Ringkasan Meganthropus Paleojavanicus, Ciri-ciri, Jenis, dan Penemu
Ringkasan Meganthropus Paleojavanicus, Ciri-ciri, Jenis, dan Penemu – Indonesia kaya akan sejarah dan kebudayaan penting, termasuk di dunia arkeologi atau ilmu kepurbakalaan.
Misalnya saja, penemuan fosil manusia purba. Dari beberapa fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia, Meganthropus Paleojavanicus merupakan fosil manusia purba tertua.
Untuk mengetahui lebih jauh seputar Meganthropus Paleojavanicus, kamu bisa simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Berikut Ringkasan Meganthropus Paleojavanicus Lengkap dengan Ciri Hingga Penemuannya
Daftar Isi
Daftar Isi
Manusia purba dan kehidupan zaman pra-aksara adalah dua hal yang tidak terlepaskan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Hidup sebelum adanya manusia modern seperti sekarang, manusia purba hidup di jaman belum ditemukan tulisan.
Para arkeolog banyak menemukan keberadaan manusia purba di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Penemuan fosil, ukiran, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya menjadi bukti autentik yang dapat menguatkan keberadaan manusia purba di Indonesia.
Nah, jenis manusia purba paling tua (primitif) yang pernah ditemukan di Indonesia adalah Meganthropus Paleojavanicus.
Untuk menambah pengetahuan baru kamu, berikut telah Mamikos rangkumkan sejarah lengkap tentang Meganthropus Paleojavanicus, manusia purba tertua di Indonesia.
Penemuan
Meganthropus Paleojavanicus
Tahukah
kamu, Meganthropus Paleojavanicus ditemukan oleh seorang seorang ahli
paleoantropologi Belanda bernama G.H.R von Koenigswald pada 1941.
Mengutip
dari buku ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai
Kontemporer, disebutkan bahwa jenis manusia purba satu ini memiliki struktur
tulang yang besar.
Fosil
manusia primitif tertua di Indonesia ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa
Tengah. Saat ini, Sangiran telah menjadi situs arkeologi di pulau Jawa.
Pada tahun 1936-1941, GHR von Koenigswald melakukan penelitian dari sungai Bengawan Solo.
Dari penelitian dengan metode penelitian geologis dan arkeologis tersebut, manusia raksasa Jawa ini diperkirakan berasal dari lapisan Pleistosen bawah.
Fosil
yang ditemukan pada saat itu berupa fragmen rahang bawah sebelah kanan (dengan
kedua geraham muka dan geraham bawah), rahang atas sebelah kiri (dengan geraham
kedua dan ketiga), dan gigi lepas.
Karena ukuran fosil tersebut sangat besar dan menyerupai raksasa, maka von Koenigswald menyebutnya Meganthropus Paleojavanicus.
Nah, Meganthropus Paleojavanicus ini sendiri berasal dari kata ‘mega’ yang berarti besar, ‘anthropus’ yang berarti manusia, ‘paleo’ berarti tertua, dan ‘javanicus’ artinya Jawa.
Sekarang, istilah untuk manusia purba tertua ini adalah Australopithecus Paleojavanicus.
Ciri-ciri
Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus Paleojavanicus mempunyai corak manusia, tetapi masih terdapat sifat dari kera.
Nah, berdasarkan hasil penemuan tersebut, para ahli menyimpulkan Meganthropus Palaeojavanicus memiliki ciri-ciri antara lain:
- Memiliki perawakan yang
tegap dengan tinggi kurang lebih 2,5 meter. - Volume otaknya 900 cc.
- Memiliki otot pipi yang
kuat dan tebal dengan bentuk wajah diduga besar. - Memiliki otot kunyah yang
kuat dengan bentuk gigi homonim. - Bentuk rahang bawahnya
tegap. - Mempunyai tonjolan kening
yang mencolok. - Mempunyai tonjolan
belakang yang tajam. - Tidak mempunyai dagu.
- Memiliki perlekatan di
otot tengkuk yang besar dan kuat. - Makanannya berupa
tumbuh-tumbuhan.
Menurut penelitian, Meganthropus Paleojavanicus tidak dapat berjalan dengan tegak layaknya manusia modern.
Namun, mereka berjalan menyerupai orang utan yang membungkuk dan kedua tangannya digunakan untuk menyangga tubuhnya.
Pola
Hidup Meganthropus Paleojavanicus
Diperkirakan sebagai anusia purba paling tua yang pernah hidup di Indonesia, pola hidup Meganthropus Paleojavanicus masih sangat sederhana.
Jenis manusia purba ini telah meninggalkan kebudayaan berupa kapak penetak dan alat serpih.
Alat-alat
yang mereka gunakan kebanyakan terbuat dari batu kasar. Meganthropus
Paleojavanicus bertahan hidup dengan cara berburu dan meramu. Makanan mereka
adalah hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Berbicara soal pola hidup, Meganthropus Paleojavanicus memiliki pola hidup yang nomaden alias berpindah-pindah tempat.
Sayangnya, fragmen fosil yang ditemukan sangat sedikit hingga para ahli mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan yang mereka tinggalkan.
Hal ini juga memicu perbedaan pendapat di kalangan para ahli tentang Meganthropus Paleojavanicus.
Ada sebagian ahli yang beranggapan bahwa Meganthropus Paleojavanicus sebagai Pithecanthropus.
Sementara,
sebagian ahli lainnya meyakini Meganthropus Paleojavanicus sebagai
Australopithecus.
Di Afrika, terdapat penemuan fosil yang berasal dari lapisan yang sama dengan Meganthropus.
Di sekitar fosil tersebut ditemukan peralatan dari batu yang masih kasar. Hal ini menunjukkan pola kehidupan mereka yang sangat sederhana. Peralatan tersebut berupa kapak penetak hingga alat-alat serpih.
Jenis
Fosil Meganthropus Paleojavanicus
Terdapat
beberapa macam fosil Meganthropus Paleojavanicus yang ditemukan, yakni:
1.
Meganthropus A (Sangiran 6)
Meganthropus
A (Sangiran 6) merupakan fragmen rahang yang sangat besar. Fragmen rahang ini
pertama kali ditemukan Von Koenigswald pada tahun 1942.
Von Koenigswald ditangkap oleh Jepang dalam Perang Dunia II, namun ia berhasil mengirimkan cast rahang untuk Franz Weidenreich.
Kemudian, Weidenreich melanjutkan penelitian dan menamakan spesimen tersebut di tahun 1945.
Weidenreich menyatakan spesimen tersebut memiliki rahang terbesar yang pernah ia lihat.
Rahang tersebut dikatakan memiliki ukuran yang sama besar dengan gorilla, namun bentuknya berbeda.
Setelah
dilakukan berbagai penelitian dan rekonstruksi, ditemukan adanya kemungkinan
bahwa meganthropus berukuran lebih besar daripada gorila manapun yang kita
ketahui.
2.
Meganthropus B (Sangiran 8)
Penemuan fosil Meganthropus B (Sangiran 8) berupa potongan tulang rahang lain yang dideskripsikan pada 1953 oleh Marks.
Meganthropus Paleojavanicus yang satu ini memiliki ciri berukuran dan berbentuk hampir sama dengan penemuan rahang bawah asli yang sudah mengalami kerusakan parah.
Diketahui, fosil ini adalah tulang rahang dewasa yang berukuran lebih kecil daripada homo erectus.
Namun yang membingungkan, spesimen tersebut memiliki beberapa ciri unik yang sama dengan penemuan awal, dan ciri tersebut tidak terdapat pada homo erectus.
3.
Meganthropus C (Sangiran 33/BK 7905)
Penemuan fosil Meganthropus C (Sangiran 33/BK 7905) berupa potongan tulang rahang dan ditemukan pada 1979.
Meganthropus Paleojavanicus yang satu ini memiliki ciri yakni beberapa kesamaan umum dengan temuan rahang bawah yang telah dikatakan sebelumnya.
Fosil
ini berhubungan dengan Meganthropus Paleojavanicus, namun tampaknya menjadi
hubungan yang paling lemah dari penemuan-penemuan tulang rahang sebelumnya.
4.
Meganthropus D
Fosil
Meganthropus D berupa tulang rahang dan ramus yang ditemukan oleh Sartono pada
1993. Fosil tersebut diperkirakan berusia antara sekitar 1,4 hingga 0,9 juta
tahun lalu.
Pada
bagian ramusnya telah mengalami kerusakan yang buruk. Namun, bagian tulang
rahang bawahnya relatif tampak tidak mengalami kerusakan meskipun detail
giginya telah hilang.
Fosil satu ini berukuran agak lebih kecil, namun bentuknya sangat mirip daripada Meganthropus A.
Hingga pada akhirnya, Sartono, Tyler dan Krantz menyepakati bahwa Meganthropus A dan D tampaknya merupakan contoh dari spesies yang sama.
5.
Meganthropus I (Sangiran 27)
Spesimen Tyler ini digambarkan sebagai tengkorak yang hampir sempurna, namun hancur dalam batas ukuran Meganthropus dan di luar batas (diasumsikan) H. Homo.
Spesimen satu ini tidak memiliki jendolan ganda yang hampir bertemu di atas tempurung kepala dan punggung nuchal sangat tebal.
6.
Meganthropus II (Sangiran 31)
Meganthropus II ini merupakan fragmen tengkorak yang pertama kali dijelaskan oleh Sartono pada 1982.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Tyler, disimpulkan bahwa ukuran Meganthropus II berada di luar batas normal Homo Erectus.
Meganthropus
Paleojavanicus satu ini memiliki ciri, yakni memiliki bentuk tengkorak lebih
dalam, berkubah lebih rendah dan jauh lebih lebar dari spesimen manapun yang
pernah ditemukan.
Bagian sagittal crest dobel dengan kapasitas tengkorak sekitar 800 hingga 1000 cc.
Sangiran 31 akhirnya direkonstruksi dan dipresentasikan pada AAPA meeting di tahun 1993 dan telah diterima oleh banyak kalangan otoritas. Sejauh ini tidak ada homo erectus lain yang menunjukkan ciri – ciri ini.
7.
Meganthropus III
Meganthropus III merupakan penemuan fosil lain yang memiliki sedikit kaitan yang lemah dengan manusia purba tertua di Indonesia adalah Meganthropus Paleojavanicus.
Penemuan ini diperkirakan adalah bagian posterior dari tengkorak hominid, yang memiliki ukuran 7 hingga 10 cm.
Tyler pada 1996 menggambarkan penemuan sudut oksipital dari keseluruhan tengkorak yang diperkirakan sejauh 120 derajat.
Menurut Tyler itu adalah rentang ukuran yang dimiliki homo erectus. Akan tetapi interpretasi Tyler masih dipertanyakan oleh para pihak berwenang yang ragu akan adanya hubungan tersebut.
Penutup
Itulah informasi yang bisa Mamikos bagikan kepada kalian terkait manusia purba paling tua (primitif) yang pernah ditemukan di Indonesia, yakni ringkasan Meganthropus Paleojavanicus.
Fosil
manusia primitif tertua di Indonesia ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa
Tengah dan ditemukan oleh seorang seorang ahli paleoantropologi Belanda bernama
G.H.R von Koenigswald.
Buat kamu yang ingin mengulik materi sejarah lainnya, silahkan kunjungi situs blog Mamikos dan temukan informasinya di sana.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: