Memahami Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia

Undang-Undang Ketenagakerjaan – Dalam rangka penyempurnaan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2003, pemerintah Indonesia pun menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah. Undang-Undang ketenagakerjaan 2017 ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Pasal 14 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Di artikel kali ini, Mamikos akan mencoba membahas mengenai arti, maksud dan tujuan dari Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017.

Undang-Undang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Ketenagakerjaan

Struktur dan Skala Upah

Struktur upah merupakan susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah. Sedangkan skala upah sendiri adalah kisaran nilai nominal upah dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar untuk setiap golongan jabatan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 sendiri mengatur mengenai struktur dan skala upah yang meliputi penyusunan, pemberlakuannya, pemberitahuan, dan peninjauannya, serta sanksi jika pekerja tidak mematuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan ini.

[irp posts=”5080″ name=”Bisnis Potensial yang Paling Pas Untuk Ditekuni Mahasiswa”]

Pengupahan di negara Indonesia memang telah diatur pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau yang biasa disebut UU Ketenagakerjaan. Di dalam Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa “setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Karena alasan tersebut, pemerintah meminta perusahaan memberikan kompensasi (terkait Undang Undang Ketenagakerjaan terbaru tentang pesangon) dalam bentuk-bentuk sebagai berikut.

a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Tak hanya itu saja, di pasal 88 ayat (4) juga dikatakan bahwa “pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak, produktivitas, serta pertumbuhan ekonomi”. Pemerintah juga melarang pembayaran upah yang lebih rendah dari upah minimum sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 90. Jika pengusaha merasa keberatan dalam membayar upah minimum, ia harus melakukan penangguhan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Selain itu, perusahaan juga harus menaati peraturan pengaturan pengupahan yang mengatakan bahwa upah tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, meskipun sudah mencapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Kesepakatan yang dibuat bisa dibatalkan demi hukum, dan pengusaha harus memberikan upah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jam Kerja

Jam kerja disini dimaksudkan sebagai waktu untuk melakukan pekerjaan yang dapat dilakukan pada siang hari atau di malam hari. Undang-Undang Ketenagakerjaan tentang jam kerja juga diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 yang mengatur jam kerja bagi para pekerja di sektor swasta. Sedangkan untuk pengaturan mulai dan berakhirnya waktu kerja diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dalam suatu perjanjian kerja. Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat (1) mewajibkan setiap perusahaan untuk mengikuti ketentuan jam kerja yang telah diatur dalam 2 sistem yakni:

• 6 hari kerja dengan pembagian waktu dalam 1 hari meliputi 7 jam kerja, dan dalam 1 minggu meliputi 40 jam kerja.
• 5 hari kerja dengan pembagian waktu dalam 1 hari meliputi 8 jam kerja, dan dalam 1 minggu meliputi 40 jam kerja.

Kedua sistem jam kerja yang berlaku ini memberikan batasan jam kerja hingga 40 jam dalam 1 minggu. Namun, apabila jam kerja di suatu perusahaan melebihi ketentuan tersebut maka waktu tersebut dianggap sebagai lembur dan para pekerja pun berhak atas upah lembur.

Kontrak Kerja

Kontrak kerja atau perjanjian kerja disini dimaksudkan sebagai suatu perjanjian antara pekerja dengan pengusaha secara lisan maupun tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan. Undang-Undang Tenaga Kerja Kontrak juga diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003. Berikut ada rincian status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya:

  • Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

    Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau disebut juga sebagai karyawan kontrak merupakan perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam jangka waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu. Pekerja dianggap sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) jika kontrak kerja tidak lebih dari 3 tahun dan tidak ada masa percobaan kerja (probation).

  • Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

    Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) merupakan perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan suatu hubungan kerja yang bersifat tetap atau biasa disebut dengan karyawan tetap. Di dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dapat mensyaratjan adanya masa percobaan kerja (probation) dengan waktu paling lama 3 bulan, bila ada yang mengatur lebih dari 3 bulan maka berdasarkan aturan hukum sejak bulan ke-4 pekerja dinyatakan sebagai PKWTT.

[irp posts=”5067″ name=”Usaha Sampingan Modal Kecil yang Menguntungkan di 2018″]

Selain Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), masih ada lagi dua jenis status pekerja yakni pekerja harian lepas (freelance) dan outsourcing. Pekerja harian lepas atau freelance sendiri berlaku dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 (satu) bulan. Jika pekerja bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, maka status pekerja berubah menjadi PKWT. Dan untuk ketentuan kerja outsorcing sendiri diatur dalam Undang-Undang No. 13 Pasal 59 Tahun 2003 tetang Ketenagakerjaan.

Itu tadi merupakan sedikit informasi mengenai Undang-Undang Ketenagakerjaan. Semoga dengan adanya informasi di atas, Anda menjadi lebih paham mengenai Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di negara kita. Jangan lupa untuk selalu berkunjung ke situs Mamikos untuk mendapatkan informasi ter-update dan informasi menarik lainnya, dan download aplikasi Mamikos di Play Store untuk akses yang lebih praktis lagi. Temukan pula informasi seputar lowongan kerja, kost-kostan, serta sewa apartemen hanya di Mamikos.

Klik dan dapatkan info yang Anda butuhkan hanya di Mamikos: