Tradisi Malam Satu Suro dalam Masyarakat Jawa, Makna, Tujuan, dan Pantangan

Tradisi Malam Satu Suro dalam Masyarakat Jawa, Makna, Tujuan, dan Pantangan – Malam satu suro bagi masyarakat Jawa bukan sekedar malam pergantian tahun.

Hal ini dikarenakan malam satu suro memiliki makna yang dalam sehingga banyak yang meyakini di malam ini ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan.

Nah, di artikel ini Mamikos akan memberikan informasi lengkap mengenai makna, tujuan, dan pantangan di malam satu suro. Jadi silakan kamu baca artikel ini sampai selesai, ya! 😎👍

Tradisi Malam Satu Suro dalam Masyarakat Jawa

Canva/@wing-sawitchaya

Malam satu Suro bagi masyarakat Jawa merupakan malam yang istimewa karena di malam ini terjadi pergantian tahun dalam sistem kalender Jawa.

Hingga saat ini kalender Jawa masih digunakan dalam berbagai keperluan mulai dari pelaksanaan upacara adat hingga kegiatan sehari-hari masyarakat Jawa mulai memulai bercocok tanam, membeli hewan ternak, dan masih banyak lainnya.

Kalender Jawa sendiri muncul ketika Sultan Agung Hanyokrokusumo bertahta di Kasultanan Mataram Islam.👑

Saat itu, penguasa Mataram Islam itu menggabungkan kalender Hindu dengan kalender Hijriah. Berbeda dengan kalender masehi yang pergantian tahunnya diperingati setelah lepas tengah malam.

Pergantian hari menurut kalender Jawa dimulai saat petang atau setelah maghrib. Makanya, peringatan pergantian tahun baru Jawa atau yang lebih dikenal dengan malam satu suro ini biasanya dilaksanakan usai matahari terbenam.

Hal inilah yang kemudian membuat datangnya malam pergantian tahun baru Jawa sama dengan pergantian tahun baru Islam.

A. Makna Malam Satu Suro

Bagi masyarakat Jawa, malam satu Suro memiliki makna yang sangat dalam. Hal inilah yang kemudian membuat malam pergantian tahun dalam sistem kalender Jawa ini tidak dirayakan dengan gegap gempita sebagaimana pergantian tahun Masehi.

Orang-orang Jawa lebih sering menggunakan malam satu Suro sebagai waktu yang tepat untuk melakukan introspeksi diri dan untuk melakukan perenungan.

Dengan melakukan dua hal ini diyakini akan membuat orang yang melakukannya bisa menjadi pribadi yang yang lebih baik di tahun yang baru.

Jika dilihat dari sisi budaya, malam satu Suro ini sering ditandai dengan dilaksanakannya berbagai adat dan tradisi warisan dari leluhur.

Semua adat dan tradisi yang dilaksanakan di malam satu Suro ini memiliki makna untuk membersihkan diri baik lahir maupun batin, serta untuk menghilangkan unsur negatif yang ada di dalam diri.

Tak hanya itu, banyak yang meyakini kalau di malam satu Suro ini batas antara dunia nyata dan dunia gaib akan menipis sehingga ada sejumlah pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh orang Jawa.

Selain itu, di kalangan penganut Kejawen, malam satu Suro merupakan awal dimulainya bulan Suro yang sangat disakralkan.

Mereka memiliki keyakinan kalau bulan Suro ini sangat baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga apa yang menjadi hajat dan keinginannya menjadi lebih cepat terkabul.

Cara mendekatkan diri yang dimaksud di sini antara lain dengan menjalani puasa khas Kejawen seperti puasa mutih, puasa ngrowot, dan lain-lain.

B. Tujuan Malam Satu Suro

Malam satu Suro dimulai saat Sultan Agung Hanyokrokusumo menggabungkan kalender Hindu dengan kalender Hijriah.

Tujuan awal dari peringatan malam satu Suro adalah untuk menyatukan pasukan Sultan Agung yang terdiri dari kaum abangan dan kaum santri agar tidak terpecah belah oleh hasutan Belanda.

Seiring dengan berjalannya waktu, tujuan pelaksanaan malam satu Suro ini mengalami sedikit pergeseran dari tujuan awalnya.

Jika dulu peringatan malam satu Suro ini digunakan untuk mempererat dan menjaga persatuan pasukan Mataram Islam.

Dewasa ini tujuan dari malam satu Suro bukan hanya sekedar untuk melestarikan tradisi warisan leluhur tetapi juga dianggap menjadi waktu yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Maka, tidak mengherankan apabila setiap malam satu Suro akan ada banyak orang-orang Jawa yang melakukan ‘laku prihatin’ baik secara mandiri maupun secara kelompok untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan berbagai cara mulai dari berziarah ke makam leluhur atau menyepi.

Semua yang dilakukan orang-orang Jawa di malam satu Suro ini adalah untuk melaksanakan sikap eling dan waspada agar lebih siap terhadap hal-hal yang akan terjadi di waktu yang akan datang.

Sikap eling ini sebisa mungkin ditanamkan kembali ke dalam hati orang-orang Jawa yang masih merayakan malam satu Suro agar dirinya tahu kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan yang hanya bisa menerima takdir yang telah digariskan untuknya.

Penerimaan diri manusia dengan memiliki rasa eling akan menjadi ‘senjata ampuh’ bagi mereka yang memilikinya terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya.

Sementara sikap waspada ini juga sangat diperlukan agar mereka yang memilikinya tidak mudah tergoda dengan segala sesuatu yang bisa mendatangkan hal-hal kurang baik dalam kehidupannya.

C. Pantangan Malam Satu Suro

Dalam keyakinan malam satu Suro ada banyak hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang Jawa. Berikut ini adalah beberapa di antaranya.

1. Melangsungkan Pernikahan

Bulan Suro atau yang juga disebut sebagai bulan Muharram dalam kalender Hijriah merupakan salah satu bulan yang dianggap sakral bagi masyarakat Jawa.

Saking sakralnya bulan ini membuat tidak ada masyarakat Jawa tidak ada yang berani menggelar pesta pernikahan mulai dari malam satu Suro hingga akhir bulan Suro.

Ada beberapa pendapat yang melandasi larangan dilaksanakan pernikahan di malam satu Suro dan sepanjang bulan Suro.

Beberapa orang memiliki keyakinan bahwa mulai dari malam satu Suro dan di sepanjang bulan Suro, Ratu Kidul memiliki hajatan sehingga orang Jawa tidak berani ‘meyainginya’.

Mereka berkeyakinan kalau larangan ini dilanggar akan mendatangkan hal-hal yang kurang baik seperti usia pernikahan kedua mempelai tidak akan lama karena salah satu pengantin meninggal duluan atau karena pernikahan yang dijalani akan bubar di tengah jalan.

Di sisi lain, ada pula yang meyakini kalau larangan menikah di malam satu Suro dan sepanjang bulan Suro ini adalah sebagai bentuk penghormatan orang Jawa terhadap peristiwa Karbala yang menyebabkan gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW.

Bagi orang Jawa yang menganut Islam Kejawen, bulan Suro atau bulan Muharram dianggap sebagai bulan yang penuh kesedihan karena di bulan inilah cucu dari Nabi Muhammad SAW meninggal dunia dalam sebuah pertempuran.

Mereka tidak ingin mengadakan pesta yang penuh dengan suka cita di bulan yang pernah menjadi saksi bisu kesedihan Nabi Muhammad SAW kehilangan cucu.

2. Mendirikan atau Membangun Rumah

Hingga saat ini nyaris tidak ada orang Jawa yang berani mendirikan atau membangun rumah di malam satu Suro.

Hal ini dikarenakan adanya sebuah keyakinan bahwa mereka yang berani melanggar larangan ini akan mendapatkan sesuatu yang kurang baik.

Selain membuat rumah yang dibangun tidak akan bertahan lama dan tidak terasa nyaman untuk dihuni oleh pemiliknya.

Beberapa orang juga meyakini bahwa selama pembangunan rumah akan terjadi banyak rintangan yang membuat proses pembangunan rumah membutuhkan waktu yang lama untuk selesai.

3. Bicara Sembarangan dan Berbuat Kebisingan

Malam satu Suro akan membuat banyak orang-orang Jawa memilih untuk menghabiskan waktunya dengan berdiam diri di rumah untuk berkontemplasi.

Mereka akan melakukan apa saja demi bisa mendapatkan ketenangan saat mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tentu apabila ada seseorang yang dengan sengaja membuat kebisingan akan sangat mengganggu orang lain yang sedang bertirakat.

Selain itu, banyak pula yang meyakini bahwa di malam satu Suro ini adalah saat-saat di mana doa dan harapan bisa dengan cepat terwujud.

Sehingga hal ini membuat banyak orang tidak berani bicara sembarangan, terutama bicara yang kurang baik.

Sebab, bisa jadi kata-kata kurang baik yang keluar di malam satu Suro ini akan dikabulkan Tuhan dan pastinya apabila sampai terjadi akan disesali oleh mereka yang melanggarnya.

4. Tidak Keluar Tanpa Tujuan

Beberapa orang Jawa meyakini kalau di malam satu Suro ini akan banyak makhluk-makhluk gaib yang keluar dan sering mengganggu manusia agar lupa dengan tujuannya.

Makanya, demi menjaga keamanan dan terhindar dari godaan makhluk gaib ini banyak orang Jawa yang memilih untuk tidak keluar rumah tanpa tujuan yang jelas.

Di sisi lain, di malam satu Suro sendiri ada banyak tradisi yang digelar seperti acara kirab yang tentunya bikin jalanan jadi macet.

Jadi, kalau kamu tidak memiliki tujuan tertentu, sebaiknya tetap berada di rumah demi keamanan dirimu sendiri.

D. Tradisi Malam Satu Suro

Berikut ini beberapa tradisi yang dilakukan untuk menyambut malam satu Suro.

1. Kirab Pusaka

Tradisi ini masih dilestarikan di beberapa daerah terutama di daerah Mataraman baik itu di Jogja maupun di Solo.

Ritual ini dilakukan dengan harapan untuk membersihkan energi negatif dari pusaka-pusaka peninggalan leluhur dan sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan agar diberi keselamatan dan kesejahteraan di tahun yang baru.

2. Ruwatan

Di masyarakat Jawa ada golongan ‘sukerta’ yang bisa dimaknai sebagai orang yang terlahir dengan membawa unsur yang kurang baik.

Unsur ini sering mendatangkan kesialan dan ketidakberuntungan. Salah satu cara untuk menghilangkannya adalah melalui ruwatan.

Salah satu waktu terbaik untuk melakukan ruwatan yaitu di bulan Suro atau kalau mau lebih baik lagi adalah di malam bulan Suro.

Setelah melaksanakan ruwatan ini diharapkan mereka yang terlahir dengan keadaan ‘sukerta’ akan memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Demikian informasi yang dapat Mamikos berikan tentang makna, tujuan, pantangan dan beberapa tradisi di malam satu Suro. 😉👍

Referensi:


Klik dan dapatkan info kost di dekat mu:

Kost Jogja Murah

Kost Jakarta Murah

Kost Bandung Murah

Kost Denpasar Bali Murah

Kost Surabaya Murah

Kost Semarang Murah

Kost Malang Murah

Kost Solo Murah

Kost Bekasi Murah

Kost Medan Murah