6 Isi Hasil Perjanjian Konferensi Meja Bundar beserta Dampak Positif dan Negatifnya
6 Isi Hasil Perjanjian Konferensi Meja Bundar beserta Dampak Positif dan Negatifnya – Dalam perjalanan perjuangannya telah banyak perjanjian yang dilakukan untuk menjaga keutuhan NKRI.
Salah satu perjanjian paling fenomenal yang pernah dilakukan para pendiri bangsa adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar di Den Haag, Belanda.
Dalam artikel ini, Mamikos akan mengulas tentang hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar dan dampaknya. Yuk, simak!
Latar Belakang KMB
Daftar Isi
Daftar Isi
Banyak tokoh-tokoh penting Indonesia yang ikut serta dalam perjanjian ini. Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) ini ini diikuti oleh Indonesia, BFO, dan Belanda.
Pihak Indonesia sendiri dalam perjanjian ini diketuai oleh Muhammad Hatta. Sementara di pihak BFO ada nama Sultan Hamid II dan di pihak Belanda diketuai oleh Mr. J.H. van Maarseveen.
Sebelum membahas apa saja yang dihasilkan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) ini, ada baiknya kita telisik terlebih dahulu bagaimana latar belakang digelarnya perjanjian tersebut.
Setelah dilakukannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ternyata tidak serta merta membuat Indonesia merdeka sepenuhnya dari cengkraman pihak Belanda.
Hal ini dikarenakan pihak Belanda kembali ingin menguasai Indonesia. Keinginan pihak Belanda untuk kembali menguasai Indonesia ini menimbulkan sejumlah masalah.
Puncak permasalahan ini adalah terjadinya konflik yang menyebabkan adanya gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda.
Terjadinya konflik ini karena pihak Belanda memperebutkan hak atas wilayah Indonesia yang dulu pernah menjadi wilayah jajahannya.
Supaya konflik yang terjadi tidak berkepanjangan dan menimbulkan banyak korban jiwa dan materi yang lebih banyak lagi, maka pihak Indonesia maupun pihak Belanda mengadakan upaya diplomasi supaya masalah yang terjadi dapat diselesaikan secara damai.
Upaya damai untuk menyelesaikan masalah yang terjadi ini adalah dilakukannya sejumlah perjanjian seperti perjanjian Linggarjati yang dilakukan di tahun 1946.
Tetapi, perjanjian ini dirasa sangat merugikan pihak Indonesia. Hal ini yang membuat pihak Indonesia merasa tidak puas dan menuntut digelarnya perjanjian lagi.
Perjanjian selanjutnya yang dilaksanakan sebagai upaya untuk menghentikan pertikian Indonesia dengan Belanda adalah perjanjian Renville di tahun 1948 dan perjanjian Roem-Roijen di tahun 1949.
Sayangnya, dua perjanjian ini tidak kunjung menyelesaikan masalah yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda.
Perjanjian-perjanjian yang telah dibuat ini justru membuat hubungan Indonesia dengan Belanda semakin memanas dan menimbulkan banyak gencatan senjata.
Hal inilah yang kemudian memaksa pihak PBB turun tangan untuk turut serta menjadi penengah dalam penyelesaian pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda.
Campur tangan dari PBB ini membuat Indonesia dengan Belanda duduk kembali dalam sebuah perjanjian yang disebut dengan Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda.
Terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan ditengahi oleh PBB ini menjadi titik terang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) digelar di Gedung Ridderzaal, Den Haag, Belanda mulai 23 Agustus 1949 sampai dengan 2 November 1949.
Guna mendapatkan hasil yang memuaskan pihak Indonesia mengirimkan wakil-wakil terbaiknya. Pada konferensi ini, Indonesia mengirimkan delegasi dengan dipimpin Muhammad Hatta.
Di dalam delegasi ini, ada sederet nama-nama penting yang menjadi pelopor perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi.
Beberapa nama yang turut serta dalam delegasi Indonesia yang dikirim dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) antara lain adalah Dr. Moewardi, J. Leimena, T.B Simatupang, Sumitro Djojohadikusumo, Ali Sastroamidjojo, M. Supomo, dan Mohammad Roem.
Sementara itu dari pihak delegasi dari Belanda dipimpin oleh Johannes Henricus van Maarseveen.
Di dalam konferensi ini, hadir pula tokoh UNCI yang diwakili oleh Thomas Kingston Critchley yang saat ini menjadi diplomat dari Australia.
Selain delegasi dari Indonesia dan delegasi dari Belanda, Konferensi Meja Bundar (KMB) juga dihadiri oleh wakil dari BFO yang saat itu diwakili oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
Perlu kamu tahu BFO yang hadir dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) ini merupakan suatu negara bagian bentukan Belanda.
Jalannya Konferensi Meja Bundar (KMB) sendiri di waktu itu ditandai dengan adanya pembacaan pidato sambutan dari masing-masing peserta.
Setidaknya ada lima pidato sambutan yang dibacakan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Mereka yang terpilih membacakan pidato sambutan ini antara lain:
- Muhammad Hatta membacakan pidato sambutan dalam perannya sebagai ketua delegasi dari Indonesia.
- Dr. W. Drees membacakan pidato sambutan dalam perannya sebagai Perdana Menteri Belanda.
- Sultan Hamid II membacakan pidato sambutan dalam perannya sebagai Ketua BFO.
- J.H van Maarseveen membacakan pidato sambutan dalam perannya sebagai Menteri Wilayah Seberang Lautan Belanda.
- Thomas K. Critchley membacakan pidato sambutan dalam perannya sebagai Ketua UNCI.
Setelah membacakan pidato sambutan, pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB) berlanjut pada sidang pertama.
Dalam sidang pertama, dibuatlah sejumlah kesepakatan. Adapun kesepakatan yang terjadi adalah dipilihnya Dr. W. Drees sebagai Ketua Konferensi Meja Bundar (KMB).
Sidang Konferensi Meja Bundar (KMB) selanjutnya dilaksanakan di Namen, Belgia pada 16 September 1949.
Dalam sidang kedua ini, dilakukan pembahasan mengenai peraturan dan dasar Uni Indonesia-Belanda oleh para delegasi yang terpilih pada sidang pertama.
Jalannya sidang kedua ini bisa dikatakan lumayan alot. Sebab, beberapa kesepakatan dari sidang kedua ini baru terjadi pada 18 September 1949.
Sidang kedua ini terus berlanjut hingga seluruh kesepakatan akhirnya dapat disepakati pada 1 November 1949.
Hasil dari kesepakatan yang telah dilakukan ini berisi tentang perumusan resolusi yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda.
Setelah masing-masing pihak sepakat dengan usulan yang telah disampaikan, Dr. W Drees akhirnya menutup Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 2 November 1949.
Dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) ini memberikan angin segar bagi pihak Indonesia untuk menjaga kedaulatannya di mata dunia.
Setelah kedaulatan Indonesia diserahkan pihak Belanda pada 27 Desember 1949, Indonesia mulai bisa menata dan melakukan pembangunan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Sejarah mencatat penyerahan kedaulatan Indonesia ini dilaksanakan di dua tempat yakni di Amsterdam dan di Jakarta.
Penyerahan kedaulatan ini ditandai dengan penandatanganan naskah kedaulatan dimana naskah yang ada di Belanda ditandatangani oleh Mohammad Hatta dan Ratu Juliana.
Sementara untuk naskah kedaulatan yang berada di Jakarta ditandatangani oleh AHJ Lovink dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Dengan disetujuinya penyerahan kedaulatan ini secara otomatis bentuk negara Indonesia pada waktu itu berubah menjadi Republik Indonesia Serikat.
Meski sudah dilakukan penandatangan dan penyerahan kedaulatan yang dilakukan oleh pihak Belanda kepada Indonesia.
Hal ini bukan berarti permasalahan antara Indonesia dengan Belanda belum sepenuhnya selesai.
Sebab, masih ada beberapa hal yang dipermasalahkan karena beberapa hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) dinilai masih merugikan pihak Indonesia.
6 Isi Hasil Perjanjian Konferensi Meja Bundar beserta Dampak Positif dan Negatifnya
Di bawah ini adalah hasil dari hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
A. Isi Perjanjian Konferensi Meja Bundar
- Pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia yang sesungguhnya kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak ada syarat sama sekali.
- Republik Indonesia Serikat mendapatkan kedaulatan dengan berdasarkan ketentuan yang sesuai dengan rancangan konstitusi dari pihak kerajaan Belanda.
- Kedaulatan Republik Indonesia Serikat akan diberikan pihak kerajaan Belanda paling lambat pada 30 Desember 1949.
- Pembentukan Uni Belanda-Indonesia dengan kepala negara yang berasal dari Kerajaan Belanda.
- Adanya pengambilalihan utang yang dimiliki pemerintah Hindia Belanda oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat.
- Penyelesaian masalah Irian Barat sebagai wilayah dari Republik Indonesia akan dilakukan pembahasan dalam kesempatan lain.
B. Dampak KMB
Terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) ini memberikan sejumlah dampak bagi bangsa Indonesia. Berikut ini adalah dampaknya.
Dampak Positif
- Belanda akan menarik seluruh pasukan militernya yang ada di Indonesia.
- Belanda bersedia memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia.
- Belanda akan secara terbuka mengakui kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
- Belanda akan menarik kapal perang yang disiagakan di Indonesia dan akan memberikannya kepada RIS.
- Berakhirnya konflik militer yang terjadi antara pihak Indonesia dengan Belanda.
- Pihak Indonesia dapat melakukan pembangunan sebesar-besarnya demi kesejahteraan rakyatnya.
Dampak Negatif
- Berdirinya Republik Indonesia (RIS) menyebabkan cita-cita dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang tertuang dalam UUD 1945 tidak akan tercapai.
- Berdirinya Republik Indonesia (RIS) dinilai sangat merugikan pihak Indonesia karena menyebabkan Indonesia rentan dari politik adu domba yang besar kemungkinan akan dijalankan kembali Belanda.
- Berdirinya Republik Indonesia (RIS) menjadikan Indonesia tidak dapat menentukan masa depannya sendiri karena masih menjadi bagian dari kerajaan Belanda.
- Indonesia menanggung hutang peninggalan Hindia Belanda yang jumlahnya terlampau besar.
- Masalah Irian Barat tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat karena harus ada campur tangan UNTEA yang dibentuk PBB pada tahun 1963.
Demikian informasi yang bisa diberikan mengenai isi dari hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) lengkap dengan dampaknya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
FAQ
Dampak positif dilakukannya KMB bagi Indonesia adalah dapat terselesaikannya antara Indonesia dengan Belanda dan akhir dari masa penjajahan Belanda atas Indonesia.
Dampak negatif dari dilaksanakannya KMB bagi Indonesia adalah terbentuknya negara serikat atau Republik Indonesia Serikat yang sangat merugikan pihak Indonesia.
Dalam perjanjian ini Belanda mengakui secara de facto bahwa wilayah Republik Indonesia terdiri dari Sumatra, Jawa, dan Madura.
Dalam perjanjian ini pihak Belanda hanya memberikan pengakuan bahwa wilayah Indonesia hanya meliputi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra.
Dalam perjanjian ini pihak Belanda setuju dengan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta dan memberikan jaminan penghentian gerakan militer serta membebaskan seluruh tahanan politik.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: