9 Jenis Hak Cuti Karyawan dan Aturannya 2021
9 Jenis Hak Cuti Karyawan dan Aturannya 2021 – Dalam dunia kerja, salah satu hal yang kerap kali dipermasalahkan adalah terkait cuti karyawan. Penting bagi setiap karyawan untuk mengetahui hak-hak apa saja yang harusnya mereka dapatkan dari perusahaan, termasuk yang berkaitan dengan hak cuti karyawan. Untuk itu, yuk cek 9 jenis hak cuti karyawan dan aturannya di bawah ini.
Info Lengkap Terkait Jenis Hak Cuti Karyawan dan Aturannya
Daftar Isi
Daftar Isi
Bagi seorang karyawan kantoran, tentunya cuti dianggap sebagai salah satu hak. Lebih dari itu, cuti adalah kegembiraan untuk sejenak lepas dari kepenatan kerja. Lantas, bagaimana peraturan ketenagakerjaan di Indonesia mengakomodir hak karyawan itu?
Sekilas Tentang Hak Cuti Karyawan
Cuti berfungsi untuk menyegarkan karyawan dari kepenatan kerja. Hak cuti karyawan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dalam Undang-Undang itu, telah diatur tujuh hak cuti karyawan yakni cuti tahunan, cuti besar, cuti bersama, cuti hamil, cuti sakit, cuti penting dan cuti berbayar.
Dalam pasal 79 ayat 2 UU Nomor 13 tersebut, karyawan berhak memperoleh sedikitnya 12 hari untuk cuti tahunan. Syaratnya, karyawan tersebut harus sudah bekerja minimal 1 tahun atau 12 bulan lamanya di perusahaan itu. Kenyataannya, ada perusahaan yang menetapkan cuti di atas 12 hari. Sesuai memang dengan isi UU yang menyatakan bahwa sejumlah hari tersebut adalah waktu minimal.
Manfaat Cuti Karyawan
Salah satu manfaat cuti yaitu dapat menghilangkan jenuh dan stres. Dengan penggunaan cuti yang efektif maka ketika karyawan sudah masuk kerja kembali dan menjalankan aktivitas pekerjaannya maka nantinya akan memunculkan ide dan inspirasi baru bagi karyawan. Ide dan inspirasi baru tersebut diharapkan mampu meningkatkan produktivitas kerja.
Perbedaan Hak Cuti Karyawan Tetap dan Karyawan Kontrak
Pada dasarnya, hak cuti tahunan bagi karyawan dengan status kerja permanen atau pun kontrak tidak terdapat perbedaan. Mengingat Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam Pasal 79 tidak menyebutkan perbedaan pemberian hak cuti terhadap kedua status karyawan tadi. Dalam pasal tersebut hanya disebutkan hak cuti tahunan yang berhak didapatkan oleh karyawan dengan lama kerja minimal 12 bulan.
Artinya, meskipun karyawan tersebut berstatus kontrak, jika ia telah melalui masa kerja selama 12 bulan atau lebih, maka berhak baginya untuk mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari kerja setiap tahunnya. Peraturan ini berlaku pula untuk jenis cuti lainnya, seperti cuti sakit, cuti besar, cuti penting, hingga cuti hamil dan melahirkan untuk karyawan wanita. Meski begitu, nampaknya beberapa perusahaan tetap membuat aturan dan batasan tersendiri mengenai hak cuti yang didapatkan khusus bagi karyawan kontrak. Kebijakan ini tentu dibuat berdasarkan visi dan misi perusahaan, karena biasanya, perjanjian kerja antara tenaga kerja kontrak dan tetap memang berbeda.
Jenis Hak Cuti Karyawan dan Aturannya
Dirangkum dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK 13/2003), berikut adalah jenis hak cuti karyawan beserta aturannya:
1. Cuti bersama
Cuti bersama adalah cuti yang diberlakukan sebelum atau sesudah Hari Raya Keagamaan. Khusus untuk jenis cuti ini, aturan yang berlaku adalah Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor SE.441/MEN/SJ-HK/XII/2009. Yang menyatakan bahwa cuti bersama merupakan bagian dari cuti tahunan. Oleh karena itu, apabila seseorang mendapatkan cuti bersama, hak cuti tahunannya akan berkurang. Sementara itu, apabila pekerja masuk di hari cuti bersama, hak cuti tahunannya tak terpengaruh.
2. Cuti tahunan
Setelah cuti bersama, ada pula cuti tahunan yang juga menjadi hak setiap karyawan yang sudah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus di perusahaan. Cuti ini disebutkan di Pasal 79 Ayat 2 Huruf c UUK 13/2003, dengan durasinya minimal 12 hari kerja. Ingat, ini merupakan peraturan batas bawah. Maksudnya, apabila ternyata perusahaan ingin memberikan hak cuti tahunan lebih pada pekerjanya, tidak dapat dipermasalahkan.
Akan tetapi, hak cuti tahunan tidak boleh kurang dari peraturan ini. Aturan terkait hangusnya jatah cuti ini tak diatur dalam UU. Jadi, perusahaan boleh memberlakukan aturan soal jumlah cuti ini hangus apabila tak diambil dalam setahun. Perusahaan juga dibebaskan untuk tak memberlakukannya, dengan begitu hak cuti akan terakumulasi pada tahun berikutnya.
3. Cuti besar
Bila ada karyawan yang sudah mengabdi selama bertahun-tahun, maka sebaiknya perusahaan memberikan cuti besar. Hal ini tertuang dalam Pasal 79 ayat 2 (d), yang menyatakan “Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.” Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa, karyawan yang telah bekerja selama hampir enam tahun, pada tahun ketujuh dan tahun ke delapannya karyawan tersebut berhak untuk mangambil cuti masing-masing 1 bulan di tahun tersebut. Akan tetapi, masing-masing cuti itu tidak bisa ditambahkan dengan jumlah cuti tahunan yang 12 hari.
4. Cuti sakit
Selanjutnya, ada pula yang namanya cuti sakit. Diatur dalam Pasal 93 Ayat 2 Huruf a UUK 13/2003, pekerja yang mengalami sakit tidak wajib bekerja. Karyawan yang dinyatakan sakit adalah karyawan yang sudah mendapatkan keterangan dari dokter. Akan tetapi, perlu kamu ingat bahwa peraturan ini merupakan batas minimal undang-undang yang berlaku.
Tak jarang, perusahaan membolehkan cuti sakit tanpa keterangan dokter apabila hanya beberapa hari. Hal ini biasanya diatur dalam kontrak kerja. Terkait dengan upah, pada pasal bersangkutan, ada ketentuan khusus soal cuti sakit yakni:
- sakit pada 4 bulan pertama, upah 100%
- 4 bulan kedua, 75%
- 4 bulan ketiga, 50%
- 4 bulan selanjutnya hingga sembuh, 25%
5. Cuti hamil, melahirkan dan keguguran
Sementara itu, banyak pula karyawan wanita yang hanya mengetahui bahwa hak mereka saat hamil adalah sebatas cuti hamil atau melahirkan. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hak cuti untuk karyawan yang hamil adalah selama 1,5 bulan sebelum dan setelah melahirkan. Hampir seluruh perusahaan di Indonesia kemudian menggabungkan masa cuti ini menjadi tiga bulan menjelang karyawan wanita melahirkan.
Pasal 82 undang-undang ini pun menyebutkan bahwa karyawan perempuan yang mengalami keguguran berhak untuk mendapatkan cuti selama 1,5 bulan atau sesuai dengan petunjuk dokter kandungan atau bidan. Meski begitu, aturan ini belum diaplikasikan sepenuhnya di Indonesia. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya karyawan wanita yang tetap bekerja meski sedang dalam kondisi pascamelahirkan atau selepas keguguran yang seharusnya membutuhkan banyak istirahat.
Selain cuti hamil, keguguran, dan melahirkan, sebenarnya masih ada lagi hak karyawan wanita hamil yang luput dari perhatian pemilik usaha, seperti hak menyusui, hak perlindungan selama hamil, dan hak mendapatkan biaya persalinan. Hak menyusui diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa karyawan wanita yang menyusui minimal diberikan waktu untuk memompa ASI atau menyusui pada jam kerja.
Sementara itu, Pasal 76 ayat (2) menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan wanita hamil yang bisa membahayakan kandungannya sekaligus diri sendiri dan wajib memberikan jaminan perlindungan bagi karyawan wanita yang sedang hamil. Selanjutnya, aturan mengenai jaminan biaya persalinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mewajibkan perusahaan untuk mendaftarkan karyawan dalam program Jamsostek.
6. Cuti haid
Selain cuti hamil, melahirkan, dan keguguran, pekerja perempuan juga berhak atas cuti haid. Cuti haid diatur dalam Pasal 81 Ayat 1 UUK 13/2003. Perempuan yang sedang mengalami haid di hari pertama dan kedua boleh tak bekerja. Cara pengajuannya sendiri tak diatur dalam undang-undang, jadi tata caranya diserahkan pada perusahaan masing-masing.
7. Cuti penting
Selain jenis cuti-cuti di atas, di Pasal 93 Ayat 2 dan 4 diatur juga soal cuti karena alasan penting lainnya. Cuti-cuti itu antara lain:
- Menikah: 3 hari
- Menikahkan anak: 2 hari
- Mengkhitankan anak: 2 hari
- Membaptiskan anak: 2 hari
- Istri melahirkan: 2 hari
- Istri keguguran: 2 hari
- Cuti berkabung ketika salah satu di antara suami/istri, orang tua/mertua, anak meninggal: 2 hari
- Anggota keluarga dalam serumah meninggal: 1 hari
- Karyawan yang sedang melaksanakan kewajiban terhadap negara,
- Karyawan yang sedang menjalankan ibadah keagamaannya
8. Cuti berbayar
Pada undang-undang ketenagakerjaan ini, kamu gak perlu kaget bahwa ada cuti yang berbayar. Artinya, kamu bisa mengambil cuti namun pada masa cuti tersebut, kamu juga akan tetap diberi upah. Cuti tersebut dapat berlaku jika kamu mengalami sakit yang berkepanjangan. Cuti sakit yang berkepanjangan memiliki dispensasi tersendiri yang diatur pada pasal 93 ayat 2 poin (a) yang kemudian dijabarkan pada ayat 3 poin (a), (b), (c), dan (d), yang berisi:
- 100% upah dibayarkan untuk 4 bulan pertama;
- 75% upah dibayarkan untuk 4 bulan kedua;
- 50% upah dibayarkan untuk 4 bulan ketiga;
- 25% upah dibayarkan untuk bulan selanjutnya (sebelum dilakukan pemutusan kerja).
9. Cuti karyawan kontrak
Memang untuk setiap perusahaan memiliki peraturan berbeda-beda tentang cuti karyawan terutama karyawan kontrak, tetapi peraturan pemerintah UU no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa semua karyawan bisa mengambil cuti setelah bekerja setahun. Berdasarkan UU no 13 Tahun 2003 Pasal 79 ayat 2c, cuti tahunan harus diberikan sekurang-kurangnya sebanyak 12 hari jika karyawan telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. Peraturan pemerintah ini tidak membatasi apakah kamu seorang karyawan tetap ataupun karyawan kontrak. Kamu berhak mendapatkan cuti asalkan sudah melakukan kewajiban sebagai karyawan yaitu bekerja selama 1 tahun berturut-turut.
Oke, itulah informasi yang bisa Mamikos bagikan terkait 9 jenis hak cuti karyawan beserta aturannya. Hak cuti karyawan di Indonesia sendiri telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Namun, tidak semua perusahaan mengikuti peraturan pemerintah seperti yang dituliskan di atas. Untuk mendapatkan informasi menarik lainnya, jangan lupa untuk kunjungi situs Mamikos secara berkala ya!
Klik dan dapatkan info kost di dekatmu: