Ringkasan Pemberontakan APRA 1950 Penyebab, Tujuan, Dampak, dan Akhir
Ringkasan Pemberontakan APRA 1950 Penyebab, Tujuan, Dampak, dan
Akhir – Indonesia termasuk dalam negara yang memiliki sejarah perjuangan yang
panjang.
Nah, apakah kamu tahu tentang pemberontakan APRA? Kalau belum
tahu, jangan khawatir.
Berikut Mamikos berikan ringkasan pemberontakan APRA 1950 untuk
kamu pelajari!
Penyebab Pemberontakan APRA 1950
Daftar Isi
Daftar Isi
Hal pertama yang perlu dibahas dalam ringkasan
pemberontakan APRA 1950 ini adalah penyebab dan awal mula terjadinya pemberontakan
APRA.
Penyebab dan awal mula terjadinya pemberontakan APRA adalah Konferensi
Meja Bundar (KMB) di tahun 1949.
Kamu masih ingat kan bahwa dalam KMB ini Belanda harus
mengakui kemerdekaan Indonesia, terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS),
dan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat)?
Di dalam APRIS, terdapat TNI (Tentara Negara Indonesia) dan
KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger/Kerajaan Hindia Belanda).
Mendengar keputusan pembentukan RIS, KL (Koninklijk
Leger) tentu merasa tidak puas.
Nah, di dalam KNIL terdapat beberapa pribumi yang pro dengan KL.
Dari sinilah, muncullah pertentangan antara TNI dan KNIL.
Mereka tidak sudi menerima
pembentukan RIS karena ingin mempertahankan bentuk federal Indonesia.
Karena, pada saat itu,
terdapat negara bagian yang disebut Negara Pasundan dengan angkatan perangnya
sendiri. Jadi, tentu saja mereka menolak pembentukan APRIS juga.
Saat mereka mengajukan permohonan
supaya pemerintah pusat mengakui Negara Pasundan beserta angkatan perangnya,
hal ini langsung ditolak.
Akhirnya, seorang
kapten tentara Belanda, Raymond Westerling, menyatukan KNIL dan KL menjadi
sebuah pasukan besar yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Raymond Westerling, beserta APRA, bertujuan untuk menggulingkan pemerintah RIS, membubarkan kabinetnya, dan membunuh seluruh petinggi dan TNI.
Pemberontakan APRA 1950
Berikut Mamikos berikan
ringkasan pemberontakan APRA 1950 secara kronologis untuk kamu pelajari!
APRA didirikan pada
tanggal 15 Januari 1949. Sebagian besar anggotanya adalah KNIL.
Nah, hampir setahun
kemudian, tepatnya pada 5 Januari 1950, sebuah ultimatum pun dikirimkan kepada
pemerintah pusat dari Raymond Westerling.
Isinya adalah
permintaan pengakuan Negara Pasundan beserta angkatan perangnya. Jika tidak,
maka APRA akan menyerang.
Ultimatum ini tentu
diabaikan oleh pemerintah pusat karena tidak sesuai dengan kesepakatan pada
saat KMB yang lalu.
Di saat yang bersamaan,
Westerling juga berusaha untuk membunuh petinggi pemerintah pusat di Bandung. Tapi
hal itu gagal.
Drs. Moh. Hatta—yang saat
ini masih menjadi Perdana Menteri—akhirnya pada tanggal 10 Januari 1950 memberi
perintah untuk menangkap Westerling. Sayangnya hal itu tidak berhasil.
Pada 23 Januari 1950,
Westerling justru berusaha mengkudeta Bandung dan Jakarta dengan cara menembak
mati siapa pun yang mengenakan seragam TNI.
Puluhan tentara TNI gugur
karena tidak menyangka akan diserang secara tiba-tiba oleh Westerling dan APRA
seperti itu.
Bahkan, Letnan Kolonel
Lembong yang sedang berkunjung ke Markas Besar Divisi Siliwangi pun turut
terbunuh.
APRA kemudian menguasai
Markas Besar Divisi Siliwangi, namun mereka kehabisan peluru.
Sementara itu,
percobaan kudeta di Jakarta tidak berhasil karena bantuan yang diharapkan tidak
kunjung datang.
Akhir Pemberontakan APRA 1950
Kamu pasti sudah
penasaran dengan akhir dari ringkasan pemberontakan APRA 1950 ini kan?
Melihat aksi teror APRA
di Jakarta dan Bandung, tentu saja pemerintah pusat Indonesia tidak hanya
berpangku tangan.
Pada tanggal 24 Januari
1950, pemerintah pusat segera mengerahkan seluruh kekuatan militer untuk
menahan gejolak yang diciptakan APRA sambil berdiskusi dengan pihak Belanda
untuk menekan Westerling.
Baru pada tanggal 5 April 1950 pasukan khusus Indonesia berhasil menangkap Sultan Hamid II—salah satu petinggi Indonesia yang pro dengan keputusan Westerling.
Ia kemudian diadili dan dijebloskan ke penjara.
Sayangnya, Westerling
berhasil kabur dan bersembunyi di Singapura. Secara otomatis, hilangnya sosok
Westerling menjadi akhir dari APRA.
Dampak Pemberontakan APRA 1950
Tentu ringkasan
pemberontakan APRA 1950 ini tidak akan lengkap bila tidak membahas mengenai
dampaknya.
Ada begitu banyak
dampak negatif yang disebabkan oleh pemberontakan APRA tahun 1950 ini.
Yang utama dan pertama
adalah gugurnya anggota TNI, dan bahkan mungkin beberapa warga tidak bersalah.
Diperkirakan bahwa korban
yang gugur dalam pembantaian APRA 1950 ini mencapai 40.000 jiwa.
Selain itu, teror yang
mereka lakukan juga menyebabkan keresahan dan ketakutan di kalangan masyarakat Indonesia.
Kemudian, pada 15
Agustus 1950, Kabinet RIS pun dibubarkan. Dan pada 17 Agustus 1950, RIS pun diganti
kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, negara bagian Pasundan beserta angkatan perangnya pun dibubarkan dan sekarang kita kenal sebagai provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan daerah Banten.
Tokoh-tokoh Dalam Pemberontakan APRA 1950
Yang tidak boleh
terlupakan dalam ringkasan pemberontakan APRA 1950 ini adalah tokoh-tokoh yang
terlibat di dalamnya.
Seperti yang sudah
diketahui, yang menginisiasi
APRA di tahun 1949–1950 adalah Raymond Westerling, seorang kapten Belanda.
Ia mendapat dukungan
yang cukup besar dari seorang tokoh penting Indonesia yang tidak puas dengan
RIS.
Tokoh penting Indonesia
itu adalah Sultan Hamid II.
Sungguh sangat
disayangkan mengingat banyaknya kontribusi Sultan Hamid II terhadap Indonesia,
salah satu yang paling utama adalah desainnya untuk lambang negara Indonesia.
Menurut hasil
penyelidikan, Sultan Hamid II adalah otak dari seluruh rencana pemberontakan
dan pembantaian APRA di tahun 1950 ini.
Sementara itu, ada juga
Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, komandan KNIL yang terakhir.
Ia sebenarnya tidak berperan
secara langsung dalam pemberontakan APRA 1950.
Ia memang ditelepon
oleh Raymond yang meminta dukungan. Tapi van Vreeden menolak dan malah
memperingatkan Westerling untuk berhenti. Walau begitu, ia tidak secara
langsung memerintahkan penangkapan Westerling.
Pada tanggal 25 Juli
1950, van Vreeden akhirnya menyerahkan markas besar KNIL kepada TNI dan kembali
ke Belanda.
Di samping itu, Anwar
Tjokroaminoto beserta seluruh kabinet dalam Negara Pasundan juga ditangkap dan
diselidiki karena dituduh menyetujui pemberontakan APRA ini.
Tapi, setelah terbukti
bahwa mereka—termasuk Anwar—tidak terlibat, pemerintah pusat pun membebaskan
mereka.
Anwar kemudian
diberikan jabatan dalam DPR RIS, DPRS, dan juga di Kabinet Wilopo.
Asal Usul Nama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Dari ringkasan
pemberontakan APRA 1950 di atas, kamu pasti penasaran dengan nasal usul nama
APRA kan?
Seperti yang kamu
ketahui, APRA merupakan singkatan untuk Angkatan Perang Ratu Adil.
Nah, Ratu Adil itu
siapa sih? Ternyata, Westerling mengambil nama tersebut dari salah satu ramalan
Jayabaya.
Jayabaya pernah
meramalkan bahwa akan datang seorang pemimpin dengan garis keturunan Turki yang
membawa keadilan dan kedamaian di Indonesia.
Sosok pemimpin ini
disebut Ratu Adil oleh masyarakat Jawa. Mereka percaya bahwa Ratu Adil kelak
akan datang dan menyejahterakan ibu pertiwi.
Westerling menganggap
bahwa yang disebut Ratu Adil ini adalah dirinya. Sebab, kebetulan sekali, ia
juga memiliki sedikit darah Turki.
Maka dari itu, ia pun
mengambil nama Ratu Adil untuk angkatan perangnya. Karena ia beranggapan bahwa
dirinya memang akan membawa keadilan dan kesejahteraan di tanah Jawa.
Penutup
Itulah ringkasan
pemberontakan APRA 1950 yang bisa Mamikos sampaikan.
Apakah ada hal-hal yang
terlewat dari ringkasan pemberontakan APRA 1950 di atas?
Jika ada, kamu boleh
banget menambahkannya dalam ringkasan pemberontakan APRA 1950 ya!
Semoga ringkasan pemberontakan APRA 1950 ini bisa membantumu belajar!
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: