Aturan Upah, Status Kerja, PHK Hingga Cuti Setelah UU Cipta Kerja Omnibus Law

Aturan Upah, Status Kerja, PHK Hingga Cuti Setelah UU Cipta Kerja Omnibus Law – UU Cipta Kerja Omnibus Law yang disahkan oleh DPR pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu menuai beragam reaksi publik. Banyak serikat pekerja, pelajar, serta mahasiswa menyatakan penolakan keras atas pengesahan undang-undang tersebut karena berbagai alasan. Namun, apakah kamu sudah tahu apa itu UU Cipta Kerja Omnibus Law dan hal-hal apa yang menjadi pembahasannya? Simak informasi selengkapnya berikut ini.

Informasi Terbaru Rincian Aturan Dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law

unsplash.com

Dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law yang disahkan Senin, 5 Oktober 2020 lalu, pemerintah melakukan beberapa perubahan terhadap sejumlah ketentuan yang terdapat dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa di antaranya seperti ketentuan pengupahan, status kerja, aturan PHK, hingga aturan cuti bagi para buruh dan pekerja. Perubahan tersebut kemudian menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, di mana sebagian besar memilih untuk menolak karena dianggap merugikan masyarakat. Sebelum mengambil sikap, ada baiknya jika kamu memahami isi dari UU Cipta Kerja Omnibus Law yang telah disahkan oleh DPR berikut ini.

Apa Itu UU Cipta Kerja Omnibus Law?

Kamu mungkin bertanya tanya soal apa itu UU Cipta Kerja Omnibus Law. Istilah omnibus law sendiri sebenarnya sudah lama digaungkan oleh Presiden Jokowi melalui pidato pertamanya setelah dilantik menjadi Presiden RI periode kedua. Dalam pidato tersebut, Jokowi menyebutkan dua undang-undang yang digadang-gadang akan menjadi omnibus law, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Omnibus law pada dasarnya merupakan sebuah undang-undang yang dibuat atau diciptakan untuk menyasar isu besar tertentu di dalam suatu negara dan dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah serta menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.

Untuk konsep omnibus law yang dimaksudkan oleh Jokowi ada kaitannya dengan bidang kerja pemerintah untuk sektor ekonomi. Dalam undang-undang yang sudah disahkan, terdapat 15 bab dan 174 pasal yang mengatur berbagai hal seperti ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup. Pada dasarnya, ada sebanyak 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law saat masih belum disahkan, yaitu sebagai berikut.

  1. Penyederhanaan perizinan tanah
  2. Persyaratan investasi
  3. Ketenagakerjaan
  4. Kemudahan dan perlindungan UMKM
  5. Kemudahan berusaha
  6. Dukungan riset dan inovasi
  7. Administrasi pemerintahan
  8. Pengenaan sanksi
  9. Pengendalian lahan
  10. Kemudahan proyek pemerintah
  11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Aturan Upah Pekerja Dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law

unsplash.com

Berbeda dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah memilih untuk menghapuskan ketentuan pengupahan minimum provinsi atau kabupaten/kota (UMK) serta upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law. Sebelumnya, aturan tersebut telah tercantum dalam pasal 89 dan 90 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan tersebut kemudian dihapuskan sesuai dengan pasal 81 poin 26 dan 27 UU Cipta Kerja Omnibus Law.

Pasal 88C

Sebagai ganti penghapusan tersebut, pemerintah mewajibkan para gubernur untuk menetapkan upah minimum provinsi dan dapat menetapkan upah minimun kabupaten/kota dengan beberapa syarat tertentu. Aturan tersebut terdapat dalam pasal 81 poin 25 UU Ciptaker melalui selipan pasal 88C yang sebelumnya tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan. Masih dalam pasal 88C, pemerintah juga menetapkan bahwa jika syarat UMK tersebut meliputi pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan. Dengan syarat tersebut, UMK harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi.

Pasal 88A dan 88B

Selain itu, ada juga pasal tambahan dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law yaitu pasal 88A yang mengatur tentang hak pekerja/buruh atau upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja. Sementara dalam pasal 88B disebutkan bahwa upah pekerja/buruh ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil. Ketentuan lebih lanjut mengenai upah tersebut nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 88D dan 88E

Dalam pasal 88D UU Cipta Kerja Omnibus Law disebutkan bahwa upah minimum akan dihitung dengan menggunakan formula perhitungan yang memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Selanjutnya pasal 88E menyebutkan bahwa upah minimum sebagaimana dimaksud berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahu pada perusahaan bersangkutan dan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Pasal 90A dan 90B

Kedua pasal tambahan yaitu 90A dan 90B sebelumnya belum tercantum dalam UU Ketenagakerjaan. Dalam pasal 90A sendiri disebutkan bahwa upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh. Sementara pada pasal 90B diatur tentang ketentuan upah minimum sebagaimana dikecualikan bagi pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Upah yang dimaksud pada sektor tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh di UMK.

Aturan Status Kerja Dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law

unsplash.com

Salah satu hal yang menjadi polemik dalam pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law adalah penghapusan Pasal 59 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut memuat aturan bahwa UU Ketenagakerjaan melindungi pekerja atau buruh yang bekerja di suatu perusahaan agak nantinya bisa diangkat menjadi karyawan tetap setelah maksimal 2 tahun bekerja dan diperpanjang 1 kali untuk 1 tahun ke depan. Pasal tersebut juga secara eksplisit mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau PKWT. PKWT sendiri merupakan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha atau perusahaan untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu atau jenis pekerjaan tertentu.

Dengan penghapusan pasal tersebut dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law, perusahaan dianggap tidak lagi memiliki batasan waktu untuk melakukan perjanjian kontrak kerja dengan pekerjanya. Perusahaan bisa memperbarui kontrak kerja karyawan tanpa perlu mengangkat mereka menjadi karyawan tetap. Bisa dikatakan bahwa undang-undang tersebut memungkinkan perusahaan untuk mengontrak karyawan atau buruh menjadi karyawan kontrak seumur hidup dan berlaku untuk seluruh perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Status sebagai pekerja kontrak tersebut kemudian memungkinkan para pekerja tidak akan mendapat pesangon setelah berhenti bekerja karena pesangon hanya diberikan kepada pekerja dengan status pekerja tetap.

Aturan PHK Dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law

unsplash.com

Pasal Terkait PHK

Selain itu, UU Cipta Kerja Omnibus Law juga memiliki aturan baru PHK untuk para pekerja. Sebelumnya dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat Pasal 152 yang menyebutkan bahwa permohonan penetapan PHK diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya. Tetapi di dalam UU Ciptaker, perusahaan tidak perlu mengajukan permohonan penetapan pemutusan PHK secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Aturan tersebut terdapat dalam Pasal 81 poin 39 UU Cipta Kerja Omnibus Law yang menghapuskan pasal 152 UU Ketenagakerjaan.

Penetapan atas permohonan PHK hanya dapat dilakukan atau diberikan oleh lembaga tersebut jika ternyata maksud memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan namun tidak menghasilkan kesepakatan. Selanjutnya dalam Pasal 81 poin 37 UU Ciptaker mengubah Pasal 151 UU Ketenagakerjaan yang sebelumnya menyebutkan bahwa dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penerapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam pasal baru UU Cipta Kerja Omnibus Law, perundingan bipartit (pengusaha dan pekerja) yang tidak mendapatkan kesepakatan maka PHK dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal Terkait Pesangon

UU Cipta Kerja Omnibus Law juga menghapuskan Pasal 169 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi “pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, apabila perusahaan menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh” dan menggantinya dengan Pasal 81 poin 58 UU Ciptaker. Selanjutnya dalam pasal yang sama di UU Ketenagakerjaan juga disebutkan alasan lain yaitu perusahaan tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih dan tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh. Ayat selanjutnya kemudian menjelaskan bahwa PHK dengan alasan tersebut maka pekerja berhak mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

Sementara UU Cipta Kerja menghapuskan 5 pasal terkait pesangon yang membuat para pekerja terancam tidak menerima pesangon ketika mengundurkan diri, mengalami PHK dengan alasan tertentu, dan meninggal dunia. Berikut rinciannya.

  1. Pasal 81 poin 51 UU Ciptaker menghapus ketentuan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan yang berisi aturan penggantian uang pesangon bagi pekerja yang mengundurkan diri.
  2. Pasal 81 poin 52 UU Ciptaker menghapus pasal 163 di UU Ketenagakerjaan terkait dengan pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK akibat perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan.
  3. Pasal 81 poin 53 UU Ciptaker menghapus pasal 164 UU Ketenagakerjaan yang mengatur pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK akibat perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa (force majeur).
  4. Pasal 81 poin 54 UU Ciptaker menghapus pasal 165 pada UU Ketenagakerjaan terkait pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK karena perusahaan pailit.
  5. Pasal 81 poin 55 UU Ciptaker menghapus pasal 166 UU Ketenagakerjaan tentang pemberian pesangon kepada ahli waris apabila pekerja atau buruh meninggal dunia.

Aturan Cuti Dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law

unsplash.com

UU Ketenagakerjaan membahas secara spesifik soal hak libur dan cuti buruh dan pekerja yang tertuang dalam pasal 79 hingga pasal 84. Sementara pemberian kesempatan beribadah dari pengusaha bagi pekerja/buruh juga diatur dalam pasal 80. Pasal 81 sendiri mengatur tentang libur untuk pekerja/buruh perempuan ketika haid hari pertama dan pasal 82 mengatur tentang mekanisme cuti hamil dan melahirkan bagi pekerja/buruh perempuan termasuk istirahat bagi mereka yang mengalami keguguran. Selanjutnya pada pasal 83 diatur tentang kesempatan menyusui anak salam waktu bekerja dan pasal 84 menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak istirahat mingguan, cuti tahunan, cuti panjang, melaksanakan ibadah serta cuti hamil-melahirkan berhak mendapat upah penuh.

Perubahan Pasal Tentang Cuti

Sementara pada UU Cipta Kerja Omnibus Law tidak disebutkan pembahasan, perubahan, maupun status penghapusan dari pasal-pasal tersebut. Poin tentang hak libur dan cuti hanya dibahas pada perubahan atas pasal 79 UU Ketenagakerjaan yang diubah menjadi sebagai berikut.

  1. Pengusaha wajib memberi:
    • waktu istirahat; dan
    • cuti.
  2. Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
    • istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
    • istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
  3. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
  4. Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  5. Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan dapat memberikan cuti panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Nah, itu tadi informasi yang bisa Mamikos sampaikan seputar aturan upah, status kerja, PHK, hingga cuti dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law. Sekarang sudah lebih paham, bukan? Kini kamu bisa menginformasikan kepada orang lain tentang rincian UU Ciptaker ini dengan jelas. Semoga informasi ini bermanfaat! Untuk kamu yang sedang bingung mencari tempat tinggal di dekat sekolah atau kampus idaman, kamu bisa install aplikasi Mamikos untuk mempermudahmu.

Nah, itu tadi informasi yang bisa Mamikos sampaikan seputar aturan upah, status kerja, PHK, hingga cuti dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law. Sekarang sudah lebih paham, bukan? Kini kamu bisa menginformasikan kepada orang lain tentang rincian UU Ciptaker ini dengan jelas. Semoga informasi ini bermanfaat! Untuk kamu yang sedang bingung mencari tempat tinggal di dekat sekolah atau kampus idaman, kamu bisa install aplikasi Mamikos untuk mempermudahmu.