Rangkuman Jalannya Perang Aceh, Latar Belakang, Penyebab, Tokoh, Dampak, hingga Akhir Kejadiannya
Rangkuman Jalannya Perang Aceh, Latar Belakang, Penyebab, Tokoh, Dampak, hingga Akhir Kejadiannya – Pada abad ke-19, terdapat sebuah pertempuran yang terjadi antara Kesultanan Aceh dan Belanda.
Pertempuran tersebut lebih dikenal dengan nama Perang Aceh yang berjalan selama kurang lebih tiga dekade. Lamanya perang ini berlangsung membuatnya salah satu konflik kolonial terlama yang ada di Indonesia.
Korban jiwa yang berjatuhan dari kedua pihak yang berperang begitu banyak dan penting untuk mempelajarinya. Sejarah Perang Aceh penting untuk dipelajari demi mengingat semangat juang para pahlawan terdahulu.
Latar Belakang Perang Aceh
Daftar Isi
Daftar Isi
Perang Aceh merupakan konflik yang berlangsung selama kurang lebih 31 tahun, sejak tahun 1873 dan berakhir pada tanggal 8 Februari 1904.
Pemicu dari perang ini karena Belanda yang ingin menguasai wilayah Kesultanan Aceh. Terutama karena Kesultanan Aceh yang menjadi jalan utama dalam jalur perdagangan internasional setelah dibukanya Terusan Suez.
Status dan kondisi tersebut yang menjadikan Belanda ingin menguasai seluruh wilayah dari Kesultanan Aceh. Namun, sebelum perang berlangsung, Belanda sendiri telah menguasai sebagian dari wilayah kesultanan Deli.
Wilayah yang termasuk ke dalamnya seperti Asahan, Serdang, dan Langkat yang didasarkan pada Perjanjian Siak tahun 1858. Penting untuk diketahui bahwa beberapa wilayah tersebut sebelumnya menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Aceh.
Kemudian, Perjanjian London yang hadir pada tahun 1824 telah memberikan pengakuan terhadap keberadaan dari Kesultanan Aceh dan wilayah yang ada di bawahnya.
Namun, Belanda yang terus melakukan intervensi serta adanya Perjanjian Siak membuat Kesultanan Aceh merasa Perjanjian London telah dilanggar oleh Belanda.
Dalam upaya untuk bisa terus mempertahankan kemerdekaan dan melawan adanya penjajahan Belanda, Kesultanan Aceh memilih untuk memulai adanya pertempuran.
Selama Perang Aceh berlangsung, Kesultanan Aceh telah mampu menenggelamkan beberapa kapal milik Belanda yang sempat melewati wilayah perairan mereka.
Kemudian, tepatnya pada tahun 1871, Belanda dan Inggris berhasil mencapai pada sebuah perjanjian. Di dalam perjanjian tersebut, Inggris harus menyerahkan kendali yang dimilikinya atas Aceh kepada pihak Belanda.
Kondisi tersebut mendorong pihak Kesultanan Aceh untuk dapat segera mengambil tindakan secara diplomatis supaya bisa mempertahankan kemerdekaan yang dimilikinya. Hal ini yang menjadi awal dari latar belakang terjadinya Perang Aceh yang berjalan begitu lama.
Penyebab Perang Aceh
Sebelum terjadinya Perang Aceh, Belanda sendiri sebenarnya sudah cukup lama telah berusaha untuk menanamkan kekuasaan yang dimilikinya di wilayah Aceh sejak abad ke-17. Hal ini terjadi karena Aceh memiliki wilayah yang strategis dan menjadi pusat perdagangan yang begitu ramai.
Tidak hanya berhenti di situ, sumber daya yang dimiliki oleh Aceh begitu banyak. Mulai dari lada, hasil tambang, hingga juga banyak hasil hutan yang begitu melimpah sehingga membuat Belanda semakin tertarik untuk bisa mewujudkan mimpi Pax Neerlandica.
Sayangnya, mimpi yang dimiliki oleh Belanda tersebut tidak begitu mudah untuk bisa digapai. Rakyat Aceh selalu menunjukkan perlawanan dan berusaha untuk terus mempertahankan kedaulatan yang dimilikinya.
Di sisi lain, Belanda sendiri juga masih terikat dengan Traktat London yang disetujuinya pada tanggal 17 Maret 1824. Isi dari perjanjian tersebut yaitu kesepakatan yang dibuat antara Belanda dan Inggris terkait pembagian wilayah yang ada di dalam jajahan Nusantara dan Semenanjung Malaya.
Dalam traktat tersebut berisi bahwa Belanda tidak dapat mengganggu wilayah yang ada di Aceh karena masuk ke dalam bagian dari jajahan Inggris. Keberadaan traktat tersebut tidak lantas membuat Belanda menjadi berhenti menjalankan misinya.
Belanda tetap berusaha untuk bisa menguasai beberapa wilayah seperti Sibolga, Tanah Batak, Pedalaman Tapanuli, Barus, Singkit, Asahan, dan juga Serdang.
Pada tahun 1858, Belanda membuat perjanjian bersama dengan Sultan Siak dan bahkan sampai berhasil untuk mengakui kedaulatan yang dimiliki oleh Belanda di daerah Sumatra Timur.
Pada akhirnya, Belanda mengumumkan perang melawan rakyat Aceh. Meskipun Belanda merasa bahwa peperangan tersebut mudah untuk dimenangkan, tetapi mereka tidak menyangka semangat yang dimiliki oleh rakyat Aceh begitu tinggi dalam merebut kembali tanah milik mereka.
Keberadaan dari barisan pemuda beserta para pemimpin yang ada di Aceh membuat Perang Aceh menjadi salah satu perlawanan terberat yang pernah dihadapi oleh Belanda serta dalam sejarah yang dimiliki oleh Aceh.
Tokoh yang Terlibat dalam Perang Aceh
Belajar tentang Perang Aceh pastinya tidak dapat dipisahkan dari para tokoh yang berperan di dalamnya. Tokoh ini yang memegang peran penting untuk memastikan bahwa rakyat Aceh mampu untuk mempertahankan wilayahnya.
Berikut ini beberapa nama dari tokoh yang terlibat dalam Perang Aceh melawan penjajahan Belanda.
1. Teuku Umar
Tokoh pertama yang begitu berperan dalam Perang Aceh yaitu Teuku Umar. Lahir di Meulaboh, Aceh pada tahun 1854 dan mendapatkan gelar pahlawan nasional karena perjuangan yang telah dirinya berikan.
Teuku Umar melawan pasukan Belanda menggunakan strategi perang gerilya bersama dengan istrinya yaitu Cut Nyak Dhien. Bahkan juga pernah berpura-pura menjadi sekutu untuk bisa mengumpulkan senjata sehingga bisa digunakan oleh pribumi.
2. Cut Nyak Dhien
Tokoh kedua dengan perannya yang begitu penting dalam Perang Aceh yaitu Cut Nyak Dhien. Pahlawan nasional yang satu ini lahir di Lampadang, Aceh Besar pada tahun 1848 lalu.
Bersama dengan suami dan pasukan yang dimilikinya, ia melawan penjajahan Belanda. Meskipun setelah suaminya meninggal, Cut Nyak Dhien tidak semata-mata memiliki semangat yang turun.
Dirinya masih melanjutkan perjuangannya dengan menerapkan strategi perang gerilya. Hal ini pula yang menjadikannya sebagai simbol perlawanan dan semangat juang yang lebih untuk rakyat Aceh.
3. Sultan Iskandar Muda
Tokoh ketiga yang juga terlibat dalam Perang Aceh yaitu ada Sultan Iskandar Muda. Beliau merupakan seorang sultan yang berasal dari Kesultanan Aceh dan memiliki gelar sebagai pahlawan nasional.
Lahir pada tahun 1583, beliau berhasil menjawab sebagai sultan dari Kerajaan Aceh Darussalam dan membawanya menjadi salah satu kerajaan Islam yang ada di dunia.
Perjuangannya berhenti saat beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1636 dan dimakamkan di wilayah kompleks Kandang Mas, Banda Aceh.
Akhir Perjalanan Perang Aceh
Upaya yang dilakukan oleh Belanda untuk memenangkan Perang Aceh melalui penerapan strategi yang tergolong begitu licik. Mereka mengirimkan Snouck Hurgronje ke bagian pedalaman Aceh untuk mendapatkan informasi mengenai kelemahan yang dimiliki oleh pasukan Aceh.
Hasil dari misi tersebut membuat Hurgronje memberikan saran kepada Joannes Benedictus van Heutsz sebagai Gubernur Militer Belanda pada saat itu untuk mengesampingkan Golongan Keumala terlebih dahulu. Golongan tersebut merupakan Sultan yang kedudukannya ada di Kumala.
Dia memberikan nasihat untuk mengesampingkan golongan tersebut bersama para pengikutnya dan terus fokus untuk menyerang kaum ulama.
Selain itu, saran lain yang juga diberikan yaitu tidak melakukan negosiasi bersama dengan pemimpin gerilya serta mendirikan pangkalan permanen yang letaknya ada di Aceh Raya.
Tidak hanya berhenti di situ, Hurgronje juga memberikan usulan supaya Belanda menunjukkan bahwa mereka memiliki niat yang baik kepada para rakyat Aceh. Cara yang diusulkan yaitu dengan mendirikan langgar, masjid, serta memperbaiki kualitas dari infrastruktur seperti irigasi dan jalan.
Bahkan juga sejauh memberikan bantuan berupa pekerjaan sosial yang diberikan kepada rakyat Aceh.
Strategi yang diusulkan oleh Snouck Hurgronje tersebut didengarkan dan diterima oleh van Heutz. Kemudian, dirinya memegang jabatan sebagai Gubernur Militer dan Sipil yang ada di Aceh pada periode mulai dari tahun 1898 sampai dengan 1904.
Bersamaan dengan itu, Hurgronje juga diangkat menjadi penasihat van Heutz dalam melaksakanan strategi yang diberikan itu tadi.
Strategi tersebut berhasil membawa Belanda untuk mengalahkan Kesultanan Aceh. Kemudian, Perang Aceh ini diakhiri dengan adanya penandatanganan Traktat Pendek atau disebut pula sebagai perjanjian penyerahan.
Pada tahun 1903, tekanan berat dialami oleh Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah bersama dengan Panglima Polem. Kondisi tersebut yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menyerah.
Dari sini, hasil akhir dari adanya Perang Aceh yang dialami yaitu Kesultanan Aceh yang akhirnya dibubarkan serta wilayah yang menjadi bagian di bawahnya menjadi jatuh ke tangan milik pihak Belanda.
Penutup
Nah, itu tadi merupakan penjelasan rangkuman secara singkat mengenai perjalanan dari terjadinya Perang Aceh. Mulai dari awal yang menjadi penyebab dari perang ini hingga akhir yang didapatkan.
Tidak hanya Perang Aceh yang terjadi di Indonesia, tetapi ada banyak kisah perlawanan yang dahulu dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk mempertahankan serta merebut kembali kemerdekaan. Kamu bisa membaca cerita sejarah Indonesia lengkap melalui situs blog Mamikos.
FAQ
Kesimpulan dari jalannya Perang Aceh yaitu bahwa pada akhirnya, Belanda berhasil mengambil kekuasaan dari Aceh untuk menjadi di bawahnya secara sepenuhnya. Hal tersebut terjadi pada tahun 1904 dan ditandai dengan pembubaran dari Kesultanan Aceh.
Penyebab dari Perang Aceh yaitu terdapat konflik kepentingan yang terjadi antara Belanda dengan pihak Kesultanan Aceh. Belanda memiliki keinginan untuk bisa menguasai Aceh karena rempah, sementara Kesultanan Aceh ingin mempertahankan kemerdekaan dan menghindari penjajahan.
Awal Perang Aceh terjadi karena keinginan Belanda untuk dapat menguasai wilayah Kesultanan Aceh karena pentingnya dalam hal perdagangan internasional setelah dibukanya Terusan Suez.
Perlawanan di Aceh berakhir dengan Panglima Polim menyerukan bahwa sudah menyerah dan secara terpaksa menandatangani perjanjian Plakat Pendek, Kejadian tersebut menjadi tanda dari berakhirnya perlawanan rakyat Aceh.
Perlawanan yang diberikan oleh rakyat Aceh semasa perang memiliki makna bahwa mereka ingin untuk tetap mempertahankan martabat yang dimiliki oleh negara serta martabat yang dimiliki oleh islam.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: