3 Contoh Studi Kasus Piloting PPG Daljab 2024 untuk Guru SD SMP SMA

3 Contoh Studi Kasus Piloting PPG Daljab 2024 untuk Guru SD SMP SMA – Piloting PPG Daljab merupakan program yang khusus dirancang oleh pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi sebagai pengajar professional.

Salah satu tahapan agar dapat lolos pada Piloting PPG Daljab ini yaitu menyelesaikan studi kasus. Studi kasus ini bertujuan memastikan pembelajaran PPG bisa diterapkan di dunia Pendidikan.

Kumpulan Studi Kasus Piloting PPG Daljab 2024

freepik.com/stockking

Pada Piloting PPG Daljab, salah satu komponen penilaian penting pada program ini yaitu hasil dari uraian studi kasus. Tes ini umumnya bertujuan untuk melatih guru dalam menganalisis serta menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kelas, sehingga bisa diterapkan langsung di dunia pendidikan nantinya.

Studi kasus Piloting PPG Daljab 2024 terdiri dari beberapa poin penting yang perlu disusun dan dijelaskan mulai dari deskripsi permasalahan yang dihadapi guru, upaya untuk menyelesaikan masalah, hasil dari upaya, dan pengalaman berharga dari masalah yang dihadapi.

Agar lebih siap menghadapi dan Menyusun studi kasus dengan baik, para guru dapat mempelajari beberapa contoh studi kasus terlebih dahulu. Berikut kumpulan contoh studi kasus Piloting PPG Daljab 2024.

Contoh Studi Kasus untuk Guru SD

Permasalahan yang Dihadapi

Sebagai guru kelas 5 SD, saya pernah menghadapi tantangan saat mengajar materi pecahan dalam pelajaran Matematika.

Banyak siswa mengalami kesulitan memahami konsep dasar pecahan, apalagi ketika melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan penyebut yang berbeda.

Beberapa siswa tampak kebingungan ketika saya menjelaskan, sementara yang lain terlihat putus asa bahkan sebelum mencoba menyelesaikan soal.

Kondisi ini juga tampak dari aktivitas di kelas. Saat saya meminta siswa untuk mengerjakan soal pecahan di papan tulis, tidak ada yang berani maju. Ketika saya mengadakan diskusi kelas, hanya beberapa siswa yang berpartisipasi, sedangkan yang lainnya lebih memilih diam dan menunggu arahan.

Hal ini tentu mempengaruhi hasil ujian mereka, di mana hanya 50% siswa yang berhasil mencapai nilai di atas KKM (75). Nilai rata-rata kelas juga rendah, hanya 68.

Situasi ini cukup memprihatinkan, karena materi pecahan merupakan konsep penting untuk bisa memahami matematika di jenjang pendidikan selanjutnya.

Upaya yang Dilakukan

Setelah menganalisis situasi dan berdiskusi dengan sesama guru, saya memutuskan untuk mencoba pendekatan yang lebih kontekstual dan visual. Saya memilih menggunakan media visual dan menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk membantu siswa lebih memahami konsep pecahan dengan mudah.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah menggunakan benda-benda seperti potongan kertas berbentuk lingkaran dan persegi yang dibagi menjadi beberapa bagian untuk merepresentasikan pecahan.

Siswa diminta untuk memotong kertas menjadi beberapa bagian yang sesuai dengan nilai pecahan. Saya juga menggunakan media lain seperti kue dan pizza buatan dari kertas yang bisa dibagi-bagi untuk mencontohkan penjumlahan dan pengurangan pecahan.

Selain itu, saya menerapkan proyek kelompok di mana siswa diminta untuk membuat poster yang menggambarkan pecahan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pembagian makanan atau pengukuran bahan masakan.

Melalui proyek ini, siswa diharapkan dapat menghubungkan konsep pecahan dengan situasi nyata sehingga mereka lebih memahami konsep tersebut.

Hasil dari Upaya

Pendekatan ini ternyata memberikan dampak positif terhadap pemahaman siswa di kelas. Dengan menggunakan media visual, siswa lebih mudah memahami bagaimana perhitungan pecahan.

Mereka tidak lagi hanya melihat pecahan sebagai angka, tetapi juga sebagai bagian yang diterapkan di kehidupan sehari-hari.

Saat melakukan proyek kelompok, siswa juga lebih antusias belajar karena mereka bisa bekerja bersama teman-teman mereka dan mencoba menyelesaikan masalah pecahan dengan cara yang lebih menyenangkan.

Selain itu, pembelajaran berbasis proyek juga mendorong kolaborasi antar siswa. Mereka mulai lebih sering berdiskusi dan bertanya kepada teman atau saya jika ada hal yang tidak dipahami. Siswa yang sebelumnya enggan berpartisipasi kini mulai lebih aktif terlibat dalam kegiatan kelas.

Hasil ulangan juga menunjukkan peningkatan, di mana 80% siswa berhasil mendapatkan nilai di atas KKM, dan nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 78.

Pengalaman Berharga

Pengalaman ini mengajarkan saya betapa pentingnya penggunaan media pembelajaran yang konkret dan kontekstual, terutama ketika mengajarkan konsep abstrak seperti pecahan.

Penggunaan benda nyata membantu siswa menghubungkan konsep dengan kehidupan sehari-hari, sehingga materi menjadi lebih mudah dipahami.

Pembelajaran berbasis proyek juga memperkuat pemahaman siswa karena mereka belajar melalui pengalaman langsung dan bekerja dalam tim, yang meningkatkan kemampuan sosial dan akademis mereka.

Pelajaran lainnya yang saya temukan tentang pentingnya fleksibilitas dalam mengajar. Sebab, tidak semua siswa dapat memahami materi dengan metode tradisional, sehingga diperlukan variasi pendekatan agar pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan bagi seluruh siswa. 

Contoh Studi Kasus untuk Guru SMP

Permasalahan yang Dihadapi

Sebagai seorang guru, saya pernah menghadapi tantangan besar saat mengajar di kelas dengan kemampuan akademis yang beragam. Salah satu momen paling menantang adalah ketika saya mengajar kelas dengan siswa-siswa yang memiliki latar belakang dan kemampuan belajar yang sangat bervariasi.

Ada siswa yang cepat dalam memahami materi, tetapi ada juga yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan.

Pada tahun 2023, saya mengajar matematika kelas VII dengan 35 siswa. Dari hasil penilaian awal, hanya 14 siswa (40%) yang berhasil mendapatkan nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan, yaitu 75.

Sementara itu, 21 siswa (60%) berada di bawah KKM. Tantangan utama yang saya hadapi adalah menyeimbangkan kebutuhan siswa yang berbeda-beda.

Jika saya mempercepat penyampaian materi, siswa yang lebih lambat akan tertinggal. Sebaliknya, jika saya memperlambat ritme, siswa yang cepat merasa tidak tertantang, yang menyebabkan suasana kelas menjadi kurang produktif.

Upaya yang Dilakukan

Agar dapat mengatasi masalah ini, saya memutuskan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan membagi siswa ke dalam tiga kelompok berdasarkan kemampuan mereka:

  • Kelompok Siswa Cepat (14 orang): Mereka diberikan soal-soal dengan tingkat kesulitan lebih tinggi serta tugas proyek.
  • Kelompok Menengah (10 orang): Mereka diberi latihan yang lebih terstruktur dan didukung dengan diskusi kelompok kecil.
  • Kelompok Siswa Lambat (11 orang): Mereka diberikan bimbingan individu, alat bantu visual, dan soal-soal yang lebih mendasar.

Selain itu, saya juga menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif, di mana siswa yang lebih cepat membantu teman-temannya. Pendekatan ini menciptakan suasana belajar yang kolaboratif dan mendukung semua siswa di kelas.

Hasil dari Upaya

Setelah satu semester, hasilnya sangat memuaskan. Jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM meningkat dari 40% menjadi 75%. Kelompok menengah menunjukkan peningkatan yang paling signifikan, dengan 8 dari 10 siswa berhasil melewati KKM.

Di kelompok siswa yang tertinggal, 5 dari 11 siswa berhasil mencapai nilai minimal 70, meskipun sebelumnya angka tersebut sulit dicapai.

Suasana kelas juga menjadi lebih aktif, dan kepercayaan diri siswa meningkat. Hubungan antar siswa juga menjadi lebih baik; siswa yang cepat belajar menjadi mentor bagi teman-temannya yang lebih lambat.

Tidak ada lagi siswa yang merasa bosan atau tertinggal, karena setiap siswa mendapatkan perhatian dan tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Pengalaman Berharga

Pengalaman ini mengajarkan saya betapa pentingnya penerapan pembelajaran berdiferensiasi. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, dan fleksibilitas dalam metode pengajaran sangat penting untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Peningkatan hasil belajar menunjukkan bahwa setiap siswa bisa berkembang dengan pendekatan yang tepat. Pembelajaran kooperatif juga memperkuat ikatan sosial siswa dan menciptakan lingkungan yang saling mendukung.

Contoh Studi Kasus untuk Guru SMA

Permasalahan yang Dihadapi

Di kelas saya, terdapat beberapa siswa yang sangat pemalu dan jarang berpartisipasi dalam diskusi kelas. Mereka cenderung diam, dan hanya mengerjakan tugas secara mandiri tanpa banyak bertanya atau berinteraksi dengan teman-teman mereka. 

Akibatnya, kemampuan komunikasi dan berpikir kritis mereka tidak berkembang sebagaimana mestinya. Meskipun siswa-siswi ini menguasai materi dengan baik secara akademis, keterampilan mereka dalam mengutarakan pendapat dan terlibat aktif dalam diskusi kelompok sangat terbatas. 

Hal ini juga berpengaruh pada perkembangan sosial mereka, di mana mereka kurang terlibat dalam interaksi sosial di kelas.

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya sebagai guru, karena kemampuan berkomunikasi dan berpikir kritis adalah bagian penting dari perkembangan siswa, baik secara akademis maupun sosial.

Upaya yang Dilakukan

Adapun upaya dalam mengatasi masalah ini, saya memutuskan menerapkan metode Think-Pair-Share, sebuah teknik yang dirancang untuk melibatkan seluruh siswa dalam diskusi.

Teknik ini dimulai dengan memberi kesempatan bagi setiap siswa untuk berpikir secara mandiri mengenai suatu masalah atau pertanyaan yang diajukan. 

Setelah itu, siswa akan berpasangan dengan teman di sebelahnya untuk mendiskusikan ide-ide mereka secara berdua. Langkah terakhir adalah meminta siswa berbagi hasil diskusi pasangan tersebut dengan seluruh kelas.

Metode ini dipilih karena memberikan kesempatan kepada siswa yang pemalu untuk mengekspresikan pendapat mereka dalam situasi yang lebih nyaman, yaitu diskusi dalam kelompok kecil sebelum berbicara di depan kelas.

Dengan cara ini, siswa yang biasanya ragu untuk berbicara dihadapan banyak orang dapat berlatih berkomunikasi dalam lingkungan yang lebih kecil dan personal. Pendekatan ini juga membantu mereka membangun kepercayaan diri secara bertahap.

Selain itu, saya juga memastikan bahwa setiap diskusi dilakukan dalam suasana yang mendukung, di mana semua pendapat akan merasa dihargai dan tidak ada yang dianggap salah.

Saya mendorong seluruh siswa, termasuk yang lebih aktif, untuk mendengarkan temannya dengan baik, sehingga setiap siswa merasa suaranya didengar.

Hasil dari Upaya

Setelah beberapa kali menerapkan teknik Think-Pair-Share ini, saya mulai melihat perubahan positif pada siswa-siswa yang sebelumnya pemalu. Mereka mulai lebih sering berpartisipasi dalam diskusi kelompok kecil, dan secara bertahap menjadi lebih berani berbicara di depan kelas.

Pada awalnya, mereka mungkin hanya berbicara ketika berpasangan, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka mulai lebih percaya diri dalam menyampaikan ide-ide mereka kepada seluruh kelas.

Peningkatan ini juga terlihat pada kemampuan berpikir kritis mereka.

Melalui diskusi  dan disampaikan dengan bahasa yang lebih terstruktur dan mendalam, siswa-siswa ini tidak hanya belajar mengungkapkan pendapat, tetapi juga mengasah kemampuan mereka dalam menganalisis, mengevaluasi, dan memberikan argumen yang lebih kuat.

Mereka mulai lebih aktif bertanya, menanggapi pendapat teman-teman mereka, dan berani menyampaikan pandangan pribadi.

Pengalaman Berharga

Pengalaman ini memberikan pelajaran penting bagi saya sebagai guru. Saya menyadari bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda dalam belajar, termasuk dalam hal keterampilan berkomunikasi.

Melalui pendekatan yang tepat dan dengan memberikan ruang serta kesempatan yang sesuai, bahkan siswa yang pemalu pun bisa berkembang dan menjadi lebih percaya diri.

Teknik pembelajaran yang melibatkan kolaborasi dan diskusi dalam kelompok kecil terbukti efektif dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan berpartisipasi di kelas.

Selain meningkatkan partisipasi, metode ini juga memperkaya suasana belajar di kelas. Siswa belajar untuk menghargai pendapat satu sama lain dan menjadi pendengar yang baik.

Pengalaman ini memperkuat keyakinan saya bahwa dengan pendekatan yang sabar dan tepat, setiap siswa memiliki potensi untuk berkembang, baik dalam hal akademik maupun keterampilan sosial.

Penutup

Demikianlah pembahasan mengenai contoh studi kasus Piloting PPG Daljab 2024 untuk guru SD SMP SMA. Dengan menyimak penjelasan dan contoh di atas, diharapkan bisa menjadi referensi dalam menyusun studi kasus Piloting PPG Daljab Guru 2024.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasanmu tentang studi kasus PPG. Jika kamu mencari informasi tambahan atau artikel bermanfaat lainnya, jangan ragu untuk mengunjungi blog Mamikos. Temukan berbagai informasi dan tips menarik lainnya di sana.

FAQ

Apa itu PSE?

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) merupakan pendekatan pendidikan yang berfokus pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional siswa.

Tujuan pembelajaran berdiferensiasi?

Diterapkannya metode ini diharapkan dapat membuat siswa yang kurang berprestasi bisa menjadi lebih tertantang untuk memperluas wawasan yang dimilikinya. Dalam upaya mengembangkan kemampuannya ini siswa dibebaskan untuk belajar secara mandiri atau bisa belajar secara kelompok.

Apa itu pendidikan inklusif?

Dikutip dari laman resmi kemendikbud.go.id, pendidikan inklusif dalam Kurikulum Merdeka adalah pendekatan yang berupaya menciptakan lingkungan belajar yang terbuka dan menerima semua siswa tanpa memandang perbedaan seperti latar belakang, kondisi fisik, kepribadian, atau kesenjangan status sosial.

Apa itu pembelajaran berbasis proyek?

Metode pembelajaran berbasis proyek akan menekankan pada proses belajar dan mengajar secara kontekstual melalui berbagai kegiatan yang kompleks. Dengan landasan tersebut, para peserta didik pun dapat melatih kemampuan berinovasi. Metode pembelajaran berbasis proyek ini telah banyak digunakan di negara-negara maju sejak lama.

Fungsi pendidikan karakter?

– Menguatkan dan memperbaiki andil dan peran setiap orang, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan untuk bertanggungjawab dan melakukan partisipasi dalam pengembangan potensi masyarakat.
– Menyaring budaya dari bangsa lain secara otomatis menjadi salah satu fungsi dari nilai pendidikan karakter karena tidak semua budaya cocok untuk diadopsi oleh masyarakat.
– Membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik sehingga mampu memiliki cara pandang dan berpikir baik, memiliki hati nurani, bersikap dan berperilaku yang luhur.


Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:

Kost Dekat UGM Jogja

Kost Dekat UNPAD Jatinangor

Kost Dekat UNDIP Semarang

Kost Dekat UI Depok

Kost Dekat UB Malang

Kost Dekat Unnes Semarang

Kost Dekat UMY Jogja

Kost Dekat UNY Jogja

Kost Dekat UNS Solo

Kost Dekat ITB Bandung

Kost Dekat UMS Solo

Kost Dekat ITS Surabaya

Kost Dekat Unesa Surabaya

Kost Dekat UNAIR Surabaya

Kost Dekat UIN Jakarta