5 Pakaian Adat DKI Jakarta Beserta Nama, Gambar, Keunikan, dan Penjelasannya
5 Pakaian Adat DKI Jakarta beserta Nama, Gambar, Keunikan, dan Penjelasannya – DKI Jakarta menjadi pusat pemerintahan Indonesia, sekaligus pusat perdagangan, pusat perindustrian, serta pusat kebudayaan.
Sama seperti daerah lainnya, DKI Jakarta juga punya pakaian adat yang menjadi kebanggaan sekaligus kekayaan budaya. Yuk ulik bersama informasi lengkap seputar pakaian adat dari DKI Jakarta dalam artikel ini.
Berikut Penjelasan Lengkap Seputar Pakaian Adat DKI Jakarta
Daftar Isi
Daftar Isi
Sebelum
dikenal dengan nama Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta ini sempat memiliki
beberapa nama seperti Sunda Kelapa, Batavia (Betawi), dan Jayakarta. DKI
Jakarta memang terkenal dengan budaya Betawi-nya.
Bahkan, untuk memperkenalkan suku Betawi, budaya dan adat kebiasaannya kerap dipertontonkan ke layar kaca pada film-film tertentu yang melangsukan syuting di Jakarta.
Salah satunya adalah serial atau film Si Doel Anak Sekolahan. Lewat film Si Doel Anak Sekolahan, kamu bisa melihat pakaian adat Betawi yang kerap diperlihatkan dalam beberapa cuplikan adegan.
Tak hanya lewat serial dan film saja, kebudayaan DKI Jakarta berupa pakaian adatnya juga kerap ditampilkan dalam Pekan Raya Jakarta. Nah, untuk mengenal lebih jauh denagn pakaian adat DKI Jakarta, yuk baca artikel ini hingga selesai ya!
Sekilas
Tentang Budaya Betawi DKI Jakarta
Suku
Betawi merupakan masyarakat keturunan dari penduduk di Kota Batavia. Seperti
yang kita ketahui, Betawi merupakan nama lama DKI Jakarta pada masa penjajahan
Belanda.
Nama Betawi sendiri berasal dari kata ‘Batavia’ yang kemudian berubah menjadi ‘Batawi’ dan kemudian menyesuaikan lidah masyarakat lokal menjadi Betawi.
Kini, masyarakat suku Betawi masih banyak yang tinggal di area Jabodetabek dan sekitarnya.
Secara biologis, suku Betawi sebenarnya merupakan perpaduan antar etnis karena di Batavia dulunya terdapat berbagai macam etnis yang kemudian menikah dan memiliki keturunan.
Perpaduan antar etnis tersebut berasal dari suku lain yang dulu merantau ke Batavia, seperti suku Jawa, suku Sunda, suku Bugis, suku Arab, suku Melayu, suku Batak, suku Tionghoa, suku Ambon, suku Bali, hingga warga kebangsaan Inggris, Belanda, Potrugis, dan lain-lain.
Jika
dilihat secara keseluruhan, baik dari budaya, kesenian, kuliner hingga
tradisinya, suku Betawi banyak terinspirasi dari suku Melayu, suku Tionghoa dan
ajaran Islam. Terlebih, corak Melayu dan Islam tampak sangat mengental di dalam
suku ini.
Kini, keberadaan suku Betawi menjadi minoritas di DKI Jakarta mengingat sudah banyak penduduk luar daerah yang datang dan tinggal di Jakarta.
Suku Betawi mulai dari masyarakat atau budayanya saat ini mulai terpinggirkan dari kehidupan sehari-hati masyarakat di DKI Jakarta.
Agar kebudayaan suku Betawi tidak terus memudar, pemerintah pun mendirikan cagar budaya yang berlokasi di Situ Babakan.
Keunikan
Pakaian Adat DKI Jakarta
Setiap tanggal 22 Juni, DKI Jakarta selalu menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta (PRJ) guna memperingati hari lahirnya ibukota negara yang satu ini.
Menampilkan ragam budaya Jakarta termasuk Betawi, Pekan Raya Jakarta ini disebut-sebut sebagai hajatan terbesar di Asia Tenggara yang digelar hampir setiap tahun sejak 1968.
Sebagai Ibukota negara, kemeriahan Pekan Raya Jakarta ikut dirasakan seluruh masyarakat di Indonesia.
Bahkan tak jarang para presenter televisi pun berlomba-lomba melakukan liputan berita dengan mengenakan pakaian adat Betawi.
Secara tidak langsung, ketika kamu menonton liputan berita seputar Pekan Raya Jakarta, kamu pun sudah bisa melihat sekilas model, warna, motif, serta hiasan dari pakaian adat Betawi ini.
Betawi
merupakan salah satu suku yang tumbuh di Ibukota, sudah patut sekiranya kamu
mengenali lebih jauh suku ini lewat keberagaman budayanya. Salah satunya lewat
pakaian adatnya.
Model pakaian adat Betawi sendiri banyak dipengaruhi oleh pakaian adat masyarakat Arab, China dan Melayu. Meskipun begitu, perpaduan dari pakaian khas Arab, China dan Melayu ini melahirkan pakaian khas Betawi yang sangat unik dan indah.
1. Baju Sadariah
Baju Sadariyah adalah baju adat yang biasanya dikenakan oleh “abang’ (laki-laki dewasa Beetawi).
Disebut juga dengan sebutan Baju Sadaria atau Sadarie, baju adat suku Betawi yang satu berbentuk baju koko atau baju full berkerah Shanghai (kerah tertutup) setinggi 3-4 cm.
Baju koko sendiri merupakan baju yang banyak digunakan oleh para koko (kakak laki-laki dalam bahasa Mandarin).
Seringkali
Baju Sadariyah dipasangkan dengan Kebaya Encim. Baju adat Betawi yang satu ini
tampak sering dikenalan dalam festival Abang None dan juga Pekan Raya Jakarta.
Dikutip dari Jakarta 2045 oleh Pierre Senjaya, baju Sadariah adalah baju koko yang disertai dengan celana batik dan dilengkapi dengan kain pelekat atau sarung yang digantungkan di leher.
Kemudian, sebagai hiasan sekaligus pelindung untuk kepala, baju Sadariah juga dilengkapi dengan adanya peci.
Meskipun tampak sederhana, baju Sadariyah tampak bersahaja. Biasanya, baju Sadariah ini berwarna putih dan berlengan panjang.
Untuk pilihan celananya, bisa menggunakan celana dengan motif batik yang terbuat dari parang atau lereng. Atau, bisa juga menggunakan celana yang terbuat dari kain berwarna gelap.
2. Kebaya Encim
Salah satu pakaian adat Betawi yang kerap sering ditampilkan adalah kebaya Encim.
Mulai dari gadis remaja, perempuan muda hingga dewasa menggemari desain dari kebaya Encim yang sederhana, namun tetap menampilkan kesan anggun.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kebaya Encim kerap dipasangkan dengan laki-laki Betawi yang mengenakan baju Sadariyah.
Kebaya Encim kerapkali digunakan saat momen-momen seperti ulang tahun DKI Jakarta, peringatan hari besar, Pekan Raya Jakarta, menerima tamu istimewa, pentas seni budaya, seragam karyawati instansi pemerintah dan swasta, dan acara-acara lainnya.
Dulunya, ketika budaya Eropa masih memiliki pengaruh kuat di Batavia (Jakarta), kebaya ini dibuat dari kain berbahan lace atau brokat buatan Eropa yang kemudian dikombinasikan dengan bordiran penduduk lokal.
Hasilnya, kebaya tersebut tampak seperti langsung dibordir. Untuk motif bordirannya sendiri biasanya berbentuk bunga dan diletakkan pada bagian bawah kebaya atau pergelangan tangan.
Kini,
bordiran yang digunakan dalam kebaya Encim cukup beragam, salah satunya ada
juga bordiran berbentuk kerancang (berlubang banyak). Dulunya, kerancang
tersebut tampak lembut dan membuat tampilan Kebaya Encim tampak mendekati sempurna.
Peran Teknologi
Sekarang ini, kerancang banyak dibuat menggunakan bantuan teknologi komputer, sehingga bisa menghasilkan lebih banyak kerancang dalam tempo waktu yang cepat.
Meskipun terlihat lebih inovatif, namun jika dibandingkan dengan kerancang yang dibuat dengan tangan, hasilnya akan jaug berbeda. Kerancang yang dibuat dengan bantuan teknologi komputer lebih terasa kasar, keras dan kurang sempurna.
Untuk bagian lehernya, kebaya Encim memiliki model leher berbentuk huruf V (V-neck) seperti meruncing ke bawah di bagian muka bawahnya.
Runcingan tersebut mempunyai ukuran 12 hingga 30 cm dari dasar panggul wanita. Model meruncing seperti ini kerap disebut dengan kebaya Sonday.
Kemudian, bawah lengan kebaya Encim tampak melebar sehingga tampak agak sedikit besar dibandingkan ukuran lingkaran di pangkal lengan.
Model tersebut kerap disebut kebaya Model Goeng dan kini sedang banyak diminati oleh banyak kalangan wanita. Seiring berjalannya waktu, kebaya Encim mengalami modifikasi dan modernisasi dengan tambahan sentuhan bahan-bahan seperti brokat, organdi, silk, sutra alam, dan lainnya.
Untuk bawahannya, kebaya Encim dipadukan dengan beragam model kain sarung. Mulai dari kain pagi sore (kain panjang yang disarungkan di pinggang), kain model buket, kain model pucuk rebung, kain model belah ketupat, atau kain model tumbak.
Meskipun begitu, banyak remaja perempuan yang lebih senang memadukan kebaya Encim dengan rok panjang atau celana panjang.
Pada awalnya, setelan kebaya Encim tidak dipadukan dengan adanya selendang. Namun seiring berjalannya waktu, kebaya Encim kini dipadukan dengan selendang sebagai modifikasi dari pakaian adat Betawi yang satu ini.
Hasilnya di luar dugaan, ternyata penggunaan selendang pada kebaya Encim dapat membuat wanita yang mengenakannya menjadi lebih berwibawa dan telihat lebih resmi.
Untuk model rambut, biasanya rambut wanita yang mengenakan kebaya Encim akan dihias dengan mengan menggunakan sanggul dengan model yang disesuaikan dengan keinginan pemakainya.
Bisa juga dipadupadankan dengan menggunakan hijab bagi wanita berhijab. Untuk wanita yang memilih mengenakan hijab, biasanya jilbab yang dikenakan cukup dilapisi kerudung dengan menampakkan jilbab bagian depan dan lehernya saja.
Agar wanita yang mengenakan kebaya Encim tampak lebih cantik, biasanya dipadukan pula dengan perhiasan berupa cincin bermata, gelang listering atau gelang ular, peniti rantai susun tiga, kalung tebar, dan giwang asur.
Yang terpenting, perpaduan perhiasan dan kebaya Encim harus serasi agar tampak lebih berwibawa dan cantik.
Untuk
bagian alas kaki, wanita yang mengenakan kebaya Encim biasanya menggunakan selop
tertutup. Perpaduan Kebaya Encum dari atas hingga bawah memiliki makna
tersendiri, yakni guna memelihara kehormatan dan keanggunan perempuan.
Model kebaya Encim dipengaruhi oleh sentuhan khas China atau Tionghoa. Nah, perlu kamu ketahui pula bahwa Kebaya Encim juga memiliki filosofinya lho!
Filosofi dari Kebaya Encim ini adalah kecantikan, keindahan, kedewasaan, keceriaan, kearifan, serta taat aturan dan tuntunan leluhur.
3. Pangsi Betawi
Pangsi Betawi adalah pakaian adat suku Betawi yang kerap dikenakan oleh para jawara Betawi (para pendekar).
Pakaian adat yang satu ini terdiri dari Baju Tikim dan Celana Pangsi. Belakangan, Pangsi Betawi lebih dikenal luas dengan istilah Baju Pangsi.
Menilik dari sejarahnya, Baju Tikim dan Celana Pangsi merupakan pengaruh dari budaya China.
Dimana Baju Tikim berasal dari Bahasa Hokkian, yakni Tui Kim, sementara Celana Pangsi berasal dari Bahasa Hokkian, yakni dari Phang Si. Keduanya mengadaptasi dari pakaian yang dikenakan oleh orang-orang China yang dulunya tinggal di Batavia.
Jika
ditelaah lebih jauh, Baju Pangsi punya bentuk leher seperti huruf O (O-neck)
disertai dengan lengan panjang. Biasanya, Baju Pangsi dibuat dengan ukuran yang
longgar dibanding ukuran asli tubuh si pemakai.
Dulunya, baju adat ini dibuat tanpa menggunakan kancing, namun kini umumnya sudah dibuat dengan adanya kancing.
Para pria Betawi biasanya mengenakan kaos putih polos sebagai lapisan dalam Baju Pangsi, sehingga kadang-kadang kancing dari baju tersebut bisa dilepas.
Warna Baju Pangsi sendiri sebenarnya tidak hanya berwarna hitam, namun ada pula warna putih, merah dan hijau. Masing-masing warna tersebut punya artinya tersendiri.
Contohnya, Baju Pangsi berwarna putih dikenakan oleh jago silat yang juga seorang pemuka agama dan yang berwarna hitam biasanya digunakan oleh para centeng.
Perlu kamu ketahui pula bahwa warna baju tersebut juga akan berpengaruh pada warna atribut lainnya, misalnya peci. Mengingat warna atribut akan menandakan siapa orang yang memakai baju tersebut.
Misalnya saja, pada jaman dahulu siapapun yang mengenakan peca merah adalah orang yang diakui oleh masyarakat sebagai seseorang yang berilmu tinggi dan sudah punya banyak pengalaman.
Oleh karena itu, Baju Pangsi merah dengan peci merah merupakan pakaian adat yang sakral dan tidak bisa dikenakan oleh sembarang orang.
Namun demikian, jika penggunaannya untuk keperluan seni, maka pakaian adat ini diperbolehkan untuk digunakan oleh orang biasa.
Sementara,
Celana Pangsi merupakan celana panjang yang dibuat agak longgar agar tampak
kebesaran. Untuk warna dari Celana Pangsi sendiri biasanya disesuaikan dengan
warna baju yang dikenakan.
Di bagian pinggangnya, biasanya tersemat ikat pinggang yang ukurannya lebih lebar daripada ikat pinggang biasa.
Dan untuk bagian lehernya terdapat kain sarung dilipat rapi yang bisa difungsikan bermacam-macam, mulai dari untuk sajadah dan sarung saat sholat serta senjata saat duel.
Dulunya, pakaian adat Pangsi ini dikenakan oleh laki-laki Betawi dalam kegiatan sehari-hari.
Namun, kini pakaian adat Pangsi lebih sering dikenakan oleh para pendekar, para jawara, jagoan, main pukulan hingga petani Betawi.
4. Pakaian Bangsawan Ujung Serong
Ujung Serong merupakan pakaian adat Betawi yang dikhususkan untuk para bangsawan dan demang. Umumnya, pakaian adat ini hanya digunakan oleh para laki-laki Betawi saja.
Kini, pakaian adat Ujung Serong kerap digunakan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai negeri Sipil (PNS) di kantor pemerintah, peringatan hari besar, menyambut hadirnya tamu istimewa, acara pernikahan sebagai wali atau tamu, dan acara-acara resmi lainnya.
Sebagai
lapisan dalaman, pria Betawi yang mengenakan pakaian adat Ujung Serong biasanya
menggunakan kemeja putih dan ditutup dengan jas berwarna hitam atau gelap. Untuk
bawahannya, biasanya digunakan celana pantalon berwarna senada dengan jas
tertutup.
Kemudian, untuk bagian pinggang biasanya akan dililitkan kain batik yang telah diatur sedemikian rupa dan panjangnya sampai paha.
Pria Betawi yang mengenakan pakaian adat Ujung Serong akan menggunakan sepatu pantofel sebagai alas kaki.
5. Baju Demang
Baju Demang atau disebut juga dengan jas merupakan pakaian adat DKI Jakarta khas Betawi yang dikenakan oleh laki-laki.
Biasanya, baju Demang ini dipadukan dengan memakai kain ujung serong atau kain dengan panjang tidak sampai lutut yang dibentuk menyerong atau miring.
Kaum pria yang mengenakan pakaian adat ini biasanya menggunakannya ketika ingin menghadiri acara resmi seperti pernikahan, acara kenegaraan, dan lain sebagainya.
Baju Demang yang berbentuk seperti jas atau beskap umumnya dikenakan lenakap dengan adanya peci untuk hiasan kepala.
Oke, itulah informasi yang bisa Mamikos bagikan kepada kamu seputar deretan pakaian adat DKI Jakarta lengkap dengan nama, gambar, keunikan dan penjelasannya.
Semoga informasi di atas dapat menambah wawasan kamu ya seputar kebudayaan Betawi!
Nah, jika kamu ingin mengulik informasi tentang pakaian adat dari daerah atau suku lainnya, kamu bisa kunjungi situs blog Mamikos dan temukan informasinya di sana.