Contoh Syair Sejarah tentang Peperangan Singkat dalam Kalimat Bahasa Indonesia
Contoh Syair Sejarah tentang Peperangan Singkat dalam Kalimat Bahasa Indonesia – Syair adalah karya sastra yang masuk ke dalam golongan karya sastra lama.
Karya sastra ini umumnya disandingkan dengan puisi, pantun, talibun, gurindam, mantra dan lain sebagainya.
Meskipun tidak cukup populer seperti karya sastra lama lainnya yakni puisi dan pantun, namun karya sastra ini memiliki keindahan tersendiri. Untuk itu, bisa menggugah perasaan pembacanya melalui makna yang dalam.
Sekilas tentang Syair
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, syair merupakan puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat baris serta memiliki akhir bunyi yang sama.
Syair seperti dalam pengertiannya, yakni bentuk yang terikat sehingga terdapat aturan-aturan tersendiri. Kamu sebelumnya mungkin pernah mendengar kalimat “kata pujangga”.
Pujangga yang artinya sebagai orang yang membacakan atau membuat syair.
Sehingga, jika kamu mendengar kalimat “kata pujangga”, maka artinya perkataan yang diucapkan oleh pembaca atau pembuat syair saat sedang membacakan syairnya.
Banyak orang mengutip syair yang para pujangga bacakan, sebab syair memiliki bait-bait indah yang sarat akan makna.
Oleh karena itu, tak heran jika saat ini masih banyak orang yang menyukai karya sastra indah ini. Apalagi jenis syair ada berbagai macam, salah satunya yakni syair sejarah.
Contoh Syair Sejarah Tentang Peperangan
Awal mulanya syair bukanlah karya asli dari Indonesia, namun berasal dari tradisi Arab.
Pada negara asalnya, syair cukup populer dengan istilah Syi’ir atau Syu’ur yang artinya perasaan menyadari. Namun, ada juga yang mengartikan syair dari kata Syi’ru yang artinya puisi.
Meski bukan karya sastra asli Indonesia, namun seiring dengan perkembangannya syair terus dimodifikasi. Untuk itu, saat ini bisa sesuai dengan budaya Melayu.
Orang Melayu mengetahui syair seiring dengan penetrasi dan perkembangan ajaran Islam, seperti tasawuf di Indonesia.
Bentuk berbahasa Arab dari syair dan tercatat paling tua di negeri ini.
Catatan pada batu nisan Raja pertama kerajaan Islam tertua di Indonesia seperti Samudera Pasai, Meurah Silu atau Sultan Malik al-Saleh di Aceh, bertarikh 1297 M.
Sementara yang berbahasa Melayu klasik yang tertua yakni syair pada prasasti Minye Tujoh, Aceh, Indonesia bertarikh 1379 M (781 H).
Pada bagian dalamnya, bahasa Melayu yang masih bercampur dengan bahasa Sanskerta serta Arab.
Dalam budaya Melayu, syair sama dengan karya sastra lainnya yang memiliki nilai untuk bisa menyampaikan suatu cerita, nasihat, agama, cinta, dan lain sebagainya.
Syair adalah salah satu bentuk karya sastra yang saat banyak digemari masyarakat luas, termasuk dari kalangan remaja hingga orang dewasa.
Syair ini memang hampir sama dengan puisi, apalagi sejatinya, syair adalah salah satu jenis puisi lama. Jenis syair ada beragam, salah satu yang cukup populer yakni syair sejarah.
Syair sejarah merupakan syair yang didasarkan dari peristiwa sejarah dan benar-benar terjadi. Untuk itu, mayoritas isi dari syair sejarah mengenai peperangan.
Contoh syair sejarah yang cukup populer yakni Syair Perang Mengkasar. Syair ini yang berkisah mengenai perang antara orang Makassar dengan penjajah Belanda.
Contoh Syair Sejarah Perang Mengkasar
Bermula kalam kami tuliskan
Segenap pikiran dicurahkan
Untuk menyusun syair kesejarahan
Merangkai kejadian secara berurutan
Adapun nama syair yang dituliskan
Kerajaan Negara Dipa di Kalimantan Selatan
Sebagai bahan pengetahuan
Untuk Saudara, Kawan sekalian
Walaupun bukti sejarah Kalimantan Selatan
Tidak berupa benda bertuliskan
Namun bekas kerajaan dapat dibuktikan
Menurut penelitian para sejarawan
Bekas kerajaan yang dapat disebutkan
Seperti Candi Agung bukti peninggalan
Letaknya di Amuntai sudah dipastikan
Pemugarannya pun sudah dilakukan
Definisi Syair Perang Mengkasar
Contoh syair sejarah ini yang mendeskripsikan mengenai pertempuran Kerajaan Gowa yang ada di bawah kekuasaan VOC Belanda.
Karya sastra yang cukup populer ini mengisahkan peristiwa pada kisaran abad ke 16-17. Namun, syair ini diduga kuat ditulis pada masa Raja Gowa ke 16, Sultan Hasanuddin (1653-1669).
Untuk mengetahui pertempuran hebat antara Kerajaan Gowa Tallo melawan VOC bisa dicek dari berbagai sumber.
Salah satu yang paling mutakhir untuk mengetahui gejolak pada masa tersebut yakni melalui Syair Perang Mengkasar karya Encik Amin tersebut.
Syair Perang Mengkasar memang cukup menarik perhatian banyak ilmuwan hingga berbagai negara, salah satunya yang paling terkenal yakni Peneliti Sastra dari Inggris, C Skinner.
Bahkan, Ia juga menjadikan contoh syair sejarah ini sebagai penelitian untuk meraih gelar PhD-nya melalui judul The Rhyme Chronicle Makassar War. C Skinner.
Dimana menggambarkan Enci Amin sebagai seorang Islam Fanatik serta pria pendek yang senang bersolek.
Kabarnya Encik Amin segera berpindah ke Maluku pasca runtuhnya Kerajaan Gowa, setelah perang Mengkasar yang ditandai dengan munculnya Perjanjian Bongaya.
Secara tekstual dan kontekstual, syair ini menggambarkan berbagai hal. Mulai dari interaksi Kerajaan Melayu (Pasai/Aceh) dengan Kerajaan Gowa dalam upaya penyebaran Islam.
Kedua mengenai pengaruh Sastra Arab (Islam) Klasik, Melayu, dan Gowa. Ketiga yakni tradisi literature Kerajaan Gowa yang maju melalui kebiasaan serta mencatatkan peristiwa penting.
Eksistensi Masyarakat Melayu di Gowa
Pada dasarnya, eksistensi orang-orang Melayu pada wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa bisa dilacak sejak tahun 1500-an.
Pada masa tersebut bertepatan dengan kepemimpinan Raja Gowa ke-12 Karaeng Tunijallo yang memimpin hingga mangkat tahun 1565-1560.
Bahtiar yang menuliskan dalam jurnal dan diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan tahun 2018.
Menuliskan jika komunitas warga Melayu telah banyak menempati Gowa, tepatnya pada pemukiman Manggalekana, sebelah utara Somba Opu yang merupakan Ibu Kota Kerajaan Gowa.
Dari contoh syair sejarah, bisa mengetahui bahwa warga Melayu di Gowa sempat meminta wilayah disertai hak otonom terhadap kerajaan.
Pada masa Karaeng Tunipalangga, banyak orang Melayu mengutus Datuk Nakhoda Bonang menghadap raja Gowa.
Tujuannya agar Manggalekana mendapatkan hak otonom (Poelinggomang, 2004:77).
Dari penelusuran ini, bisa mengambil kesimpulan sederhana jika sebelum terciptanya karya Masyhur Encik Amin, komunitas warga Melayu telah banyak menempati wilayah Gowa.
Perkiraan jarak antara terciptanya contoh syair sejarah ini dan eksistensi orang Melayu di Gowa sekitar 100 tahun.
Kehadiran komunitas Melayu di Gowa turut memberikan pengaruh yang kuat terhadap penyebaran Islam di Gowa dan sekitarnya melalui tiga Datuk, yakni Datu Ri Tiro, Datu Ribandang, serta Datu Rifatimang.
Pengaruh Sastra Arab (Islam) Klasik, Melayu
Pada masa 1500-1600 Sastra Islam Melayu yang terus berkembang di daratan Melayu, apalagi di bumi Sumatera.
Hal ini ditandai dengan adanya sejumlah karya Sastra di Aceh seperti milik dari Hamzah Fansuri, Abdul Rauf Singkil, hingga Nuruddin ar-Rani.
Dalam teks manuskrip asli contoh syair sejarah ini sangat mudah ditemukan pengaruh Melayu dan Islam secara naratif.
Hal ini terlihat dari kemunculan sejumlah kosa kata berbahasa Melayu serta penulisan menggunakan teks Bahasa Arab Klasik (gundul) secara naratif sebelum mengkonversikannya ke dalam huruf latin oleh sejumlah ilmuwan mutakhir.
Pada jurnal humaniora yang memiliki judul ‘Syair Perang Mengkasar Antara Otentisitas Sejarah, Transformasi Emosi, dan Eksistensi Komunitas Melayu Gowa’ Ahyar Anwar turut menuliskan.
Teks Syair Perang Mengkasar yang tertulis dalam bentuk manuskrip berbahasa Arab Gundul sama dengan karya Hamzah Fanshuri dan Nuruddin ar-Rumi.
Dengan demikian, sangat rasional jika Syair Perang Makassar dianggap sangat kental terhadap tradisi Sastra Islam Melayu.
Tradisi Literatur Kerajaan Gowa yang Maju
Tradisi literatur Kerajaan Gowa pasca kemunculan Islam terbilang sangat maju. Kerajaan mulai membangun kebiasaan dengan mencatat peristiwa penting di setiap momennya.
Salah satu catatan penting yang turut diabadikan dalam lontara I la gaLigo yakni Syair Perang Mengkasar. Karya sastra ini yang dihasilkan oleh tangan Encik Amin.
Dari beberapa referensi mengungkapkan jika tradisi mencatat peristiwa penting di Gowa telah hadir, bahkan sebelum masuknya Islam di Gowa.
Hal ini yang terbukti dengan banyaknya jenis lontara di Gowa. Mulai dari Lontara jangang-jangang atau lontara Toa, lontara bilang-bilang, hingga lontara sulapa’ appa atau belah ketupat.
Encik Amin sebagai juru tulis di Gowa pada zaman kepemimpinan Raja Sultan Hasanuddin.
Ia memang dikenal sangat lihai dalam mengabadikan setiap peristiwa yang terjadi di Kerajaan. Meski sejumlah sumber meyakini bahwa contoh syair sejarah Syair Perang Mengkasar ditulis usai perang besar.
Hal ini yang disebutkan oleh Spelman sebagai perang terbesar di luar Eropa saat itu.
Unsur-Unsur dalam Syair
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam suatu syair dan perlu kamu tahu, adalah sebagai berikut.
Unsur Intrinsik
Dalam sebuah syair terdapat beberapa unsur intrinsik sebagai penyusunnya. Berikut ini adalah unsur intrinsik yang terkandung dalam syair.
Tema adalah ide pokok yang ingin disampaikan penyair melalui syairnya untuk para pembacanya.
Perasaan adalah sesuatu yang ingin penyair ungkapan, mulai dari ciri khas, cara pandang, karakter dan lain sebagainya.
Nada adalah suatu intonasi atau juga penekanan pada bagian isi syair. Biasanya yang berupa mengejek, menasehati, bergurau, bergembira,mengkritik, berbelas kasihan dan yang lainnya.
Amanat adalah suatu pesan atau nasihat yang ingin disampaikan penyair untuk tiap-tiap pembacanya.
Unsur Ekstrinsik
Termasuk dalam contoh syair sejarah Perang Mengkasar juga terkandung unsur ekstrinsik. Berikut ini adalah beberapa unsurnya.
1. Latar Belakang Kehidupan Seorang Penyair
Unsur ekstrinsik dari sebuah syair bisa dari latar belakang penyairnya.
Latar belakang kehidupan penyair bisa menjadi salah satu inspirasi untuk membuat karya sastra sehingga pembaca bisa ikut merasakan suasana hari penyair.
2. Pendidikan dari Seorang Penyair
Unsur ekstrinsik pendidikan juga bisa meliputi berbagai macam hal. Mulai dari asal-usul penyair, termasuk pendidikan, kependudukan, agama, dan juga kondisi psikologisnya.
Faktor ini bisa berasal dari diri penyair sendiri. Tentu saja unsur ini bisa mempengaruhi suatu karya sastra.
3. Kondisi Sosial Budaya
Bukan hanya latar belakang dari penyair, kondisi sosial dan budaya juga bisa mempengaruhi pembuatan suatu karya sastra. Faktor ini bisa muncul dari lingkungan masyarakat atau tempat tinggal penyair.
Misalnya seperti ideologi, kondisi politik, kondisi ekonomi, kondisi sosial, dan lain sebagainya. Syair zaman dahulu, pastinya terdapat perbedaan dengan syair baru zaman sekarang.
Bahkan, perbedaan tersebut bisa terlihat dari segi penulisan, penyampaian, dan lain sebagainya.
Kini kamu bisa tahu contoh syair sejarah yang mengisahkan tentang peperangan antara orang Makassar dengan penjajah Belanda.
Pada dasarnya semua orang bisa menulis syair dengan mudah, namun yang terpenting bagaimana penyair bisa menyampaikan pesan melalui syair.
Sehingga, karya sastra tersebut bisa memberikan edukasi bagi pembacanya.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: