Ringkasan Hikayat Burung Cendrawasih beserta Unsur Ekstrinsik dan Intrinsiknya
Ringkasan Hikayat Burung Cendrawasih beserta Unsur Ekstrinsik dan Intrinsiknya – Hikayat merupakan salah satu karya sastra lama Melayu.
Ada begitu banyak judul hikayat yang isinya memberikan pelajaran hidup yang begitu berharga, salah satunya adalah hikayat Burung Cendrawasih.
Penasaran dengan seperti apa hikayat Burung Cendrawasih melalui ringkasan hikayat Burung Cendrawasih beserta unsur ekstrinsik dan intrinsiknya? Baca selengkapnya di sini.๐๐
Memahami Sekilas tentang Hikayat
Daftar Isi
Daftar Isi
Salah satu karya sastra lama di Indonesia adalah hikayat. Apa itu hikayat? Hikayat adalah sebuah karya sastra lama Melayu yang memuat nilai-nilai kebijaksanaan.
Berdasarkan pada KBBI Daring, yang dimaksud hikayat adalah sebuah karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, silsilah, undang-undang, dan kisah fiktif lainnya.
Meski bersifat fiktif, tidak menutup kemungkinan juga bahwa hikayat merupakan cerminan dari kehidupan nyata yang memang benar-benar terjadi.
Menurut Hamzah (1996: 128) dalam Dian Choirul Hadi โPengembangan Bahan Ajar Memahami Hikayat Bermuatan Nilai-nilai Moral untuk Peserta Didik SMA/MAโ menjelaskan bahwa Hikayat adalah prosa fiksi lama yang mengisahkan kehidupan di dalam istana serta dihiasi dengan berbagai peristiwa yang ajaib.
Masih sama di dalam Dian Choirul Hadi, Supratman (1996: 65) menambahkan bahwa hikayat merupakan karya sastra prosa lama yang berisikan cerita, dongeng, maupun sejarah, kebanyakan mengisahkan kepahlawanan seseorang dan ditambahi dengan berbagai keanehan atau mukjizat yang dimiliki tokoh utama.
Ringkasan Hikayat Burung Cendrawasih
Hikayat Burung Cendrawasih termasuk dalam jenis hikayat yang memuat nilai-nilai sufistik. Hikayat Burung Cendrawasih sendiri termuat di dalam Kitab Tajul Muluk.
Inti ceritanya adalah bahwa Burung Cendrawasih adalah burung yang berasal dari surga, dan diturunkan ke bumi untuk membimbing sebagai sosok Waliyullah.
Satu hal yang menarik dari hikayat Burung Cendrawasih adalah bahwa tidak disebutkan nama tokoh tertentu di dalam hikayat.
Segala tokoh yang ada di dalam hikayat Burung Cendrawasih merupakan alegori. Berikut adalah ringkasan hikayat Burung Cendrawasih.
Hikayat Burung Cendrawasih
Dikisahkan bahwa tokoh utama di dalam hikayat Burung Cendrawasih sedang merasa gelisah akibat kehidupan duniawi.
Dia lalu bertekad untuk menemukan kedamaian jiwa agar tidak bergantung lagi pada dunia. Selama proses pencarian tersebut, dia tidak sengaja bertemu dengan seekor Burung Cendrawasih yang lalu menjadi pembimbing spiritual.
Burung Cendrawasih kemudian mengajak tokoh utama melakukan perjalanan dengan melintasi tujuh lembah yang melambangkan tahapan spiritual menuju kesempurnaan jiwa.
Setiap lembah yang dilewati tokoh utama merupakan simbol ujian dan tantangan yang harus dilalui agar tokoh utama dapat melepaskan ego, keinginan duniawi, dan rasa takut.
Proses melewati lembah-lembah tersebut menuntut sang tokoh utama untuk kemudian menumbuhkan sifat-sifat keutamaan, seperti kesabaran, ketabahan, dan ketulusan hati.
Di dalam perjalanannya, tokoh utama menyadari bahwa kedamaian tidak ditemukan di dunia luar, melainkan dari dalam dirinya sendiri melalui penyatuan cinta pada Tuhan.
Berkat pembelajaran yang diberikan Burung Cendrawasih, tokoh utama menyadari bahwa ia harus meninggalkan semua keterikatan duniawi dan berfokus pada ketakwaan serta cinta kepada Tuhan sebagai jalan menuju pencerahan spiritual.
Di akhir hikayat, tokoh utama mencapai kebijaksanaan dan kedamaian batin setelah memahami bahwa hidup yang sesungguhnya adalah hidup yang dipenuhi cinta, ketulusan, dan kepasrahan total kepada Sang Pencipta.
Hikayat Burung Cendrawasih berakhir dengan pesan moral tentang pentingnya perjalanan batin untuk menemukan kebenaran sejati dan makna hidup yang mendalam.
Keajaiban Burung Cendrawasih
Telah teriwayatkan di dalam Kitab Tajul Muluk, dikisahkan seekor burung yang luar biasa indah disebut Burung Cendrawasih.
Burung Cendrawasih bukanlah burung biasa, melainkan burung yang terlahir dan berasal dari surga Kahyangan.
Para arif banyak yang menyatakan bahwa Burung Cendrawasih sungguh berasal dari surga, dan senantiasa mendampingi setiap langkah para Wali Allah.
Burung Cendrawasih dikisahkan memiliki bulu yang begitu indah dengan warna yang beraneka ragam sehingga begitu cantik dipandang.
Kepala Burung Cendrawasih berwarna kuning keemasan dengan jambul kehitaman yang begitu menarik layaknya mahkota.
Selain itu, Burung Cendrawasih mempunyai empat sayap yang keindahannya tiada lawan.
Konon, siapapun yang melihat langsung Burung Cendrawasih, dia akan tertegun takjub tanpa bergerak.
Orang yang mempunyai Burung Cendrawasih sangat langka, mengingat Burung Cendrawasih yang memang asalnya dari surga.
Kabarnya, Burung Cendrawasih hanya dipunyai oleh orang-orang besar bangsawan yang tinggal di istana. Mereka, para bangsawan, percaya bahwa Burung Cendrawasih memberikan manfaat tuah yang begitu besar.
Dikisahkan pada kitab Melayu lama andaikan ada seekor Burung Cendrawasih turun ke bumi, itu adalah tanda bahwa hidupnya akan berakhir.
Namun, kematian Burung Cendrawasih tidak seperti burung atau binatang lainnya, sebab Burung Cendrawasih mati tanpa meninggalkan bangkai.
Hal tersebut terjadi karena sewaktu masih di surga, Burung Cendrawasih memakan dan meminum embun tanaman surga.
Unsur Intrinsik Ringkasan Hikayat Burung Cendrawasih
Setelah kamu mendapatkan ringkasan hikayat Burung Cendrawasih di atas, sekarang mari sedikit membahas unsur intrinsik di dalam hikayat Burung Cendrawasih.
Berdasarkan pembacaan yang telah dilakukan, unsur intrinsik hikayat Burung Cendrawasih dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tema
Hikayat Burung Cendrawasih memiliki tema spiritual berupa pencarian makna kehidupan yang dibalut dengan nilai-nilai yang kental sufisme-nya.
Sehingga tidak mengherankan akan banyak ditemui kutipan-kutipan secara tersirat maupun tersurat tentang moralitas di dalam hikayat Burung Cendrawasih.
2. Tokoh dan Penokohan
Seperti yang telah diungkapkan pada pembukaan ringkasan hikayat Burung Cendrawasih bahwa tidak ada nama spesifik yang menyangkut pada sosok tokoh manusia maupun Burung Cendrawasih itu sendiri.
Meski demikian, bukan berarti hikayat Burung Cendrawasih tidak mempunyai tokoh. Berikut adalah tokoh-tokoh hikayat Burung Cendrawasih dipandang dari sudut strukturalisme sastra.
Tokoh Utama (Pencari Kebenaran atau Sang Pengembara)*
Tokoh utama dalam hikayat Burung Cendrawasih tidak memiliki nama khusus.
Meski demikian, tokoh utama tanpa menyebut nama tersebut malah menjadikannya representasi universal bagi setiap orang yang mencari jalan menuju kebenaran spiritual.
Tokoh utama diwujudkan sebagai sosok yang gelisah dengan kehidupan duniawi dan penuh tekad untuk menemukan kedamaian sejati.
Burung Cendrawasih
Tokoh Burung Cendrawasih memiliki peran sebagai pembimbing spiritual yang menuntun tokoh utama melewati berbagai tahapan perjalanan batin.
Burung Cendrawasih mempunyai watak bijaksana, penuh kasih, dan sabar, dengan peran yang serupa seperti seorang guru dalam ajaran sufisme.
Ia juga mengajarkan pentingnya meninggalkan ego serta keterikatan pada hal-hal duniawi.
3. Alur
Hikayat Burung Cendrawasih mempunyai alur maju yang mengikuti perjalanan tokoh utama dari awal pencarian hingga akhir pencerahan spiritual.
Cerita dimulai dengan kegelisahan tokoh utama terhadap kehidupan duniawi, dilanjutkan dengan pertemuan dengan Burung Cendrawasih yang mengajaknya melakukan perjalanan spiritual.
Pada perjalanan spiritual tersebut, tokoh utama harus melewati berbagai lembah atau tahapan spiritual yang penuh dengan ujian.
Alur mencapai klimaks saat tokoh utama mampu melepaskan keinginan duniawi dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan.
Akhirnya, cerita berakhir dengan tokoh utama yang berhasil mencapai kedamaian batin.
4. Latar
Latar tempat pada hikayat Burung Cendrawasih bersifat simbolis, karena menggambarkan alam-alam spiritual daripada tempat fisik yang spesifik.
Contohnya adalah lembah-lembah yang harus dilalui oleh tokoh utama, yang melambangkan tahapan atau tantangan batin.
Selain itu, latar waktu dalam cerita ini tidak dijelaskan secara konkret. Kisah ini bersifat atemporal atau tanpa waktu spesifik, menunjukkan bahwa pesan dalam hikayat ini berlaku secara universal dan abadi.
5. Sudut Pandang
Hikayat Burung Cendrawasih disampaikan menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.
Narator sepenuhnya mengetahui dan menggambarkan perasaan, pikiran, dan motivasi tokoh utama secara mendalam, serta menyampaikan ajaran-ajaran dari Burung Cendrawasih kepada pembaca.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang ada di dalam hikayat Burung Cendrawasih begitu khas sastra Melayu klasik, dengan penggunaan bahasa yang indah, penuh dengan simbolisme dan metafora yang menggambarkan nilai-nilai sufistik.
Pemilihan kata dalam hikayat ini cenderung puitis dan penuh makna mendalam, yang membantu menggambarkan perjalanan batin tokoh utama.
Bahasa simbolik seperti โlembahโ menggambarkan tantangan spiritual dan โterbangโ untuk menyimbolkan kebebasan dari dunia material sering ditemukan dalam hikayat ini.
Unsur Ekstrinsik Ringkasan Hikayat Burung Cendrawasih
Selain unsur intrinsik, setiap cerita sastra juga mempunyai unsur ekstrinsik. Hal tersebut berlaku juga pada hikayat Burung Cendrawasih.
Unsur ekstrinsik yang dimaksud secara mudahnya bisa meliputi konteks sosiologi sastra, yakni tentang latar belakang penulisan cerita, status sosial penulis, hingga refleksinya dengan dunia nyata.
Berikut adalah pembedahan unsur ekstrinsik dari hikayat Burung Cendrawasih:
1. Latar Belakang Melayu-Islam
Hikayat Burung Cendrawasih bersumber dari tradisi sastra Melayu klasik yang banyak dipengaruhi oleh budaya Islam.
Budaya Melayu terkenal akan sifatnya yang mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, serta kaya akan karya sastra sufistik yang berusaha mengajarkan kebijaksanaan hidup.
Hikayat Burung Cendrawasih pun menggunakan simbol-simbol lokal, contohnya paling konkret adalah burung Cendrawasih, yang dianggap mewakili keindahan dan spiritualitas yang luhur dalam budaya Melayu.
Selain itu, penggunaan bahasa dan gaya penuturan khas Melayu memberikan nuansa tradisional dan keindahan tersendiri dalam alur ceritanya.
2. Nilai-Nilai Agama Filsafat Sufistik
Pada bagian nilai-nilai, hikayat Burung Cendrawasih kental dengan ajaran sufisme atau tasawuf dalam Islam.
Pada konteks tasawuf, pencarian makna hidup dan pendekatan menuju Tuhan menjadi fokus utama.
Burung Cendrawasih melambangkan pemandu atau guru spiritual yang menuntun tokoh utama untuk melewati perjalanan batin menuju penyucian diri.
Tahapan-tahapan perjalanan seperti melewati “lembah-lembah” spiritual mengacu pada konsep sufistik mengenai maqamat (tahapan-tahapan spiritual) yang harus dilalui seseorang dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Tuhan.
3. Pengendalian Diri dan Pengabdian
Di samping unsur agama, hikayat Burung Cendrawasih juga menyiratkan nilai sosial yang mengajarkan pentingnya pengendalian diri, ketabahan, dan kepasrahan dalam kehidupan.
Masyarakat Melayu dipandang sangat menjunjung tinggi kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan penuh rasa hormat.
Hikayat Burung Cendrawasih menyampaikan pesan bahwa seseorang harus mampu mengendalikan nafsu dan keinginan duniawi agar dapat hidup damai bersama orang lain.
4. Pengaruh Sastra Sufi
Hikayat Burung Cendrawasih nampak dipengaruhi oleh karya sastra sufi klasik, terutama Mantiq al-Tayr (Konferensi Burung) karya penyair sufi Persia, Fariduddin Attar.
Pada karya Attar, burung-burung melakukan perjalanan spiritual yang hampir serupa dengan hikayat Burung Cendrawasih.
Pesan Moral Ringkasan Hikayat Burung Cendrawasih
Menurut pembacaan yang telah dilakukan, Hikayat Burung Cendrawasih bisa dibilang sedang menyampaikan pesan moral tentang pentingnya melepaskan diri dari ego, nafsu, dan keterikatan duniawi.
Hikayat Burung Cendrawasih juga mengajarkan bahwa kedamaian sejati hanya dapat ditemukan melalui pengabdian, ketulusan, dan cinta yang mendalam kepada Tuhan.
Selain itu, hikayat Burung Cendrawasih terus mengingatkan pembaca untuk tidak mudah tergoda oleh kenikmatan duniawi dan sebaiknya mengarahkan hidup pada tujuan yang lebih tinggi, yaitu kesempurnaan spiritual.
Demikian pembahasan ringkasan hikayat Burung Cendrawasih beserta unsur ekstrinsik dan intrinsiknya. Semoga bermanfaat.
FAQ
Telah teriwayatkan di dalam Kitab Tajul Muluk, dikisahkan seekor burung yang luar biasa indah disebut Burung Cendrawasih. Burung Cendrawasih bukanlah burung biasa, melainkan burung yang terlahir dan berasal dari surga Kahyangan karena keindahannya.
Inti ceritanya adalah bahwa Burung Cendrawasih adalah burung yang berasal dari surga, dan diturunkan ke bumi untuk membimbing sebagai sosok Waliyullah.
Hikayat Burung Cendrawasih bisa dibilang sedang menyampaikan pesan moral tentang pentingnya melepaskan diri dari ego, nafsu, dan keterikatan duniawi. Hikayat Burung Cendrawasih juga mengajarkan bahwa kedamaian sejati hanya dapat ditemukan melalui pengabdian, ketulusan, dan cinta yang mendalam kepada Tuhan.ย
Hikayat adalah sebuah karya sastra lama Melayu yang memuat nilai-nilai kebijaksanaan. Berdasarkan pada KBBI Daring, yang dimaksud hikayat adalah sebuah karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, silsilah, undang-undang, dan kisah fiktif lainnya.
Burung Cendrawasih dikisahkan memiliki bulu yang begitu indah dengan warna yang beraneka ragam sehingga begitu cantik dipandang. Kepala Burung Cendrawasih berwarna kuning keemasan dengan jambul kehitaman yang begitu menarik layaknya mahkota. Selain itu, Burung Cendrawasih mempunyai empat sayap yang keindahannya tiada lawan.ย
Referensi
Hikayat Burung Cendrawasih [Daring]: Tautan http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa/article/download/1110/1013/ย
Hikayat Burung Cendrawasih [Daring]: Tautan https://brainly.co.id/tugas/35678189ย
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: