7 Contoh Naskah Monolog Bertema Sedih dan Kemarahan Singkat
Sedang mencari contoh naskah monolog untuk dijadikan referensi? Berikut ini Mamikos menjabarkan tentang monolog beserta beberapa contohnya.
1. Pencuri Puisi
Contoh naskah monolog bertema sedih dan kemarahan pertama ini akan menceritakan mengenai seseorang yang merasa bahwa puisinya dicuri oleh orang lain.
Ia pun merasa sangat marah dan berniat untuk membalas sang pelakunya. Berikut contoh naskah monolog bertema sedih dan kemarahan selengkapnya:
Seorang gadis itu masih berdiri di depan papan pengumuman sejak bermenit-menit yang lalu.
Di sana, terpajang lima lembar kertas berisikan puisi pemenang lomba yang diselenggarakan minggu lalu. Fokusnya terpusat pada kertas di urutan ketiga dengan puisi berjudul “Cinta Ibu”.
Itu adalah puisi karyanya, Ia ingat betul setiap kata yang tertulis di sana. Bukannya bangga, Ia malah merasa marah dan hatinya kian panas karena melihat nama orang lain tercantum di sana.
Siapa gerangan yang berani mengakui hasil karyanya?
“Curang! Berani-beraninya dia mencuri puisiku. Kalau tidak punya bakat mending tidak usah ikut-ikutan lomba puisi. Kalau begini hasilnya aku yang rugi!” ujarnya penuh emosi.
“Lagi pula bagaimana bisa dia melakukannya? Bagaimana dia bisa tahu kumpulan puisi buatanku?
Padahal semua hasil karyaku selalu ku simpan baik-baik. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali diriku sendiri dan juga Mei, sahabatku. Lalu bagaimana bisa nama Ria tertulis di sana?”
“Oh aku tahu, Mei ya? Jangan-jangan ia yang bersekongkol dengan gadis menyebalkan itu dan mencuri puisiku.
Aku berjanji akan ku buat kalian berdua mendapat balasannya, tunggu saja tanggal mainnya!”
Lantas, Ia pun bergegas untuk pergi meninggalkan area sekolah yang sudah sepi sejak beberapa menit yang lalu.

Advertisement
2. Insecure
Contoh naskah monolog bertema sedih dan kemarahan kedua merupakan naskah monolog tentang insecure.
Tokohnya merasa sangat sedih karena merasa dirinya berbeda dengan teman-teman lain di sekolahnya.
Berikut cerita kumpulan naskah monolog selengkapnya:
Pagi itu, seorang anak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Ia hanya diam dan tak melakukan apa-apa pada pagi hari Senin yang cerah ini.
“Tidak mau, aku tidak ingin pergi ke sekolah lagi.” ungkap si anak yang masih terduduk.
“Sebenarnya aku malu dengan semua teman-teman di sekolah. Kenapa aku bisa sangat berbeda dengan mereka? Apa karena aku jelek, miskin dan tidak punya baju yang bagus?”
“Teman-temanku memiliki seragam sekolah yang sangat bagus. Sedangkan aku datang dengan seragam usang bahkan warna saja sudah pudar.
Mereka menggunakan sepatu yang bagus sedangkan aku menggunakan sepatu bekas yang sudah rusak.” air matanya yang menumpuk pun mulai menetes.
“Kenapa aku merasa jika aku tidak pantas bersekolah dan berteman dengan mereka? Rasanya kita berada dalam level yang jauh berbeda dan aku yang tak bisa bergabung dengan mereka.”
“Aku merasakan ada tembok tak kasat mata yang kokoh berdiri diantara kami. Tapi, aku ingin berjalan di samping mereka.
Berjalan dengan bangga, dengan seragam yang bersih dan sepatu yang bagus. Tapi kapan aku bisa mewujudkannya? Bisakah aku mewujudkannya? Kapan waktunya? “