6 Isi Hasil Perjanjian Konferensi Meja Bundar beserta Dampak Positif dan Negatifnya

Dalam artikel berikut, Mamikos akan memberikan informasi tentang hasil dari Konferensi Meja Bundar lengkap dengan dampaknya. Yuk, cari tahu informasi selengkapnya dalam artikel ini!

20 Maret 2024 Zuly Kristanto

6 Isi Hasil Perjanjian Konferensi Meja Bundar beserta Dampak Positif dan Negatifnya – Dalam perjalanan perjuangannya telah banyak perjanjian yang dilakukan untuk menjaga keutuhan NKRI.

Salah satu perjanjian paling fenomenal yang pernah dilakukan para pendiri bangsa adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar di Den Haag, Belanda.

Dalam artikel ini, Mamikos akan mengulas tentang hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar dan dampaknya. Yuk, simak!

Latar Belakang KMB

6 Isi Hasil Perjanjian Konferensi Meja Bundar Beserta Dampak Positif dan Negatifnya
wikipedia.org

Banyak tokoh-tokoh penting Indonesia yang ikut serta dalam perjanjian ini. Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) ini ini diikuti oleh Indonesia, BFO, dan Belanda.

Pihak Indonesia sendiri dalam perjanjian ini diketuai oleh Muhammad Hatta. Sementara di pihak BFO ada nama Sultan Hamid II dan di pihak Belanda diketuai oleh Mr. J.H. van Maarseveen.

Sebelum membahas apa saja yang dihasilkan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) ini, ada baiknya kita telisik terlebih dahulu bagaimana latar belakang digelarnya perjanjian tersebut.

Setelah dilakukannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ternyata tidak serta merta membuat Indonesia merdeka sepenuhnya dari cengkraman pihak Belanda.

Hal ini dikarenakan pihak Belanda kembali ingin menguasai Indonesia. Keinginan pihak Belanda untuk kembali menguasai Indonesia ini menimbulkan sejumlah masalah.

Puncak permasalahan ini adalah terjadinya konflik yang menyebabkan adanya gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda.

Terjadinya konflik ini karena pihak Belanda memperebutkan hak atas wilayah Indonesia yang dulu pernah menjadi wilayah jajahannya.

Supaya konflik yang terjadi tidak berkepanjangan dan menimbulkan banyak korban jiwa dan materi yang lebih banyak lagi, maka pihak Indonesia maupun pihak Belanda mengadakan upaya diplomasi supaya masalah yang terjadi dapat diselesaikan secara damai.

Upaya damai untuk menyelesaikan masalah yang terjadi ini adalah dilakukannya sejumlah perjanjian seperti perjanjian Linggarjati yang dilakukan di tahun 1946.

Tetapi, perjanjian ini dirasa sangat merugikan pihak Indonesia. Hal ini yang membuat pihak Indonesia merasa tidak puas dan menuntut digelarnya perjanjian lagi.

Perjanjian selanjutnya yang dilaksanakan sebagai upaya untuk menghentikan pertikian Indonesia dengan Belanda adalah perjanjian Renville di tahun 1948 dan perjanjian Roem-Roijen di tahun 1949.

Close