Ringkasan Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 secara Singkat dan Lengkap
Ringkasan Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 secara Singkat dan Lengkap – Sebagai bangsa Indonesia, tentu penting bagi kita untuk tahu dan memahami sejarah proklamasi kemerdekaan.
Sayangnya, pembahasan terkait sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terkadang terlalu panjang, sehingga sulit untuk diresapi.
Maka dari itu, bagi kamu yang belum tahu secara detail dan ringkas mengenai sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kamu bisa membaca ringkasan sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di sini.
Ringkasan Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Daftar Isi
Daftar Isi
Ulasan ringkasan sejarah proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 secara singkat dan lengkap akan sangat membantumu dalam pelajaran sejarah.
Sebab, pembahasan sejarah peristiwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia disajikan secara ringkas dan tanpa bunga-bunga.
Berikut ini adalah ringkasan sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Jepang Kalah di Perang Dunia Kedua
Kemerdekaan Indonesia yang ditandai dengan berkumandangnya proklamasi tidak bisa dilepaskan dari kalahnya Jepang di Perang Dunia kedua.
Sebab, Jepang yang sudah beberapa kali mengalami kekalahan mengalami pukulan telak dengan dijatuhkannya bom di Nagasaki dan Hiroshima.
Sekutu, yang dikomandoi oleh Amerika Serikat, menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945.
Selang dua hari kemudian, 9 Agustus 1945, bom atom kembali dijatuhkan di Jepang tapi di Kota Nagasaki.
Praktis, Jepang mengalami kerugian dan kekalahan besar dalam Perang Dunia Kedua akibat dua bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat.
Mengingat kerusakan yang diderita begitu besar, Jepang lantas memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Situasi Jepang yang menduduki Indonesia pada saat itu tentu saja menjadi penuh dengan pergolakan.
Jepang sadar betul bahwa kekalahannya di Perang Dunia Kedua akan memicu terjadinya perlawanan di negeri-negeri jajahan mereka, tidak terkecuali Indonesia.
Jepang yang di negerinya porak poranda seketika menyebabkan kebingungan pada pasukan Jepang yang saat itu berada di negeri jajahan.
Tidak ada komando yang jelas apakah pasukan Jepang ditarik ke Jepang, atau tetap mempertahankan posisi status quo.
Situasi darurat yang diderita Jepang menjadi momen emas bagi pejuang bangsa Indonesia untuk mengambil kesempatan meraih kemerdekaan.
Memang, Jepang mencoba menegosiasi posisi mereka di Indonesia dengan memberikan janji kemerdekaan.
Namun, banyak pejuang Indonesia yang berpikiran bahwa kemerdekaan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan diraih, bukan hasil pemberian dari si penjajah.
Para Pemuda yang Mendesak
Rentetan peristiwa yang terjadi dalam tempo yang sangat berdekatan terkait kekalahan Jepang dan perubahan situasi geopolitik pada 1945 menjelang berakhirnya Perang Dunia Kedua tidak mau disia-siakan oleh golongan pemuda Indonesia.
Para pemuda seperti Chaerul Saleh, Wikana, dan Sukarni, serta para pemuda dengan pemikiran radikal yang lain pada waktu itu segera bersurat dengan para tokoh nasional Indonesia.
Mereka mendesak agar para tokoh nasional segera mengumandangkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan tidak menanti janji pemberian kemerdekaan dari Jepang.
Sikap para pemuda yang demikian tidak lepas dari sikap para tokoh nasional yang cenderung pasif, dan mempertimbangkan setiap langkah.
Ketika para tokoh nasional berusaha menimbang-nimbang apakah kalahnya Jepang merupakan momen yang tepat untuk merdeka, serta bagaimana cara diplomasi yang tepat, para pemuda sudah mengambil langkah-langkah taktis dengan melakukan sabotase di ruang-ruang publik, termasuk stasiun radio.
Pemikiran radikal yang dibawa oleh para pemuda Indonesia ketika itu lantas melahirkan sebuah peristiwa penting yang menjadi penentu atau titik kemerdekaan Indonesia, yaitu peristiwa Rengasdengklok.
Tanpa adanya peristiwa Rengasdengklok, bisa jadi Kemerdekaan Indonesia tidak akan dikumandangkan pada tahun 1945.
Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok
15 Agustus 1945
Pada 15 Agustus 1945, beberapa kelompok pemuda mendatangi kediaman Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56, di antara mereka ada tokoh pemuda seperti Darwis dan Wikana.
Saat bertemu Soekarno, para pemuda yang mendatangi Soekarno mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan.
Namun, Soekarno punya pemikiran lain. Dia berpikiran bahwa kemerdekaan Indonesia harus diproklamasikan secara hati-hati dan tidak sembrono.
Para pemuda yang gagal mendesak Soekarno kemudian kembali ke tempat pertemuan mereka. Hingga kemudian muncul gagasan di antara mereka untuk menjalankan tindakan yang lebih ekstrem, yakni ‘menculik’ Soekarno dan Hatta.
16 Agustus 1945
Tepat pada dini hari 16 Agustus 1945, para pemuda melancarkan aksi ‘penculikan’.
Tokoh pahlawan nasional pada saat itu yang diculik adalah Soekarno dan Hatta. Kedua tokoh tersebut ‘diamankan’ di Rengasdengklok, sebuah daerah pelosok Karawang.
Rengasdengklok dipilih atas pertimbangan letak markas Jepang yang jauh, sehingga bisa luput dari pengawasan Jepang.
Selama di Rengasdengklok, para pemuda terus mendesak Soekarno dan Hatta untuk bersedia segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Meski para pemuda memberikan argumen-argumen yang kuat terkait urgensi proklamasi kemerdekaan Indonesia yang harus dilakukan, Soekarno dan Hatta tetap teguh pada pendirian mereka bahwa proklamasi harus dirundingkan secara matang.
Di saat yang bersamaan, di Jakarta, Ahmad Subardjo yang mewakili golongan tua, sedang berunding dengan golongan pemuda.
Golongan pemuda meyakini bahwa apabila proklamasi kemerdekaan Indonesia ditunda, maka momen akan terlewat, dan sekutu akan datang untuk menggagalkan. Selain itu, mereka juga tidak mau kalau kemerdekaan adalah hasil pemberian dari Jepang.
Di lain pihak, golongan tua relatif memilih jalur diplomasi dengan menunggu kepastian mengenai janji kemerdekaan yang dijanjikan Jepang.
Setelah diskusi yang alot, akhirnya Ahmad Subardjo berhasil meyakinkan para pemuda bahwa kemerdekaan Indonesia akan diproklamasikan secepatnya, dan yang paling utama tanpa campur tangan Jepang.
Malam Hari, 16 Agustus 1945
Hasil diskusi di Jakarta yang melibatkan golongan tua dan golongan muda disampaikan pada mereka yang ada di Rengasdengklok.
Soekarno dan Hatta lalu dibawa kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Mengingat adanya kedekatan dengan salah satu tentara Jepang yang pro terhadap Indonesia, Soekarno dan Hatta serta yang lainnya memilih untuk bermarkas di rumah Laksamana Maeda, seorang Perwira Angkatan Laut Jepang, di Jalan Imam Bonjol No.1, Jakarta, untuk merumuskan proklamasi kemerdekaan.
Penyusunan Naskah Proklamasi
Naskah proklamasi disusun di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1. Laksamana Maeda sendiri merupakan seorang Perwira Angkatan Laut Jepang.
Hampir seluruh tokoh pahlawan Nasional berkumpul di rumah Laksamana Maeda untuk mempersiapkan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Soekarno dan Hatta menjadi perumus utama dalam penyusunan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dibantu dengan Ahmad Subardjo.
Adapun sosok yang mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berasal dari golongan pemuda, yaitu Sayuti Melik.
Dalam proses penyusunan naskah Proklamasi tersebut terjadi diskusi yang intens terkait setiap penggunaan kata-kata yang akan dibacakan nantinya.
Sebagai salah satu contohnya adalah penggunaan kata ‘tempo’. Sebelumnya kata ‘tempo’ ditulis dan dibaca dengan bacaan ‘tempoh’, namun kemudian diganti menjadi ‘tempo’.
Naskah proklamasi kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta, sebagai perwakilan dari rakyat Indonesia.
Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Setelah naskah proklamasi Indonesia telah siap. Tahap selanjutnya adalah mengumandangkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Awalnya, pembacaan proklamasi Indonesia hendak dilaksanakan di Lapangan Ikada, sekarang Monas. Namun karena pertimbangan gangguan yang bisa jadi muncul dari tentara Jepang, akhirnya pembacaan naskah Proklamasi Indonesia dilaksanakan di rumah Soekarno.
Pada pukul 10.00 WIB, di Jl. Pegangsaan Timur No.56, pada Jum’at, 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta mengumandangkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Beberapa tokoh pahlawan Nasional yang hadir pada saat pembacaan proklamasi Indonesia di antaranya, Sayuti Melik, Sukarni, Soewirjo, SK. Trimurti, Latief Hendraningrat, dan masyarakat umum di sekitar rumah Soekarno.
Dalam prosesinya, setelah naskah proklamasi Indonesia dibaca, acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih yang dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud.
Pada waktu pengibaran bendera merah putih tersebut, seluruh hadiri secara serentak dan otomatis, menyanyikan lagu Indonesia Raya yang digubah WR. Supratman.
Di waktu yang bersamaan juga, berkat tindakan pemuda yang sebelumnya berhasil mengambil alih stasiun radio Jepang, pembacaan proklamasi Indonesia berhasil disiarkan.
Pembacaan proklamasi Kemerdekaan Indonesia bukan hasil final. Sebab, dalam rentang waktu 1945 hingga 1949, para pejuang harus melawan Belanda yang masih ingin bercokol di Indonesia.
Demikian pembahasan ringkasan sejarah proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 secara ringkas dan lengkap. Semoga bermanfaat.
FAQ
Kemerdekaan Indonesia yang ditandai dengan berkumandangnya proklamasi tidak bisa dilepaskan dari kalahnya Jepang di Perang Dunia kedua. Sebab, Jepang yang sudah beberapa kali mengalami kekalahan mengalami pukulan telak dengan dijatuhkannya bom di Nagasaki dan Hiroshima. Sekutu, yang dikomandoi oleh Amerika Serikat, menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945.
Selang dua hari kemudian, 9 Agustus 1945, bom atom kembali dijatuhkan di Jepang tapi di Kota Nagasaki. Praktis, Jepang mengalami kerugian dan kekalahan besar dalam Perang Dunia Kedua akibat dua bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat. Mengingat kerusakan yang diderita begitu besar, Jepang lantas memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Awalnya, pembacaan proklamasi Indonesia hendak dilaksanakan di Lapangan Ikada, sekarang Monas. Namun karena pertimbangan gangguan yang bisa jadi muncul dari tentara Jepang, akhirnya pembacaan naskah Proklamasi Indonesia dilaksanakan di rumah Soekarno. Pada pukul 10.00 WIB, di Jl. Pegangsaan Timur No.56, pada Jum’at, 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta mengumandangkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh pahlawan Nasional yang hadir pada saat pembacaan proklamasi Indonesia di antaranya, Sayuti Melik, Sukarni, Soewirjo, SK. Trimurti, Latief Hendraningrat, dan masyarakat umum di sekitar rumah Soekarno. Dalam prosesinya, setelah naskah proklamasi Indonesia dibaca, acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih yang dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Pada waktu pengibaran bendera merah putih tersebut, seluruh hadiri secara serentak dan otomatis, menyanyikan lagu Indonesia Raya yang digubah WR. Supratman.
Pada pukul 10.00 WIB, di Jl. Pegangsaan Timur No.56, pada Jum’at, 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta mengumandangkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia yang ditandai dengan berkumandangnya proklamasi tidak bisa dilepaskan dari kalahnya Jepang di Perang Dunia kedua. Sebab, Jepang yang sudah beberapa kali mengalami kekalahan mengalami pukulan telak dengan dijatuhkannya bom di Nagasaki dan Hiroshima. Sekutu, yang dikomandoi oleh Amerika Serikat, menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945.
Selang dua hari kemudian, 9 Agustus 1945, bom atom kembali dijatuhkan di Jepang tapi di Kota Nagasaki. Praktis, Jepang mengalami kerugian dan kekalahan besar dalam Perang Dunia Kedua akibat dua bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat. Mengingat kerusakan yang diderita begitu besar, Jepang lantas memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Adapun sosok yang mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berasal dari golongan pemuda, yaitu Sayuti Melik.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: