Mau Berprestasi? Lawan Plagiasi!

Posted in: Pendidikan
Tagged: Plagiasi prestasi

Mau Berprestasi? Lawan Plagiasi! – Siapa di antara kamu yang mau berprestasi? Pengen nilai 100? atau bahkan dianugerahi predikat Cumlaude? Semuanya pasti mau. Mau dapat piala, piagam, uang saku, pujian bahkan nilai-nilai dalam rapor atau KHS (Kartu Hasil Studi) yang berbaris cantik. Tapi, pencapaian harus dibarengi dengan usaha yang keras, bukan? Tidak ada prestasi yang didapatkan dengan kedap-kedip alias serba instan. Emangnya KFC?

Mau Berprestasi? Lawan Plagiasi!

Dokumen Probadi Penulis – Yenita Laoli

Dididik, bukan jadi picik.

Prestasi dalam pendidikan atau pendidikan dalam prestasi merupakan sebuah term bahwa untuk mencapai prestasi, maka manusia-manusia yang berperan sebagai siswa, mahasiswa atau akademisi harus memiliki perilaku etis, beradab dan menginternalisasi nilai-nilai pendidikan. Bicara soal pendidikan, maka ada satu hal menyedihkan yang di sisi lain justru menggurita. Plagiarisme. Siapa yang bisa menafikan bahwa godaan comot-mencomot karya orang atau plagiasi memang sangat kuat. Sepertinya kebiasaan menyalin materi dari internet ke buku catatan atau lembar ujian memang telah menjadi budaya yang mendarah daging. Sampai-sampai ketika memplagiasi, manusia lupa kalau sedang mencuri. Meski sering berdalih, sudah terbiasa atau sudah menjadi kebiasaan, kurang-kurangin deh. Dalih itu tidak kunjung bikin kamu makin baik, tidak bikin kamu makin pinter. Yang ada kamu malah makin tidak pede atau inferior. 

Plagiarisme merupakan kejahatan yang sulit dideteksi. Plagiasi, katanya. Sebuah bahasa keren untuk menutupi kebiasaan mencuri di kalangan manusia-manusia terdidik untuk tidak menjadi picik. Mengapa? Karena (jika pernah), kamu mencuri buah pikir orang lain, kamu mencuri ide, kalimat, teks, gambar, tabel, datum, hasil penelitian, bahkan kerja keras orang lain. Sejatinya sebuah karya dihasilkan bukan hanya sekadar ongkah-ongkah kaki atau komat-kamit membacakan mantra, terus kelar. Tidak begitu konsepnya. Kamu tidak tahu kalau ketika membuat tulisan tersebut, si Penulis harus nyita waktu istirahat, harus nyari sumber, lakukan penelitian, ketemu narasumber, dan prosesnya bahkan bisa bertahun-tahun. Dan tanpa bersalah, manusia menyalin tulisan tersebut dalam semenit, lalu memproklamirkan sebagai miliknya. 

Sebagian di antara kamu mungkin pernah mengalami konsep penugasan yang mengizinkan kamu mencari materi di internet dan oke-oke saja jika referensinya dikosongin. Kemudian, kamu diberikan nilai 100 yang tanpa sadar menjadi “upah” atas usaha menyalin-tempel buah pikir orang lain. Misal, di pelajaran B mengadakan ulangan yang mengharuskan kamu menyusun kliping. Polanya cenderung menyalin dari internet tanpa menyertakan sumber atau referensi. Dan bisa-bisanya diberikan nilai. Entah, nilai untuk apa. Yang jelas, hakikatnya itu bukan nilai untuk pengetahuan kamu. Ya wong kopas-kopis. Sampai ketika membaca artikel ini, kamu baru paham bahwa yang kamu lakukan di masa lalu adalah salah dan jahat. Berbicara plagiarisme memang tiada ujungnya selama budaya tersebut dihalalkan dan bahkan dinormalisasikan. 

Mirisnya, zaman sekarang bertebaran content creator dan para filantrop dadakan yang dengan bersukarela membagikan cara untuk memplagiasi (read: nyuri)  tanpa ketahuan dosen dan sistem, yang ditambahi dengan embel-embel 100% terbukti. Parahnya lagi, konten-konten yang sengaja mempersempit, membodohi dan memiskinkan daya kreasi ini begitu disukai dan dipuja-puja. Dari kolom komentar yang ada, beberapa dari pengagum filantrop dadakan ini, memuja, bersyukur, bahkan ada yang meminta izin untuk membagikan kepada orang yang membutuhkan. Apa salahnya sih maksa diri untuk memperkaya bacaan? Apa salahnya muterin otak mikirin ide? Apa salahnya baca referensi? Yang pinter juga bukan guru atau dosen kamu kok. Kamu loh yang diuntungin. Kamu yang akan nikmatin hasilnya. 

Faktor-faktor Plagiasi

Jika berkilas balik atau sekadar mengingat-ingat kesalahan plagiasi di masa lalu yang tidak lalu-lalu banget atau masih baru, maka kamu akan menemukan satu atau beberapa alasan spesifik alasan terpaksa atau sengaja memplagiasi (mencuri). Menurut Amiri dan Razmjoo (2016), beberapa faktornya meliputi:

  1. Faktor utama (faktor individual, akademik, budaya, teknologi)
  2. Faktor tambahan (karakteristik pribadi) 

Mudahnya akses untuk referensi bahkan tulisan yang bertebaran di internet juga menjadi salah dua alasan yang sering dikambing hitamkan. Terlepas dari faktor yang ada, maka jika saat ini kamu terpenjara dalam plagiarisme, beranjak dan berbenahlah.

Apa yang harus kamu lakukan?

Adik-adik di bangku sekolah dan di bangku kuliah, 

1.Budayakan kebiasaan membaca. Membaca sejatinya akan membantu kamu membuka pintu-pintu yang tertutup dan jendela-jendela yang hampir tidak menyisakan ruang berpikir. Dengan membaca baik buku fisik atau melalui situs daring, kamu akan memeroleh ilmu, pengetahuan, materi yang baru dan secara otomatis akan membiarkanmu mengolah dan mencipta ide dengan daya kreasi.

Dokumen Probadi Penulis – Yenita Laoli

2. Bilang TIDAK untuk plagiat. Plagiarisme bukan jawaban. Bukan solusi. Plagiarisme hanya akan membunuh kejujuran, integritas, kemanusiaan dan hati nurani kamu. Plagiarisme akan membutakanmu secara kontinu, sepanjang kamu tidak mau terlepas dan berusaha. Buatlah satu komitmen untuk mencapai prestasi dengan memberdayakan kemampuan kamu. Kamu hebat!

3. Membangun rasa pede. Siapa bisa bertaruh bahwa plagiasi akan merampungkan masalah? Plagiasi justru akan membawa kamu ke dalam labirin kejahatan dan keadaan yang selalu inferior, selalu insecure dengan karya sendiri, dan dipenuhi rasa bersalah setiap hari. 

 4. Gunakanlah internet untuk membantu pendidikanmu. Ada dan mudahnya mengakses banyak referensi seyogianya bisa membantu kamu untuk memperkaya pengetahuan. Kamu bisa mengakses Mamikos.com untuk melihat berbagai tips atau tulisan mengenai pendidikan. Eits, Mamikos bukan hanya ada bagi kamu pencari kos loh, kamu juga bisa membaca beberapa artikel yang membantumu menjadi manusia yang baik. 

Berprestasilah sobat, tanpa plagiasi!

Referensi:
Amiri, F., & Razmjoo, S. A. (2016). On Iranian EFL Undergraduate Students’ Perceptions of    Plagiarism. Journal of Academic Ethics, 115-131. doi:https://doi.org/10.1007/s10805-015-9245-3

Kontributor: Yenita Laoli


Klik dan dapatkan info kost di dekatmu:

Kost Jogja Harga Murah

Kost Jakarta Harga Murah

Kost Bandung Harga Murah

Kost Denpasar Bali Harga Murah

Kost Surabaya Harga Murah

Kost Semarang Harga Murah

Kost Malang Harga Murah

Kost Solo Harga Murah

Kost Bekasi Harga Murah

Kost Medan Harga Murah