu lagi terkait dengan Idul Fitri, kumandang takbir yang biasa dilakukan di masjid-masjid bisa dilakukan dari rumah masing-masing. Keputusan tersebut diambil dengan menjadikan nilai dasar ajaran Islam dan beberapa prinsip turunannya sebagai pedoman utama.
Panduan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri dari Kemenag
1. Umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan baik berdasarkan ketentuan fikih ibadah.
2. Sahur dan buka puasa dilakukan oleh individu atau keluarga inti, tidak perlu sahur on the road atau ifthar jama’i (buka puasa bersama).
3. Salat tarawih dilakukan secara individual atau berjemaah bersama keluarga inti di rumah.
4. Tilawah atau tadarus Alquran dilakukan di rumah masing-masing berdasarkan perintah Rasulullah SAW untuk menyinari rumah dengan tilawah Alquran.
5. Buka puasa bersama baik dilaksanakan di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid maupun musala ditiadakan.
6. Peringatan Nuzulul Qu’an dalam bentuk tablig dengan menghadirkan penceramah dan massa dalam jumlah besar, baik di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid maupun musala ditiadakan.
7. Tidak melakukan iktikaf di 10 (sepuluh) malam terakhir bulan Ramadan di masjid/musala.
8. Pelaksanaan salat Idul Fitri yang lazimnya dilaksanakan secara berjemaah, baik di masjid atau di lapangan ditiadakan, untuk itu diharapkan terbitnya Fatwa MUI menjelang waktunya
9. Agar tidak melakukan kegiatan sebagai berikut:
a) Salat Tarawih keliling (tarling).
b) Takbiran keliling. Kegiatan takbiran cukup dilakukan di masjid/musala dengan menggunakan pengeras suara.
c) Pesantren kilat, kecuali melalui media elektronik.
10. Silaturahim atau halal bihalal yang lazim dilaksanakan ketika hari raya Idul Fitri, bisa dilakukan melalui media sosial dan video call/conference;
11. Pengumpulan Zakat Fitrah dan/atau ZIS (Zakat, Infak, dan Sedekah):
a) Mengimbau kepada segenap umat muslim agar membayarkan zakat hartanya segera sebelum puasa Ramadan sehingga bisa terdistribusi kepada mustahik (penerima zakat) lebih cepat.
b) Bagi organisasi pengelola zakat untuk sebisa mungkin meminimalkan pengumpulan zakat melalui kontak fisik, tatap muka secara langsung dan membuka gerai di tempat keramaian. Hal tersebut diganti menjadi sosialisasi pembayaran zakat melalui layanan jemput zakat dan transfer layanan perbankan.
c) Organisasi pengelola zakat berkomunikasi melalui unit pengumpul zakat (UPZ) dan panitia pengumpul Zakat Fitrah yang berada di lingkungan masjid, musala, dan tempat pengumpulan zakat lainnya yang berada di lingkungan masyarakat untuk menyediakan sarana untuk cuci tangan pakai sabun (CTPS) dan alat pembersih sekali pakai (tissue) di lingkungan sekitar.
d) Memastikan satuan pada organisasi pengelola zakat, lingkungan masjid, musala dan tempat lainnya untuk melakukan pembersihan ruangan dan lingkungan penerimaan zakat secara rutin, khususnya handel pintu, saklar lampu, komputer, papan tik (keyboard), alat pencatatan, tempat penyimpanan dan fasilitas lain yang sering terpegang oleh tangan. Gunakan petugas yang terampil menjalankan tugas pembersihan dan gunakan bahan pembersih yang sesuai untuk keperluan tersebut.
e) Mengingatkan para panitia Pengumpul Zakat Fitrah dan/atau ZIS untuk meminimalkan kontak fisik langsung, seperti berjabat tangan ketika melakukan penyerahan zakat.
12. Penyaluran Zakat Fitrah dan/atau ZIS (Zakat, Infak, dan Shadaqah):
a) Organisasi pengelola zakat, unit pengumpul zakat (UPZ) dan panitia pengumpul Zakat Fitrah dan/atau ZIS yang berada di lingkungan masjid, musala dan tempat pengumpulan zakat lainnya yang berada di lingkungan masyarakat untuk menghindari penyaluran zakat fitrah kepada Mustahik melalui tukar kupon dan mengadakan pengumpulan orang.
b) Organisasi pengelola Zakat Fitrah dan/atau ZIS yang berada di lingkungan masjid, musala dan tempat pengumpulan zakat lainnya yang berada di lingkungan masyarakat untuk menghindari penyaluran Zakat Fitrah kepada mustahik melalui tukar kupon dan mengumpulkan para penerima Zakat Fitrah.
c) Organisasi pengelola zakat, unit pengumpul zakat (UPZ) dan panitia pengumpul Zakat Fitrah dan/atau ZIS yang berada di lingkungan masjid, musala dan tempat pengumpulan zakat lainnya yang berada di lingkungan masyarakat untuk melakukan penyaluran dengan memberikan secara langsung kepada mustahik.
d) Organisasi pengelola zakat, unit pengumpul zakat (UPZ) dan panitia pengumpul Zakat Fitrah atau ZIS yang berada di lingkungan masjid, musala dan tempat pengumpulan zakat lainnya yang berada di lingkungan masyarakat untuk proaktif dalam melakukan pendataan Mustahik dengan berkoordinasi kepada tokoh Masyarakat maupun ketua RT dan RW setempat.
13. Petugas yang melakukan penyaluran Zakat Fitrah dan/atau ZIS agar dilengkapi dengan alat pelindung kesehatan seperti masker, sarung tangan dan alat pembersih sekali pakai (tisu).
14. Dalam menjalankan ibadah Ramadhan dan Syawal, seyogyanya masing-masing pihak turut mendorong menciptakan dan menjaga kondusifitas kehidupan keberagamaan dengan tetap mengedepankan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah.
15. Senantiasa memperhatikan instruksi Pemerintah Pusat dan Daerah setempat, terkait pencegahan dan penanganan COVID-19.
Nah, di atas tadi Mamikos sudah merangkumkan kamu isi fatwa-fatwa yang wajib kamu ketahui terkait virus Corona dan bulan Ramadhan.
Oh iya, jika kamu berencana ingin merantau di luar kota maka jangan lupa install aplikasi Mamikos di ponsel Android atau iOS kamu ya! Di aplikasi Mamikos, kamu bisa menemukan info sewa kost-kostan, apartemen, hingga rumah kontrakan di tanah air dengan praktis tanpa harus turun ke jalanan.
Klik dan dapatkan info kost di dekatmu: