9 Contoh Kearifan Lokal Masyarakat Bali beserta Keterangannya
9 Contoh Kearifan Lokal Masyarakat Bali beserta Keterangannya – Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak sekali kearifan lokal yang hingga sekarang masih terjaga.
Salah satu daerah yang memiliki banyak kearifan lokal adalah Bali. Kearifan lokal di Bali bukan hanya membuat masyarakat Bali memiliki identitas yang khas.
Tetapi juga mampu menjadi daya tarik utama bagi wisatawan dari dalam negeri maupun wisatawan mancanegara. Nah, apabila kamu ingin tahu seperti apa kearifan lokal yang ada di Bali. Yuk, baca artikel berikut ini!
9 Contoh Kearifan Lokal Masyarakat Bali
Daftar Isi
Daftar Isi
Di Bawah ini merupakan beberapa contoh kearifan lokal di Bali yang sudah dilengkapi dengan keterangannya.
1. Tradisi Ngelawang
Ngelawang adalah tradisi umat Hindu di Bali untuk menolak bala. Tradisi ini dilakukan dengan mengarak barong keliling desa sambil menari dan diiringi gamelan.
Tujuan dilaksanakannya ngelawang adalah mengusir roh jahat yang ingin mengganggu ketenangan desa atau suatu wilayah tertentu.
Ngelawang berasal dari kata lawang yang artinya pintu. Tradisi ini biasanya dilakukan pada Hari Raya Galungan dan Kuningan, serta hari baik tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing desa.
Ngelawang dilakukan oleh sekelompok anak-anak dan orang dewasa yang berjumlah kurang lebih 10-15 orang.
Para penari akan memakai seperangkat pakaian barong, biasanya dalam bentuk barong bangkung (babi).
Ketika sekaa ngelawang membawakan tarian barong di depan rumah seorang warga, biasanya empunya rumah akan memberikan punia atau sedekah kepada para pemain yang terdiri penari dan penabuh iringannya.
2. Tradisi Megibung
Tradisi Megibung adalah tradisi makan bersama dalam satu wadah yang ada dalam kehidupan masyarakat Karangasem, Bali.
Tradisi ini dimulai dengan memasak masakan khas tradisional Bali secara bersama-sama, baik itu nasi maupun lauknya.
Setelah prosesi memasak selesai, selanjutnya warga menyiapkan makanan itu untuk kemudian disantap bersama.
Nasi putih ditaruh pada suatu wadah khusus yang dinamakan gibungan, sementara lauk dan sayur yang akan dimakan dinamakan dengan karangan.
Filosofi yang ada tradisi Megibung ini adalah menanamkan pola gotong royong, kebersamaan, persatuan, demokrasi, keadilan, kemanusiaan dan juga ketuhanan pada kehidupan bermasyarakat.
Tradisi Megibung adalah warisan dari Raja Karangasem bernama I Gusti Agung Anglurah Ketut Karagasem pada tahun 1614 caka atau 1692 masehi.
3. Tradisi Tumpek Landep
Upacara Tumpek Landep merupakan suatu acara yang dirayakan oleh umat Hindu di Bali setiap 210 hari sekali. Biasanya pelaksanaan upacara ini dilakukan pada hari Sabtu Kliwon wuku Landep.
Tumpek Landep merupakan hari raya yang dilakukan untuk melakukan pemujaan terhadap Ida Bhatara Sang Hyang Siwa Pasupati sebagai dewanya Taksu.
Upacara ini juga dapat diartikan sebagai upacara yadnya selamatan terhadap semua jenis alat tajam atau runcing.
Dalam upacara Tumpek Landep, umat Hindu di Bali biasanya memberikan upacara terhadap alat-alat tajam atau senjata agar bertuah.
Seiring dengan perkembangan zaman, sejumlah alat teknologi sampai kendaraan bermotor juga turut diupacarai ketika hari raya Tumpek Landep.
Upacara Tumpek Landep mengandung hakikat dan makna yang sangat berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia, terutama dalam hal ketajaman pemikiran.
4. Subak
Sistem irigasi Subak adalah sistem pengairan tradisional Bali yang mengatur pembagian aliran irigasi ke setiap petak sawah.
Sistem ini dikelola secara berkelompok dan bertingkat, dengan pembagian peran yang spesifik bagi setiap anggotanya.
Subak adalah organisasi masyarakat petani di Bali yang mengatur sistem pengairan sawah secara tradisional.
Subak merupakan manifestasi dari filosofi/konsep Tri Hita Karana, yaitu hubungan yang harmonis dan serasi sesama “krama” (warga), lingkungan, dan Tuhan yang Maha Esa.
Subak adalah sistem yang adil, di mana setiap petani pemilik petak sawah berhak atas bendungan air (pengalapan), parit (jelinjing) dan saluran air menuju lahan (cakangan).
Melalui sistem pengairan yang dinamakan Subak ini diharapkan rasa adil dapat dirasakan orang hingga ke lapisan paling bawah.
Subak adalah bagian dari ritual ibadah untuk menjaga alam semesta. Sawah, tanaman padi, dan air memegang peranan utama dalam sistem irigasi tradisional dari Bali ini.
Ketiganya sangat erat berhubungan dengan kekuasaaan Dewi Sri yang oleh masyarakat Bali dianggap sebagai Dewi kesuburan dan kemakmuran.
5. Tradisi Melukat
Belakangan ini kearifan lokal masyarakat Bali yang sedang ngetren di kalangan wisatawan lokal dan mancanegara adalah tradisi melukat.
Tradisi melukat sebenarnya tradisi umat hindu di Bali yang pelaksanaannya bertujuan untuk membersihkan diri dan menghilangkan kemalangan atau kesukaran bagi yang melakukannya.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kini tradisi melukat di Bali sudah menjadi ritual lintas agama yang artinya mereka yang melakukan tradisi ini berasal dari beragam aliran kepercayaan dan agama.
Pelaksanaan tradisi ini adalah membersihkan diri dengan menggunakan air yang mengalir. Biasanya lokasi untuk melakukan tradisi ini dekat dengan pura.
Salah satu tempat paling digemari para wisatawan yang hendak melakukan tradisi ini adalah Pura Tirta Empul.
Meski kini tradisi ini bisa dilakukan oleh lintas agama, tetapi dalam pelaksanaannya masih tetap ada aturan yang tidak boleh dilanggar.
Salah satunya adalah wanita yang sedang haid tidak diperkenan untuk mengikuti tradisi melukat.
6. Tradisi Omed-omedan
Kearifan lokal yang selanjutnya adalah tradisi yang disebut dengan omed-omedan. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan Denpasar.
Biasanya tradisi ini digelar sehari setelah perayaan Nyepi, dibanding dengan tradisi lain yang rutin digelar masyarakat Bali.
Mereka yang mengadakan tradisi ini Omed-omedan ini kebanyakan adalah para pemuda dan pemudi. Hal inilah yang kemudian menjadikan tradisi sering digunakan sebagai sarana untuk mencari jodoh.
Dalam tradisi omed-omedan ini peserta akan dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok laki-laki dan kelompok perempuan.
Sebelum tradisi dimulai akan diawali dengan persembahyangan terlebih dahulu, setelah persembahyangan selesai barulah upacara dilangsungkan.
Saat upacara berjalan kedua kelompok akan saling tarik-menarik. Inilah yang menjadi tradisi omed-omedan menjadi sangat meriah dan selalu dinantikan pelaksanaannya.
Tujuan digelarnya tradisi ini bukan semata untuk mencari jodoh, tetapi juga sebagai wujud permintaan kepada Sang Pencipta agar menghindarkan petaka dari desa.
7. Hari Raya Saraswati
Ada banyak hari istimewa dalam keyakinan masyarakat Bali yang memeluk agama Hindu. Salah satunya adalah hari raya Saraswati.
Bagi kamu yang belum tahu, hari Raya Saraswati merupakan perayaan penting dalam agama Hindu yang dirayakan setiap tahun untuk menghormati Dewi Saraswati.
Tanggal perayaannya bervariasi sesuai dengan penanggalan Hindu. Dewi Saraswati dianggap sebagai simbol pengetahuan, seni, dan kebijaksanaan.
Tetapi, yang jelas pelaksanaan hari raya saraswati ini selalu jatuh pada hari Saniscara Umanis di wuku watugunung dalam sistem penanggalan Bali.
Dalam perayaan ini, umat Hindu melakukan berbagai ritual dan upacara untuk menghormati Dewi Saraswati yang diyakini oleh masyarakat Hindu di Bali sebagai dewi ilmu pengetahuan.
Setiap pelaksanaan hari raya Saraswati ini para siswa tidak diperkenankan belajar. Hal ini dikarenakan saat hari raya Saraswati berlangsung, mereka mengunjungi kuil Saraswati.
Di sana mereka tidak hanya berdoa, melainkan juga meletakkan buku, alat tulis, serta instrumen musik di depan patung Dewi sebagai tanda penghormatan terhadap pengetahuan dan seni.
Selain itu, dalam kesempatan itu sekolah atau lembaga pendidikan di Bali juga merayakan Hari Raya Saraswati dengan upacara khusus, di mana siswa dan guru berkumpul untuk memperingati hari ini.
Para guru begitu dihormati sebagai pemegang pengetahuan, dan acara seni dan sastra diadakan untuk merayakan kecerdasan dan kreativitas.
Perayaan ini memiliki makna mendalam, mengajak umat Hindu untuk merenungkan nilai pengetahuan, menghormati guru, dan mengeksplorasi bakat dalam seni.
Hari Raya Saraswati menjadi waktu spesial bagi masyarakat Hindu di Bali untuk mengembangkan diri secara intelektual dan spiritual.
8. Tumpek Uye
Perayaan Tumpek Uye, atau sering disebut Tumpek Kandang, merupakan sebuah perayaan penting dalam agama Hindu yang ditujukan untuk menghormati binatang.
Perayaan ini mencakup binatang peliharaan dan binatang liar, seperti burung-burung.
Perayaan ini memiliki tujuan untuk memelihara hubungan yang harmonis antara manusia dan alam, khususnya dengan makhluk hidup dalam bentuk binatang.
Umat Hindu di Bali meyakini bahwa dengan merawat dan menghormati binatang, mereka ikut menjaga keseimbangan alam dan memelihara salah satu ciptaan Tuhan.
Pada Hari Tumpek Uye, umat Hindu melaksanakan upacara sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan sebagai Siva atau Pasupati, yang memelihara semua makhluk di alam semesta.
Dalam upacara ini, umat Hindu memberikan selamatan dan penghormatan khusus kepada binatang ternak atau hewan peliharaan.
Upacara ini menjadi simbol pemujaan terhadap keagungan Tuhan melalui perawatan dan penghormatan terhadap makhluk hidup.
Selain itu, Tumpek Uye juga mencerminkan rasa syukur umat Hindu atas keberadaan binatang yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan merayakan Tumpek Uye, umat Hindu mengingatkan diri mereka sendiri tentang pentingnya menjaga alam dan makhluk hidup sebagai bagian dari ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Perayaan ini menjadi momen penting untuk menyadari tanggung jawab terhadap lingkungan dan ciptaan Tuhan.
9. Tradisi Mekotek
Tradisi Mekotek atau Gerebeg Mekotek adalah tradisi yang dilakukan di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Tradisi ini dilakukan setiap 6 bulan sekali, bertepatan dengan Hari Raya Kuningan.
Tradisi Mekotek dilakukan dengan membentuk formasi piramida dari puluhan hingga ratusan tongkat panjang. Tradisi ini merupakan warisan leluhur yang dilakukan secara turun temurun oleh umat Hindu di Bali.
Mekotek merupakan simbol kemenangan dan upaya untuk menolak bala yang pernah menimpa desa. Tradisi ini dipercaya sebagai penolak bala, karena jika tidak dilaksanakan maka akan terjadi grubug.
Awalnya, Mekotek dilakukan untuk menyambut prajurit Kerajaan Mengwi yang datang dengan membawa kemenangan atas Kerajaan Blambangan di Jawa.
Tradisi ini juga merupakan kepercayaan masyarakat adat setempat untuk menolak bala sekaligus memohon keselamatan.
Demikian contoh kearifan lokal di Bali yang hingga sekarang masih terjaga keberadaannya. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kamu tentang kearifan lokal yang ada di Indonesia.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: