Apa Itu Pemutusan Hubungan Kerja [PHK], Ketentuan, Jenis & Undang-Undang PHK
Apa Itu Pemutusan Hubungan Kerja [PHK], Ketentuan, Jenis & Undang-Undang PHK – PHK adalah pemutusan hubungan kerja yang cukup sering terjadi dalam dunia kerja.
Hal ini menjadi sesuatu yang ditakuti oleh para pekerja. Walaupun begitu, PHK merupakan hal yang bisa saja terjadi terlebih saat ini dengan adanya pandemi yang berdampak pada ekonomi perusahaan.
PHK sering diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh perusahaan saja. Namun, sebenarnya karyawan yang mengundurkan diri juga merupakan bagian dari PHK.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui penjelasan mengenai pemutusan hubungan kerja.
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Daftar Isi
Daftar Isi
Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah pengakhiran dari hubungan kerja yang disebabkan hal tertentu dan mengakibatkan berakhirnya kewajiban maupun hak antara pekerja dengan perusahaan.
PHK bisa disebabkan oleh beberapa alasan, misalnya habis kontrak, pengunduran diri, atau pemberhentian oleh perusahaan.
Surat PHK adalah surat yang dikeluarkan oleh perusahaan berisi mengenai pemutusan hubungan kerja.
Dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga menyatakan bahwa pengusaha, serikat pekerja, pekerja, serta pemerintah perlu mengupayakan supaya tidak terjadi PHK.
Ketentuan PHK Adalah
Pemberhentian hubungan kerja juga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, terdapat aturan yang telah mengatur mengenai PHK.
Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan, perjanjian kerja bisa berakhir jika:
- Pekerja meninggal dunia.
- Selesainya suatu pekerjaan tertentu.
- Jangka waktu kontrak yang sudah berakhir.
- Adanya kejadian atau keadaan tertentu yang terdapat dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja, atau perjanjian kerja bersama yang bisa mengakibatkan berakhirnya hubungan kerja.
- Terdapat putusan pengadilan ataupun penetapan lembaga penyelesaian mengenai perselisihan hubungan industrial yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum waktu yang ditentukan perlu membayar untuk ganti rugi terhadap pihak lainnya.
Besaran kerugian yaitu sebesar upah pekerja dengan batas waktu sesuai dengan berakhirnya waktu perjanjian kerja.
Prosedur PHK juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dengan cara dan teknik pemutusan kerja yang dilakukan dengan perundingan terlebih dahulu antara pihak pekerja dan perusahaan.
Apabila hasil akhir yang didapat adalah tetap melaksanakan PHK, maka permohonan diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Hubungan Industrial lengkap dengan alasan PHK.
Selama pengadilan tersebut belum mengeluarkan putusan, maka perusahaan serta karyawan tetap melaksanakan kewajiban.
Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, perusahaan yang melakukan PHK perlu membayar pesangon serta uang penggantian kepada karyawan.
Jenis-jenis PHK
Untuk beberapa keadaan, PHK adalah suatu keputusan yang sulit untuk dihindari. Berdasarkan teori Hukum Perburuhan terdapat empat jenis pemutusan hubungan kerja atau PHK, yaitu:
1. PHK Demi Hukum
Pemutusan hubungan kerja demi hukum merupakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pelaku usaha karena berakhirnya kontrak kerja atau jangka waktu perjanjian yang sebelumnya sudah dibuat antara pelaku usaha dengan pekerja.
Walaupun PHK terjadi dengan sendirinya, tetapi jika semua pihak setuju untuk memperpanjang kontrak, maka ketentuan bisa diikuti dan hubungan kerja bisa kembali terjadi.
2. PHK yang Dilakukan oleh Pekerja/Buruh
Jenis PHK yang kedua dikenal juga dengan pemutusan kerja secara sukarela atau yang diprakarsai oleh karyawan itu sendiri (voluntary turnover).
Jadi, pekerja berhak untuk meminta diputuskan hubungan kerja yang dilakukan dengan pihak perusahaan.
Pada prinsipnya memang pekerja tidak boleh dipaksakan untuk terus bekerja apabila pekerja itu sendiri tidak menghendaki.
Pekerja yang memutusan hubungan kerja dengan perusahaan biasanya dikarenakan sudah menemukan pekerjaan yang lebih baik, beristirahat sejenak atau pensiun, mengundurkan diri dengan alasan ingin memulai bisnis, serta meninggal dunia.
Pemutusan hubungan kerja dengan sukarela juga dapat dikatakan sebagai hasil pemecatan yang konstruktif. Artinya, karyawan tidak memiliki pilihan lainnya.
Karyawan mungkin bisa bekerja di bawah tekanan yang signifikan sampai kondisi kerja yang sulit, misalnya lokasi kerja yang kurang sesuai, gaji terlalu rendah, peningkatan jam kerja, bahkan pelecehan.
Biasanya hal tersebut memaksa karyawan untuk melakukan pengunduran diri secara sukarela dengan memberikan bukti terhadap tindakan yang dilakukan atasan yang melanggar hukum.
Oleh karena itu, karyawan mempunyai hak terhadap tunjangan atau kompensasi.
Karyawan yang meninggalkan pekerjaan secara sukarela juga perlu memberitahu atasan terlebih dahulu secara lisan maupun tertulis.
3. PHK Oleh Perusahaan atau Pelaku Usaha
Pengusaha juga bisa memutuskan hubungan kerja dengan berbagai alasan yang sudah diatur dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Beberapa alasan terhadap kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja, yaitu:
- Pekerja atau buruh melakukan tindakan pencurian, penipuan, atau penggelapan barang dan/atau uang perusahaan.
- Pekerja atau buruh meminum minuman keras, atau mendistribusikan, memakai, serta mengedarkan narkoba maupun zat adiktif lainnya di perusahaan.
- Pekerja atau buruh memberikan keterangan palsu yang dapat merugikan perusahaan serta berakibat hukum.
- Pekerja atau buruh dengan sengaja melakukan perusakan terhadap barang perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
- Pekerja atau buruh melakukan perjudian atau perbuatan asusila di lingkungan perusahaan.
- Pekerja atau buruh membocorkan dokumen yang bersifat rahasia milik perusahaan yang seharusnya dirahasiakan, kecuali apabila ada permintaan untuk kepentingan negara.
- Pekerja atau buruh melakukan perbuatan yang melanggar hukum di lingkungan perusahaan dengan ancaman penjara lima tahun atau lebih.
Perusahaan juga bisa melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan perusahaan mengalami kerugian terus-menerus dalam waktu 2 tahun atau keadaan memaksa yang mengharuskan perusahaan menutup usahanya.
Alasan Selain di Atas
Alasan lain perusahaan melakukan PHK karyawan yaitu karena keadaan memaksa yang mengharuskan perusahaan untuk melakukan efisiensi yang membuat sumber daya perlu dikurangi.
PHK karena kondisi finansial perusahaan juga bisa disebut sebagai jenis PHK tidak sukarela.
Perusahaan memutuskan melakukan PHK dengan tujuan untuk mengurangi biaya operasional serta menstruktur ulang perusahaan supaya bisa bertahan.
Umumnya, karyawan dilepas bukan karena kesalahan yang dilakukan karyawan, namun PHK terjadi untuk menghindari kebangkrutan, efisien, dan lainnya.
Pada kasus tersebut PHK merupakan hal yan tidak bisa dikendalikan baik oleh perusahaan, karyawan, maupun pemerintah.
PHK yang dilakukan oleh perusahaan juga dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
- Termination. PHK yang bisa dilakukan perusahaan karena kontrak kerja antara pengusaha dengan pekerja yang telah berakhir.
- Dismissal. PHK yang disebabkan oleh tindakan fatal yang dilakukan oleh pekerja bisa berupa pekerja yang tidak disiplin atau pekerja yang melanggar kontrak kerja.
- Redundancy. PHK yang dilakukan perusahaan karena adanya perkembangan teknologi atau mengubah bentuk kegiatan manual menjadi digital (digitalisasi) yang berdampak pada pengurangan karyawan.
- Retrenchment. PHK yang dilakukan perusahaan karena pengaruh ekonomi atau keuangan yang tidak stabil pada perusahaan, misalnya perusahaan mengalami kerugian atau tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan menurun drastis.
4. PHK Oleh Pengadilan
PHK yang dilakukan oleh pengadilan memiliki arti bahwa perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan pekerja melalui pengadilan negeri. Alasan dari PHK ini adalah pekerja sudah melakukan kesalahan berat yang melanggar hukum.
Perusahaan atau pelaku usaha melayangkan ke pengadilan negeri, bukan ke pengadilan hubungan industrial.
Undang-Undang PHK
PHK adalah suatu keputusan dalam dunia kerja yang juga diatur dalam Undang-Undang. Berikut Undang-Undang yang berisi mengenai pemutusan hubungan kerja adalah:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan.
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
- PP Nomor 35 Tahun 2021. Peraturan ini mengatur perihal PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu), waktu kerja dan waktu istirahat, alih daya, serta pemutusan hubungan kerja.
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kompensasi PHK adalah berupa uang penghargaan masa kerja, uang pesangon, serta uang penggantian hak.
Selanjutnya, pekerja yang mengalami PHK atau pemutusan hubungan kerja dan memenuhi syarat berhak atas manfaat untuk program jaminan kehilangan pekerjaan.
Alasan Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja tidak bisa dilakukan sembarangan, terdapat proses yang perlu diikuti.
Selain itu, alasan PHK juga sudah diregulasi. Beberapa hal tidak bisa menjadi alasan atau penyebab PHK dan hal lainnya menjadi alasan diperbolehkannya PHK. Beberapa alasan PHK adalah:
Alasan yang diperbolehkan untuk melakukan PHK
Alasan-alasan yang menjadi dasar terjadinya PHK diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu:
- Tidak lulus masa percobaan sebagai karyawan (Pasal 154).
- PKWT atau kontrak sudah berakhir (Pasal 154B).
- Sanksi akibat pekerja melakukan kesalahan berat (Pasal 158 Ayat 1).
- Karyawan ditahan dan/atau diputuskan bersalah (Pasal 160 Ayat 7).
- Pekerja melanggar perjanjian atau peraturan perusahaan (Pasal 161).
- Mengundurkan diri tanpa adanya tekanan (Pasal 162).
- Penggabungan atau perubahan status, jika pekerja atau perusahaan tidak ingin melanjutkan hubungan kerja (Pasal 163).
- PHK massal akibat perusahaan merugi (Pasal 164 Ayat 1).
- PHK massal karena efisiensi (Pasal 164 Ayat 3).
- Perusahaan tersebut pailit (Pasal 165).
- Pekerja meninggal (Pasal 166).
- Pekerja pensiun (Pasal 167).
- Pekerja mangkir dalam waktu 5 hari atau lebih setelah dipanggil dua kali (Pasal 168 Ayat 1).
- Pekerja yang sakit lebih dari 12 bulan (Pasal 172).
Alasan yang dilarang untuk melakukan PHK adalah:
Alasan yang dilarang terdapat dalam Pasal 153 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu:
- Sedang memenuhi kewajiban terhadap negara.
- Sakit berdasarkan keterangan dokter kurang dari 12 bulan selama berturut-turut.
- Menikah.
- Menjalankan ibadah.
- Hamil, melahirkan, menyusui, atau keguguran.
- Sekantor dengan pasangan atau keluarga.
- Mengadukan pengusaha ke pihak berwajib karena tindak pidana.
- Mendirikan, menjadi anggota atau pengurus, dan mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan serikat pekerja.
- Perbedaan agama, suku, golongan, warna kulit, kondisi fisik, status perkawinan, atau politik.
- Sakit atau cacat tetap yang penyembuhannya tidak pasti akibat kecelakaan kerja.
Dampak PHK
Keputusan PHK tidak hanya merugikan satu pihak saja, namun PHK juga merugikan kedua pihak, yaitu perusahaan dan karyawan. Dampak PHK adalah hasil yang dirasakan dari keputusan pemutusan kerja.
Dari sisi perusahaan, kerugian yang dirasakan adalah produktivitas yang mengalami penurunan, pengelolaan perusahaan yang kurang maksimal, kehilangan pekerja yang potensial, mengeluarkan lebih banyak biaya, tenaga, dan waktu untuk proses rekrutmen pekerja baru.
Beberapa kerugian yang dirasakan oleh karyawan adalah tidak mempunyai penghasilan, hubungan dengan teman kerja menjadi terputus, menganggur dalam waktu yang lama, berkurangnya rasa percaya diri, dan berusaha mencari pekerjaan baru.
PHK adalah keputusan yang dihindari oleh kedua belah pihak. Namun, sebagai karyawan kamu perlu tahu pengetahuan mengenai pemutusan hubungan kerja yang sangat penting untuk dipahami.
Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya hal yang tidak sesuai dalam praktik pemutusan hubungan kerja.
Klik dan dapatkan info kost di dekat mu: