Contoh Unggah-Ungguh Bahasa Jawa beserta Penjelasan dan Ciri-Cirinya Lengkap
Contoh Unggah-Ungguh Bahasa Jawa beserta Penjelasan dan Ciri-Cirinya Lengkap – Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia yang tujuannya untuk menyampaikan ide, gagasan, atau untuk mendapatkan informasi.
Jika dilihat dari wujudnya bahasa memiliki beberapa jenis, yaitu bahasa tulis, bahasa lisan, bahasa isyarat, dan bahasa tubuh.
Dalam melakukan tindakan bicara atau peristiwa tutur harus memperhatikan beberapa unsur supaya tidak membingungkan lawan bicara.
Unggah-Ungguh Bahasa Jawa beserta Penjelasan dan Ciri-Cirinya
Daftar Isi
Daftar Isi
Hymes mengatakan ada tujuh faktor yang harus ada dalam peristiwa tutur yang kemudian disingkat menjadi SPEAKING.
S : Setting yaitu tempat terjadinya tindak tutur dan suasana yang meliputinya.
P : Partisipan yaitu orang yang terlibat dalam tindak tutur tersebut.
E : End yaitu akhir atau hasil atau tujuan dilakukannya tindak tutur.
A : Act yaitu peristiwa yang terjadi ketika seorang pembicara menggunakan kesempatannya untuk bicara.
K : Key yaitu ragam bahasa dan intonasi yang dipakai pembicara dalam menyampaikan pendapatnya.
I : Instrumen yaitu alat yang dipakai pembicara dalam menyampaikan gagasannya.
N : Norma yaitu aturan kesopanan yang dipakai dalam pembicaraan yang dilakukan
G : Genre yaitu jenis wacana yang dipakai untuk diskusi atau sumber pembicaraan.
Budaya Jawa sangat menghargai nilai kesopanan di dalam penggunaan bahasa pada kehidupan bermasyarakat.
Penggunaan bahasa Jawa dengan senantiasa memperhatikan nilai susila, kesopanan dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari dapat disebut dengan unggah-ungguh bahasa Jawa.
Pada buku Karti Basa dikatakan bahwa terdapat 13 tingkatan dalam ungguh-ungguh bahasa Jawa.
Berikut ini Mamikos sajikan contoh unggah ungguh bahasa Jawa yang dapat kamu jadikan sebagai referensi.
13 Tingkatan Unggah-ungguh Bahasa Jawa
- ngoko lugu
- ngoko andhap antya basa
- ngoko andhap/ basa antya
- wredha krama
- mudha krama
- kramantara
- madya ngoko
- madya krama
- madyantara
- krama inggil
- basa kedhaton utawa bagongan
- krama desa
- basa kasar
Sayangnya, di masa sekarang sudah banyak generasi muda yang tidak mengetahuinya.
Banyak generasi muda yang sudah tidak menggunakan unggah-ungguh ketika sedang bicara.
Seiring dengan berjalannya zaman dan supaya untuk mudah dalam mempelajarinya.
Unggah-ungguh bahasa jawa dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahasa krama dan bahasa ngoko.
Kemudian bahasa Jawa ngoko sendiri dapat dibagi lagi menjadi dua yakni ngoko lugu dan ngoko kasar.
Sementara untuk bahasa Jawa krama juga dibagi lagi menjadi dua yakni krama lugu dan krama halus.
Bahasa Jawa Ngoko Lugu
Menurut Poerwadarminta kata ngoko artinya adalah tanpa tata bahasa atau tanpa penghormatan.
Kata ngoko berasal dari kata wod [ko] yang dirangkap, sehingga menjadi [koko], kemudian diberi awalan [ang] sehingga menjadi [ngoko]. Kata [ngoko] termasuk tembung lingga (kata dasar).
Bahasa ngoko lugu yaitu bahasa yang kata-katanya menggunakan bahasa Jawa ngoko semuanya.
Penggunaannya
- Bicara dengan orang yang sudah sangat akrab.
- Bicara dengan orang status sosial/derajatnya lebih rendah.
- Bicara antara orang tua dengan anak kecil atau mereka yang usianya lebih muda dengan status sosial yang sama.
- Digunakan untuk bicara sendiri (ngudarasa).
- Digunakan anak yang baru bisa bicara.
Ciri-Ciri Bahasa Ngoko Lugu
Tidak semua kata ngoko memiliki ciri khusus. Namun, yang bisa dipakai sebagai tanda-tandanya adalah adanya awalan atau akhiran dalam kata tersebut.
Misalnya awalan (ater-ater) atau akhiran (panambang) yang ada dalam kata tersebut.
Contoh kalimat dengan menggunakan bahasa Jawa Ngoko Lugu
“Aku mung bisa nginep sawengi lho,” ujare Trisanto.
“Iya, aku mengko bengi ya turu kene. Ndeleng mengko piye,”, ujare Herianto.
“Jan-jane iki ana apa ta, Mas, kathik ngundang awake dhewe kudu mulih kabeh? Ana prakara apa ta sing ora bisa dikandhakake liwat WA?” takone Trisanto maneh.
Kutipan pembicaraan atau pacelathon di atas menggunakan kata ngoko semua. Yang melakukan pembicaraan adalah saudara yang sudah akrab, yaitu antara Herianto dan Trisanto, kakaknya.
Bahasa Jawa Ngoko Halus
Bahasa Jawa ngoko halus dapat disebut juga dengan bahasa Jawa ngoko andhap. Bahasa ini meski menggunakan bahasa ngoko namun masih memiliki nilai atau digunakan untuk menghormati lawan bicara.
Dalam penerapannya bahasa Jawa ngoko andhap terdapat pencampuran atau penggunaan dari bahasa Jawa Krama lugu maupun bahasa Jawa Krama Halus.
Kata yang berupa atau berasal bahasa Jawa Krama lugu maupun bahasa Jawa Krama Halus digunakan untuk menghormati lawan bicara.
Penggunaannya
Orang tua kepada anak muda yang wajib dihormati (bisa karena kedudukan/status sosialnya lebih tinggi)
Contohnya
“Ndhuk, sliramu mengko kondur arep nitih apa?
“Apa sampeyan kersa takdherekake?”
Anak muda kepada orang tuwa karena harus menghargai.
Contohnya
“Aku mau ngundhuh sawo akeh. Panjenengan apa kersa dakaturi? Yen kersa
mengko dakaturi sekilo.”
Menghargai orang yang sedang dibicarakan (orang ketiga)
Contohnya
Aku ditimbali bapak arep diutus resik-resik jogan, jalaran sesuk ngendikane bapak paklik rawuh.
Ciri-ciri Bahasa Jawa Ngoko Alus
Kata-kata yang digunakan terdapat tercampur dengan krama inggil saat dipakai bicara dengan lawan bicara atau membicarakan orang lain (orang ketiga) dengan tujuan untuk menghomati.
Menggunakan kata ganti orang panjenengan saat bicara pada orang yang lebih tua. Sementara kata ganti orang slirane digunakan ketika bicara pada orang usianya lebih muda.
Menggunakan kata kerja krama inggil apabila yang diajak bicara dan dibicarakan usianya lebih tua dari penutur.
Awalan dan akhiran yang digunakan tetap menggunakan ngoko
Catatan
Untuk dapat membedakan bagaimana bedanya bahasa Jawa ngoko lugu dengan bahasa ngoko halus perhatikan contoh di bawah ini.
(1) Bim, kowe duwe majalah basa Jawa apa ora?
(2) Bapak wis kondur saka pasar, dene Ibu malah tindak tahlilan.
Kalimat pada (1) semuanya memakai ngoko (yaitu kata kowe, duwe, majalah, basa, Jawa, dan ora). Kata pada contoh (1) dikatakan kalimat yang memakai bahasa ngoko lugu.
Kalimat pada (2) kata-kata ngokonya (yaitu wis, saka, pasar, dene, malah, dan tahlilan), tetapi kemudian mendapat campuran kata krama inggil, yaitu pada kata kondur dan tindak.
Kata kondur itu bahasa Jawa ngokonya adalah bali/mulih.
Sementara kata tindak bahasa Jawa ngokonya adalah lunga.
Kata bali/mulih dan lunga tidak digunakan karena dalam kalimat di atas karena untuk menghargai orang sedang dibicarakan.
Jika kata kondur diganti dengan kata bali/mulih, kurang cocok dengan undha-usuk atau unggah-ungguh basa.
Bahasa Jawa Krama Lugu
Bahasa Jawa krama lugu yaitu bahasa yang kata-katanya menggunakan bahasa krama semuanya tanpa tercampur dengan kata yang berasal dari krama inggil.
Bahasa krama dapat diartikan bahasa yang kadar kehalusannya lebih rendah dari bahasa krama inggil, namun lebih tinggi dibanding ngoko halus.
Ciri-cirinya
Ciri-ciri dari krama lugu biasanya dapat dilihat dari awalan dan imbuhan yang digunakan.
(1) awalan (ater-ater) /di/ berubah menjadi /dipun/, sementara akhiran (panambang) /e/ berubah menjadi /ipun/ dan akhiran (panambang) / ake/ berubah menjadi / aken/,
(2) kata /aku/ lan /kowe/ dan awalan (ater-ater) / dak, ko/ berubah menjadi /kula/ dan /sampeyan/.
Penggunaannya
- Orang tua kepada anak muda yang pangkatnya lebih tinggi
- Orang yang baru dikenal
- Murid kepada gurunya
- Pembantu kepada majikannya
- Bawahan kepada pimpinannya
Contoh Kalimat Bahasa Jawa Krama Lugu
a. Mbah Jarwo mirengaken giyaran ringgit purwa kanthi lampahan ‘Karna Tandhing’. Anggenipun mirengaken kaliyan nedha pisang goreng.
b. Kula badhe nyambut garisan gadhahan sampeyan, amargi garisan kula ical.
Bahasa Jawa Krama Halus
Bahasa Jawa krama halus atau yang disebut juga dengan krama inggil merupakan ragam bahasa tertinggi dalam percakapan orang Jawa.
Pemakaiannya dilakukan saat orang bicara dengan seseorang atau membicarakan orang yang sangat dihormati.
Kata krama inggil digunakan untuk menghormati lawan bicara dan orang yang sedang dibicarakan.
Wujud dari krama halus tersusun dari kata-kata krama yang dicampur dengan krama inggil. Sehingga bahasanya terkesan sangat menghargai lawan bicara.
Namun, yang harus diingat yang boleh di-kramakan adalah orang lain. Sementara, untuk diri sendiri tidak boleh.
Penggunaannya
- Anak muda kepada orang tua
- Pembantu kepada majikannya
- Murid kepada gurunya
- Bawahan kepada pimpinannya
- Sesama teman yang belum akrab
Contohnya
a. Bu Asti nate ngendika, panjenenganipun boten badhe kondur menawi dereng purna pakaryanipun.
b. Manawi Bapak badhe dhahar, ngersakaken dhaharan punapa, mangga kula ladosi!
c. Simbah badhe tindak dhateng Surabaya nitih kreta, bidhalipun mangke tabuh sekawan sonten.
d. Kula mboten mangertos ingkang dipunngendikaken Pak Romi, pramila kula nyuwun dipunandharaken malih.
Demikianlah contoh unggah-ungguh bahasa Jawa Beserta Penjelasan Dan Ciri-Cirinya Lengkap.
Semoga artikel dari mamikos tentang contoh unggah ungguh bahasa Jawa ini dapat membuatmu lebih memahami unggah-ungguh yang ada di masyarakat Jawa.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: