7 Contoh Naskah Monolog Bertema Sedih dan Kemarahan Singkat
Sedang mencari contoh naskah monolog untuk dijadikan referensi? Berikut ini Mamikos menjabarkan tentang monolog beserta beberapa contohnya.
3. Pertengkaran
Contoh naskah monolog bertema sedih dan kemarahan selanjutnya akan mengisahkan seorang anak yang mana kedua orang tuanya selalu bertengkar.
Ia pun selalu merasa sedih dan menginginkan keluarganya kembali seperti dulu lagi. Berikut naskah monolog terbaik:
Suara teriakan itu masih terdengar jelas di kepalaku. Ayah dan ibu terus berdebat dengan suara lantang sambil meninggikan ego masing-masing.
Ini bukan yang pertama kalinya, bahkan minggu lalu mereka juga berdebat hebat.
Aku tidak mengerti, apa mereka tidak malu didengar tetangga sekitar?
Apa mereka tidak takut menjadi bahan gunjingan ibu-ibu saat belanja sayur? Dan apakah mereka lupa ada aku di rumah yang sama?
Sering terjadi, mereka terus berdebat di sepanjang waktu. Dan aku hanya bisa diam, bersembunyi di balik selimut sambil menyembunyikan rasa takut.
Mereka terus berteriak, saling melontarkan kalimat yang tak seharusnya di dengar anak-anak.
Aku selalu menangis saat mereka mulai berdebat hanya karena permasalahan kecil.
Suara barang terlempar dan bantingan pintu membuatku semakin terisak. “Ayah, Ibu kenapa kalian selalu bertengkar? Apa yang membuat kalian saling bermusuhan satu sama lain?”
“Dulu kalian tidak begini. Kita bahagia, tidak pernah ada satu hal yang membuat kita saling bertengkar.
Lalu kenapa semuanya jadi begini? Apa sebenarnya yang membuat kalian berubah?” ujarnya sambil terus terisak.
“Ayah, Ibu mari kembali membangun keluarga kecil yang bahagia. Apakah kalian tidak merindukan momen untuk makan bersama sambil bercanda?.
Aku rindu, sangat rindu. Karena itu ayo kembali ke masa dimana kedamaian masih menyelimuti keluarga kita.”
“Dimana tidak ada pertengkaran dan tidak ada air mata kesedihan yang terus mengalir dari kedua mataku.”

Advertisement
4. Sekolah
Contoh naskah monolog singkat tentang kemarahan berikut ini menceritakan mengenai seseorang yang ingin melanjutkan sekolah ke suatu SMA.
Namun, ia tidak mendapat dukungan dari sang ibu. Berikut selengkapnya naskah monolog singkat tentang kemarahan:
Ujian kelulusan SMP tinggal beberapa minggu lagi. Teman-temanku sudah menentukan apa rencana mereka setelah lulus nanti.
Sebagian ada yang ingin memasuki SMA dan SMK yang jaraknya tidak terlalu jauh. Ada pula yang ingin memasuki SMA dan SMK unggulan yang jaraknya memang lumayan jauh.
Dan aku juga sudah memutuskan sekolah mana yang selanjutnya aku pilih. Salah satu SMA unggulan yang jaraknya memang lumayan jauh dari rumah sudah menjadi tujuan utamaku.
Bahkan, sudah kujadikan motivasi selama mengikuti ujian agar bisa lolos dan masuk ke SMA tersebut.
SMA impianku dan aku berharap bisa segera menginjakkan kaki di sana.
Namun ibu berkata lain, Ia sama sekali tak mendukungku. Siang itu, aku mengutarakan niat untuk melanjutkan sekolah di sana. Dan ibu menolakku keras.
Ia mengatakan bahwa lokasi sekolah itu terlalu jauh dan tidak ada yang bisa mengantarku selama bersekolah.
Aku marah, kenapa ibu tidak mendukung? Hati ku terus terasa panas mendengar alasannya yang sebenarnya masuk akal. Tapi bagaimana dengan mimpiku?
Sekolah itu satu-satunya mimpi dan harapan yang aku punya. Apakah aku harus benar-benar merelakannya.
“Tidak bu! Aku mau sekolah di sana! Nilai-nilai ku bagus bahkan guru-guru juga mendukungku. Kenapa Ibu tidak?” ucapku tersulut emosi.
“Tidak bisakah ibu mendukungku kali ini saja? Aku hanya ingin bersekolah di tempat impianku, sama seperti anak-anak yang lainnya!
Kenapa ibu tidak mengerti dan terus memaksakan kehendak ibu?”
“Aku punya hak untuk menentukan pilihan ku sendiri dan seharusnya ibu mendukungku.
Apalagi karena apa yang aku pilih itu baik. Kecuali jika aku memang malah tidak ingin melanjutkan sekolah!”
Dengan emosi yang masih penuh, aku beranjak dari hadapan ibu. Berlari menuju kamar, menutup pintunya keras-keras dan menguncinya dari dalam.