7 Nama Bahasa Daerah yang Ada di Indonesia dan Penjelasannya
7 Nama Bahasa Daerah Yang Ada Di Indonesia Dan Penjelasannya – Selain kaya dengan beragam suku bangsa beserta dengan keunikan budayanya. Indonesia kaya sekali dengan bahasa daerah.
Pada artikel ini Mamikos akan memberikan beberapa ulasan tentang bahasa daerah yang ada di Indonesia disertai dengan masyarakat penuturnya. Jadi bacalah artikel ini hingga selesai, ya!
Kekayaan Bahasa Daerah di Indonesia
Daftar Isi
Daftar Isi
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kemajemukan yang tinggi, termasuk ketika membincangkan soal bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Mulai dari Sabang – Merauke, tiap daerah atau bahkan tiap kabupaten memiliki nama bahasa Daerah masing-masing. Sehingga memperkaya khazanah kebudayaan Indonesia.
Berikut ini adalah tujuh nama bahasa daerah yang ada di Indonesia lengkap dengan penjelasannya.
1. Bahasa Daerah Provinsi Papua
Bahasa Aabinomin digunakan sebagai alat tutur oleh etnik Aabinomin di Kampung Baso, Distrik Mamberamo Hulu, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Daerah itu berada di wilayah pedalaman yang dikelilingi oleh Sungai Mamberamo.
Berdasarkan hasil penelitian dialektometri, isolek Aabinomin adalah sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya bahasa Batero, Dabra, Dasigo (Sidoghu), Eik (Foau), Wari, dan Soytai.
2. Bahasa Daerah Provinsi NTT
Bahasa Abui (Aboa) digunakan sebagai alat tutur di Desa Dede Kadu, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT.
Menurut keterangan penduduk, masyarakat di sebelah timur dan selatan Desa Dede Kadu adalah penutur bahasa Kolon.
Sementara itu, di sebelah barat dan utara Desa Dede Kadu adalah penutur bahasa Abui.
Berdasarkan survei dialektometri, isolek Abui (Aboa) adalah bahasa tersendiri dengan persentase perbedaan berkisar 81%—100% apabila dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan bahasa Alor, Adang, Anakalang, dan Lamboya.
Dalam suatu publikasi 2008 (edisi pertama), bahasa Abui sering pula disebut dengan bahasa Aboa (Habolot).
Penyebutan nama bahasa Abui didasarkan pada sejumlah referensi yang memakai nama Abui sesuai dengan nama suku.
3. Bahasa Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Bahasa Aceh digunakan sebagai alat tutur di wilayah pesisir Provinsi Aceh yang terbentang dari Selat Malaka hingga ke pantai barat yang menghadap Lautan Hindia.
Bahasa Aceh secara umum dituturkan di Kota Langsa, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bireun, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, dan juga sejumlah daerah di Kota Sabang.
Sebagian penduduk Kabupaten Aceh Timur tepatnya di wilayah Kecamatan Simpang Ulim, Aceh Barat tepatnya berada di Kecamatan Jaya, Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Aceh Barat Daya, dan Nagan Raya juga memakai bahasa Aceh.
Bahasa Aceh terdiri dari tiga dialek, yakni (1) dialek Baet Lambuot, (2) dialek Mesjid Punteut, dan (3) dialek Panthe Ketapang. Dialek Baet Lambuot digunakan sebagai alat tutur di Kabupaten Aceh Besar dengan sejumlah subdialek.
Dialek Mesjid Punteut digunakan sebagai alat tutur di daerah Kecamatan Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur.
Dialek Panthe Ketapang digunakan sebagai alat tutur di wilayah Kecamatan Jaya, wilayah Aceh bagian barat yang dikitari subdialek Baet Lambuot.
Berdasarkan hasil survei dialektrometri, persentase perbedaan antara dialek Mesjid Punteut dan dialek Panthe Ketapang mencapai 54%, kemudian antara dialek Baet Lambuot dengan dialek Mesjid Punteut sebesar 51%, serta antara dialek Baet Lambuot dengan dialek Panthe Ketapang sebesar 51%.
Isolek Aceh merupakan suatu bahasa dengan persentase perbedaan sekitar 81%—100 % apbila dibandingkan dengan bahasa Gayo, Sigulai, dan Devayan.
4. Bahasa Daerah Provinsi Jambi
Bahasa Bajau Tungkal Satu digunakan sebagai alat tutur di Desa Tungkal Satu, yang secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
Berdasarkan hasil survei dialektometri, isolek Bajau Tungkal Satu merupakan sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81%—100% , apabila dibandingkan dengan bahasa Kerinci.
Bahasa Bajau Tungkal Satu tidak sama dengan bahasa Bajo yang terdapat di Pulau Sulawesi dengan persentase perbedaan mencapai 85,5%.
5. Bahasa Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Bahasa Bada digunakan sebagai alat tutur di (1) Desa Maholo yang secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso; (2) Desa Ampibabo, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tenga (3) Desa Badangkaia, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso.
Bahasa Bada terdiri atas dua dialek, yakni dialek Napu dan dialek Bada Tiara. Dialek Napu digunakan sebagai alat tutur di Desa Maholo, Kecamatan Lore Timur dan Desa Badangkaia, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso.
Sedangkan dialek Bada Tiara digunakan sebagai alat tutur di Desa Ampibabo, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong.
Hasil survei dialektometri juga memperlihatkan bahwa bahasa Bada mempunyai perbedaan dialek dengan isolek Da’a, Inde, Unde, Ija, Rato, Rai, Torau, Sedoa, Togian dan, Rampi dengan persentase perbedaan berkisar antara 72%—80%.
Namun demikian, isolek-isolek itu tidak dimasukkan sebagai dialek bahasa Bada karena semua isolek tersebut secara kuantitatif lebih mirip dengan bahasa Kaili dan bahasa Taa dengan persentase perbedaan sekitar 49%—67%.
6. Bahasa Daerah Provinsi Maluku
Bahasa Barakai digunakan sebagai alat tutur oleh masyarakat diDesa Gomo-Gomo, Lorang, Mariri, Kobasel Timur, dan Kobasel Fara, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.
Bahasa ini mempunyai empat dialek, yaitu dialek Gomo-Gomo yang digunakan sebagai alat tutur di Desa Gomo-Gomo, Kecamatan Aru Tengah Selatan;
Dialek Lorang yang digunakan sebagai alat tutur di Desa Lorang, Kecamatan Aru Tengah; dialek Mariri yang digunakan sebagai alat tutur di Desa Mariri, Kecamatan Aru Tengah Timur
Dialek Koba yang digunakan sebagai alat tutur di Desa Kobasel Timur dan Kobasel Fara, Kecamatan Aru Tengah.
Persentase perbedaan antardialek keempatnya berkisar sekitar 60—79%. Hasil survei dialektometri menunjukkan bahwa isolek Barakai adalah sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81%—100% apabila dibandingkan dengan bahasa lain di Maluku, contohnya bahasa Karey dan Kola.
7. Bahasa Daerah Provinsi Jawa Barat
Bahasa Sunda digunakan sebagai alat tutur oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa bagian Barat, utamanya mereka yang bermukim di Jawa Barat.
Selain di Jawa Barat, bahasa sunda juga memiliki sebaran di beberapa daerah di Indonesia lainnya, seperti di daerah Banten, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Bengkulu, Lampung, dan Sulawesi Utara.
Berdasarkan hasil survei dialektometri, isolek Sunda di wilayah Jawa Barat dapat dibagi ke dalam dua dialek, yaitu (1) dialek [h] dan (2) dialek non-[h]. Persentase perbedaan pengguna kedua dialek itu 60%.
Dialek [h] digunakan sebagai alat tutur hampir di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat (kecuali wilayah pesisir utara), seperti daerah Majalengka, Bogor, Kuningan, Tasikmalaya, Garut, Bekasi, Sukabumi, Ciamis, Subang, Sumedang, Purwakarta, Cianjur, Cirebon, Karawang, Bandung, dan Bandung Barat.
Dialek ini adalah dialek standar karena selain digunakan di pusat ibu kota provinsi sebaran geografisnya juga luas, jumlah penuturnya jauh lebih besar, juga dipakai dalam media massa baik cetak maupun elektronik.
Dialek ini terdapat realisasi bunyi [h] di segala posisi sebagaimana bahasa Sunda baku sebagaimana pada umumnya.
Berbeda dengan dialek non-[h] yang digunakan sebagai alat tutur oleh masyarakat yang tinggal di Desa Pareangirang,Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, dialek ini tidak merealisasikan bunyi [h] di setiap posisi.
Bunyi [h] pada dialek [h] memiliki variasi dengan bunyi [Ø] dalam dialek ini, misalnya untu? ‘gigi’; EjO’ ‘hijau’, idöh‘hitam’, ujan ‘hujan’, dan lain sebagainya, di posisi tengah seperti pada bentuk: sa’a’ ‘siapa’, pO’O’ ‘lupa’, kCma’a’ ‘bagaimana’, dan sebagainya, dan di posisi akhir seperti pada bentuk labu’ ‘jatuh’, jau’ ‘jauh’, uta’ ‘muntah’.
Variasi bunyi [h] dengan bunyi [Ø] di segala posisi ini disebabkan oleh posisi desa yang adalah enclave bahasa Sunda di daerah pakai bahasa Jawa.
Berdasarkan hasil survei dialektometri, bahasa Sunda di Provinsi Jawa Barat dengan bahasa Sunda yang tersebar di Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara.
Semuanya memiliki persentase perbedaan sekitar 51%–80% sehingga dikatakan memiliki perbedaan dalam dialek.
Pengguna bahasa Sunda di Jawa Barat dengan bahasa Sunda di Provinsi DKI Jakarta memiliki persentase perbedaan sebesar 51,25%; Banten 60%; Jawa Tengah 56,50%; Lampung 50,50%; Bengkulu 71%; dan Sulawesi Tenggara 64,5%.
Demikianlah contoh bahasa daerah yang harus kamu ketahui. Semoga artikel ini menambah wawasanmu tentang keragaman bahasa daerah yang ada di Indonesia.