Review dan Sinopsis Film The Brutalist oleh Adrien Brody sebagai Aktor Terbaik Oscar 2025
Penasaran dengan film yang membuat Adrien Brody mendapatkan penghargaan aktor terbaik di pergelaran Oscar 2025? Yuk, baca review dan sinopsis lengkap film The Brutalist.
2. Felicity Jones sebagai Erzsébet Tóth
Selanjutnya, tokoh bernama Erzsébet diperankan oleh Felicity Jones. Erzsébet adalah istri László, seorang jurnalis tangguh yang selamat dari kamp konsentrasi Dachau.
Erzsébet merupakan sosok yang penuh kasih, mandiri, dan berprinsip, tetapi harus menghadapi ketidakpastian hidup akibat terpisah dari suaminya.
Di sepanjang film The Brutalist, ia berjuang menemukan tempatnya di dunia yang terus berubah, sambil tetap menjaga harapan untuk bisa bersatu kembali dengan László.
3. Guy Pearce sebagai Harrison Lee Van Buren
Harrison adalah seorang industrialis kaya yang tampan, berwibawa, tetapi juga arogan dan ambisius. Ia menjadi klien utama László dan menawarkan proyek besar yang bisa mengubah hidup sang arsitek.
Namun, di balik itu, Harrison yang diperankan oleh Lee Van Buren memiliki sifat manipulatif dan diam-diam merasa iri terhadap kreativitas László. Hubungan mereka pun penuh ketegangan dengan diwarnai persaingan halus antara seni dan kekuasaan.
4. Daftar pemeran The Brutalist lainnya
- Joe Alwyn berperan sebagai Harry Lee Van Buren
- Raffey Cassidy berperan sebagai Zsófia
- Ariane Labed berperan sebagai Zsófia dewasa
- Raffey Cassidy juga berperan sebagai putri Zsófia
- Stacy Martin berperan sebagai Maggie Van Buren
- Alessandro Nivola berperan sebagai Attila
- Emma Laird berperan sebagai Audrey
- Isaach de Bankolé berperan sebagai Gordon
- Michael Epp berperan sebagai Jim Simpson
- Jonathan Hyde berperan sebagai Leslie Woodrow
- Peter Polycarpou berperan sebagai Michael Hoffman
- Maria Sand berperan sebagai Michelle Hoffman
- Salvatore Sansone berperan sebagai Orazio

Advertisement
Review Film The Brutalist
Bagi kamu yang masih ragu untuk nonton film The Brutalist, coba baca review singkat dari Mamikos, yuk. Siapa tahu, film ini bisa saja masuk ke dalam daftar tontonanmu di akhir pekan nanti.
Nah, kira-kira apa saja, sih, pesan yang ingin disampaikan dari sang sutradara melalui film ini? Berikut adalah review film The Brutalist:
Mengangkat Isu Imigrasi, Antisemitisme, dan Kapitalisme
Sebagai film yang mengangkat kisah imigran pascaperang, The Brutalist lebih dari sekadar drama pribadi seorang arsitek.
Film ini menyoroti isu-isu besar seperti diskriminasi terhadap imigran, antisemitisme yang masih mengakar, serta bagaimana kapitalisme membentuk hierarki sosial di Amerika.
Hal tersebut digambarkan dari sosok László Tóth sendiri, dirinya seorang arsitek berbakat yang datang ke Amerika dengan harapan baru, tetapi ia segera menyadari bahwa kreativitas dan keahliannya tidak cukup untuk mendapatkan tempat yang layak di masyarakat.
Sistem yang ia hadapi lebih menghargai keuntungan daripada idealisme, di mana proyek-proyek arsitektur ditentukan oleh kepentingan ekonomi, bukan hanya oleh seni.
Makna “Brutalisme” dalam Film
Dalam ulasan The Guardian, film ini disebut sebagai “sebuah epik yang luar biasa dan memikat tentang desain Amerika pascaperang serta elemen-elemen yang bercampur dalam fondasinya sejak tahap awal pembangunannya.”
Film ini mengajak penonton untuk mempertimbangkan apakah “brutalisme” yang dimaksud dalam judulnya hanya merujuk pada arsitektur atau juga mencerminkan aspek lain dalam kehidupan sosial dan politik di Amerika.
Brady Corbet tidak hanya membahas brutalisme sebagai gaya arsitektur, tetapi juga sebagai metafora bagi kerasnya kehidupan imigran yang dipaksa berkompromi dengan realitas politik dan ekonomi.
The Guardian juga menyebut film ini sebagai refleksi atas “petualangan kapitalisme”, di mana imigran seperti László sering kali harus memilih antara mempertahankan identitas mereka atau tunduk pada sistem demi bertahan hidup.
Konflik antara Ideal dan Realita
The Brutalist juga mempertanyakan bagaimana sejarah membentuk dunia modern. László adalah seorang korban Holocaust yang membawa luka masa lalu ke dunia baru yang menjanjikan kebebasan, tetapi pada kenyataannya, ia tetap menghadapi diskriminasi dan eksploitasi.
Nah, pada bagian ini terdapat kontras antara idealisme Amerika—yang menjunjung kebebasan dan peluang—dengan realitas pahit yang justru membatasi kelompok tertentu dalam sistem sosial dan ekonomi yang ada.