Cerita Sejarah Asal Usul Wayang, Pengertian, Fungsi, dan Ciri-cirinya Lengkap
Cerita Sejarah Asal Usul Wayang, Pengertian, Fungsi, dan Ciri-cirinya Lengkap – Wayang merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Wayang memuat berbagai kisah yang penuh dengan makna dan pelajaran hidup bagi orang yang memperhatikan. Namun, apakah kamu sudah tau seluk beluk wayang mulai dari cerita sejarah asal usul wayang hingga ciri-cirinya?
Kalau belum, baca artikel berikut hingga tuntas.
Wayang sebagai Mahakarya Dunia
Daftar Isi
Daftar Isi
Wayang telah menjadi harta kebudayaan Indonesia yang begitu berharga dan telah diakui oleh dunia internasional.
Pada 7 November 2003, UNESCO menetapkan wayang sebagai mahakarya mengagumkan di bidang cerita narasi yang indah dengan predikat Masterpiece of Oral and Intangible of Heritage Humanity.
Pengakuan dari dunia internasional terhadap wayang beserta unsur estetik dan didaktisnya membuat wayang semakin mendapat ruang untuk apresiasi di tengah masyarakat.
Namun, seperti apa cerita sejarah asal usul wayang di Indonesia yang sebenarnya?
Cerita Sejarah Asal Usul Wayang
Hingga saat ini belum ada kesepakatan mutlak terkait bagaimana wayang di Indonesia muncul.
Pun kemiripan wayang-wayang di Asia Tenggara kenapa demikian juga belum bisa terurai dan terjelaskan dengan baik.
Satu hal bisa jadi pasti adalah bentuk wayang Indonesia memiliki karakternya sendiri dan jelas berbeda dengan sumber cerita wayang yang dibawakan dari India.
Bahwa cerita sejarah asal usul wayang di Indonesia memang berakar dari masyarakat masa lampau Indonesia.
Isi cerita di dalam wayang memang mengadopsi epos-epos besar dari India seperti Ramayana dan Mahabharata, sebelum akhirnya berkembang cerita khas tersendiri dari Indonesia, terutama Jawa.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana wayang mempunyai bentuk yang demikian dan berwujud seperti hari ini?
Catatan Sejarah tentang Wayang
Wayang muncul pertama kali di Indonesia tepatnya di Pulau Jawa pada sekitar abad 10 Masehi.
Hal tersebut bisa dilacak dengan menggunakan penggunaan kata ‘wayang’ itu sendiri.
Pada abad 10 Masehi, tepatnya 903 Masehi, Raja Balitung dari Mataram menerbitkan sebuah prasasti yang saat ini diberi nama Prasasti Mantyasih.
Di dalam prasasti tersebut, termuat kalimat si Galigi mawayang bwat Hyang macarita Bima Kumara, yang artinya kurang lebih ‘Galigi menggelar pertunjukan wayang untuk dewa dengan menceritakan kisah Bima Kumara’.
Tidak ada detail bagaimana bentuk wayang yang dimainkan Galigi, namun yang jelas para peneliti memperkirakan bahwa wayang yang dimainkan berbentuk semacam boneka.
Selain di Prasasti Balitung, ada juga catatan tentang wayang dengan kata lain yaitu ringgit di Prasasti Kuti yang terbit di sekitar tahun 840 M dan ditemukan di Sidoarjo.
Jejak penggunaan kata wayang ataupun ringgit banyak tersebar di berbagai catatan sejarah dalam bentuk prasasti, maupun di dalam bentuk karya sastra seperti kakawin atau kidung.
Sayangnya tidak ada deskripsi mendetail terkait bentuk wayang yang dimaksud apakah sama seperti wayang di hari ini.
Cerita Sejarah Asal Usul Wayang versi Sunan Kalijaga
Konon, wayang yang kita ketahui hari ini adalah ciptaan dari Sunan Kalijaga pada masa Kerajaan Demak.
Di masa lalu, masyarakat Jawa masih akrab dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, oleh karenanya mereka menyelenggarakan wayang sebagai bentuk penghormatan pada dewa-dewa atau leluhur.
Pada pelaksanaan pementasan wayang, banyak praktik-praktik yang dianggap Sunan Kalijaga menyimpang dari ajaran Islam, misalnya kebiasaan minum tuak, kegiatan berjudi di sekitar lokasi, dan pementasannya yang berlarut-larut hingga menabrak waktu Subuh..
Sunan Kalijaga sadar bahwa mustahil untuk menghilangkan wayang atau memusnahkan wayang agar akidah Islam bisa berdiri tegap di Pulau Jawa.
Bagaimanapun, Sunan Kalijaga memandang wayang beserta ceritanya sebagai sebuah kesenian, sebagai sebuah estetika, sehingga keberadaannya sebenarnya tidak menyalahi ajaran Islam.
Adapun perkaranya adalah para penonton serta penggemarnya yang terkadang sudah terlanjur mengkultuskan salah satu sosok tokoh wayang, Semar misalnya.
Berbekal kebijaksanaan dan kepekaan estetisnya yang tinggi, Sunan Kalijaga berinisiatif untuk merombak wayang dan seluruh elemennya.
Sunan Kalijaga lalu menyelenggarakan wayang dengan cerita yang disusupi nilai-nilai akidah Islam, selain itu Sunan Kalijaga sengaja memulai wayang setelah Isya dan menuntaskan pertunjukan sebelum Subuh.
Mengingat ceritanya yang baru, tampilan wayang yang baru, dan teknis yang baru, orang-orang berbondong melihat pertunjukan wayang yang disajikan Sunan Kalijaga.
Maka dari itu, wayang pun menjadi media dakwah Islam yang efektif di masa lalu karena ceritanya mengangkat nilai-nilai Islam.
Pengertian Wayang
Wayang berasal dari Bahasa Jawa yang artinya ‘bayangan’. Varian kata dari wayang adalah ringgit.
Sebab pertunjukannya yang menampilkan bayangan saja, maka disebutlah pertunjukan wayang atau makna harfiahnya adalah pertunjukan bayangan.
Di masa lalu, istilah wayang dan ringgit sudah sering digunakan oleh masyarakat Jawa.
Wayang berarti sebuah pertunjukan bayangan boneka yang mengisahkan karya sastra yang tidak ternilai harganya.
Di dalam perkembangannya, kemudian muncul berbagai jenis wayang yang menarik untuk dinikmati dan mempunyai ciri khas ceritanya masing-masing.
Jenis-jenis Wayang
Hal lain yang tidak bisa dilepaskan dari cerita asal usul wayang adalah tentang berbagai jenis wayang yang muncul di Indonesia.
Wayang bagaimanapun memang budaya asli Indonesia, sehingga perkembangannya menarik untuk diamati.
Beberapa contoh jenis wayang adalah wayang kulit, wayang golek, wayang wong, wayang klithik, wayang beber, wayang gedhog, dst.
Berikut adalah beberapa jenis wayang di Indonesia serta ciri ceritanya yang khas.
1. Wayang Kulit
Jenis wayang pertama dan paling familiar dikenal masyarakat Indonesia adalah wayang kulit.
Wayang kulit merupakan salah satu jenis wayang paling terkenal, terutama di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Disebut wayang kulit karena wayangnya terbuat dari kulit sapi atau kerbau yang kemudian diukir hingga halus dengan membentuk karakter wayang tertentu.
Wayang kulit dimainkan di balik layar putih dengan lampu sebagai sumber cahaya, sehingga menghasilkan bayangan di layar.
Cerita yang biasa dibawakan bersumber dari epos Ramayana dan Mahabharata.
2. Wayang Golek
Selanjutnya yang menjadi jenis wayang adalah wayang golek.
Wayang golek merupakan wayang yang berbentuk boneka tiga dimensi.
Wayang golek lebih populer di Jawa Barat, khususnya di kalangan masyarakat Sunda.
Cerita yang disajikan di dalam wayang golek tidak jauh berbeda dengan wayang kulit, yakni cerita dari epos Mahabharata dan Ramayana, namun juga sering kali menyampaikan cerita rakyat Sunda seperti legenda cerita rakyat Sangkuriang.
Dalang wayang golek memainkan setiap wayang dengan memegang batang yang menghubungkannya ke tubuh wayang.
3. Wayang Wong
Berikutnya yang bisa jadi adalah bentuk wayang paling kuno di Indonesia adalah wayang wong.
Wayang Wong adalah pertunjukan wayang yang dimainkan oleh manusia sebagai aktor, bukan boneka.
Setiap aktor mengenakan kostum dan tata rias layaknya karakter wayang yang terinspirasi dari visual wayang kulit.
Wayang Wong biasanya menampilkan cerita dari Mahabharata dan Ramayana, dan dipentaskan dengan tarian serta dialog.
Wayang Wong sangat populer di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
4. Wayang Klithik
Wayang klithik adalah jenis wayang yang bukan terbuat dari kulit, namun dibuat dari kayu tipis yang diukir.
Berbeda dengan wayang kulit yang lentur, wayang klithik memiliki karakter bahan yang lebih kaku.
Cerita yang dibawakan seringkali berhubungan dengan pahlawan cerita lokal berupa legenda maupun mitos seperti Damarwulan dan Minak Jinggo.
5. Wayang Beber
Salah satu jenis wayang yang menarik selanjutnya adalah wayang beber.
Konon, wayang beber merupakan jenis wayang yang sering dipertunjukkan pada masa Kerajaan Majapahit.
Wayang Beber adalah jenis wayang tertua yang digambarkan dalam bentuk gulungan kain atau kertas berisi lukisan adegan-adegan dari cerita.
Setiap gulungan “dibeberkan” (dibuka) oleh dalang, kemudian dalang menceritakan kisah tersebut kepada penonton dengan menggunakan kayu penunjuk.
Wayang beber sudah sangat jarang dimainkan saat ini, akan tetapi masih bisa ditemui di beberapa daerah seperti Pacitan, Wonogiri, dan Gunung Kidul.
6. Wayang Gedhog
Jenis wayang berikutnya adalah wayang gedhog.
Wayang gedhog berfokus pada cerita-cerita Panji, yaitu sebuah kisah yang muncul pada masa Kadiri dengan varian cerita seperti Panji Anggraeni, Keong Mas, dan seterusnya.
Wayang gedhog dimainkan menggunakan boneka kayu seperti wayang klitik, namun dengan cerita yang berbeda.
7. Wayang Sasak
Apabila jenis wayang sebelum-sebelumnya berasal dari Jawa, wayang Sasak adalah jenis wayang yang berasal dan berkembang di Lombok.
Wayang Sasak dimainkan dengan sajian cerita-cerita dari epos Menak yang menceritakan kepahlawanan Amir Hamzah, seorang pahlawan Islam.
Bentuk pertunjukan mirip dengan wayang kulit Jawa, tetapi dengan unsur cerita dan budaya Islam yang kuat.
8. Wayang Potehi
Wayang Potehi merupakan jenis wayang hasil akulturasi antara budaya Tionghoa dengan budaya Jawa.
Wayang potehi dimainkan menggunakan boneka tangan dan biasa dipertunjukkan oleh komunitas Tionghoa di Indonesia.
Cerita yang disajikan sering kali berhubungan dengan sejarah atau legenda Tiongkok, seperti kisah Tiga Kerajaan.
Itulah beberapa jenis wayang beserta ciri khas ceritanya masing-masing.
Fungsi Wayang
Di balik keindahan dan tingkat tinggi estetikanya, wayang mempunyai beragam fungsi yang langsung terikat pada masyarakat. Beberapa fungsi dari wayang antara lain:
1. Fungsi Estetis
Fungsi estetis wayang terletak pada keindahan bentuk, gerakan, serta musik pengiringnya.
Elemen-elemen seni dalam pertunjukan wayang, seperti detail ukiran boneka (pada wayang kulit), tarian aktor (pada wayang wong), hingga komposisi warna dan tata panggung, mencerminkan karya seni yang memukau.
Selain itu, suara gamelan yang mengiringi, vokal sinden, dan penguasaan dalang dalam memainkan karakter juga menambah nilai estetis.
Keindahan visual, auditori, dan narasi dalam pertunjukan wayang menjadikannya sebagai bentuk seni yang kompleks dan dihargai tinggi.
2. Fungsi Didaktis
Wayang juga memiliki fungsi sebagai media pendidikan atau didaktis.
Cerita-cerita yang dibawakan, seperti Ramayana, Mahabharata, dan Panji, penuh dengan ajaran moral, etika, dan filosofi hidup.
Karakter-karakter seperti Pandawa melambangkan kebajikan dan kebenaran, sedangkan Korawa melambangkan nafsu buruk dan keserakahan.
Melalui pertunjukan wayang, penonton diajak untuk memetik pelajaran mengenai kejujuran, kesetiaan, tanggung jawab, dan pentingnya menegakkan kebenaran.
Selain itu, wayang juga digunakan sebagai media untuk menyampaikan ajaran agama, terutama ajaran Hindu dan Islam.
3. Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan wayang menjadi salah satu alasan utama mengapa wayang tetap populer di masyarakat.
Pertunjukan wayang sering kali diadakan dalam konteks perayaan, upacara adat, atau acara-acara besar lainnya.
Unsur hiburan pada wayang muncul melalui cerita yang menarik, humor yang disampaikan oleh tokoh-tokoh punakawan (seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong), serta interaksi spontan antara dalang dan penonton.
Dalang kerap menyesuaikan narasi dengan situasi sosial atau politik saat ini, sehingga pertunjukan wayang selalu relevan, menarik, dan menghibur bagi penonton dari segala usia.
Demikian pembahasan mengenai cerita sejarah asal usul wayang, pengertian, dan ciri-cirinya lengkap. Semoga bermanfaat.
FAQ
Satu hal bisa jadi pasti adalah bentuk wayang Indonesia memiliki karakternya sendiri dan jelas berbeda dengan sumber cerita wayang yang dibawakan dari India. Bahwa cerita sejarah asal usul wayang di Indonesia memang berakar dari masyarakat masa lampau Indonesia.
Isi cerita di dalam wayang memang mengadopsi epos-epos besar dari India seperti Ramayana dan Mahabharata, sebelum akhirnya berkembang cerita khas tersendiri dari Indonesia, terutama Jawa.
Wayang berasal dari Bahasa Jawa yang artinya ‘bayangan’. Varian kata dari wayang adalah ringgit. Sebab pertunjukannya yang menampilkan bayangan saja, maka disebutlah pertunjukan wayang atau makna harfiahnya adalah pertunjukan bayangan. Di masa lalu, istilah wayang dan ringgit sudah sering digunakan oleh masyarakat Jawa.
Konon, wayang yang kita ketahui hari ini adalah ciptaan dari Sunan Kalijaga pada masa Kerajaan Demak.
Beberapa contoh jenis wayang adalah wayang kulit, wayang golek, wayang wong, wayang klithik, wayang beber, wayang gedhog, dst.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: