Cerita Tokoh Gatotkaca dalam Pewayangan Jawa Singkat tapi Lengkap

Cerita Tokoh Gatotkaca dalam Pewayangan Jawa Singkat tapi Lengkap – Otot kawat tulang besi, itulah jargon yang melekat pada sosok pewayangan bernama Gatotkaca.

Di Jawa, Gatotkaca menjadi role model bagi para laki-laki yang ingin membangun tubuhnya, menyehatkan tubuh, dan memiliki jiwa ksatria.

Penasaran dengan cerita tokoh Gatotkaca dalam pewayangan Jawa yang lebih lengkap? Simak ulasannya di artikel berikut.

Cerita Tokoh Gatotkaca dalam Pewayangan Jawa

Getty Images/MaytheeVoran

Gatotkaca digambarkan sebagai pria perkasa, bertubuh kekar, kuat, dan memiliki otot-otot besar yang melingkupi tubuhnya.

Bahkan, Gatotkaca juga bisa terbang melintasi angkasa karen kesaktian dan pusaka sakti yang dimilikinya.

Tokoh Gatotkaca berasal dari kitab Mahabharata India, namun di Jawa mengalami penyesuaian agar lebih mudah diterima.

Di dalam Mahabharata, disebutkan bahwa Gatotkaca adalah putra dari Bima yang lahir dari seorang raksasi (raksasa perempuan) bernama Hidimbi.

Menurut versi Jawa, Gatotkaca lebih akrab dikenal sebagai putra dari Werkudara (nama lain Bima) yang lahir dari seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi.

Dewi Arimbi bukan sekadar raksasa hutan biasa, melainkan raksasa ningrat karena merupakan seorang putri dari Prabu Tremboko dari Kraton Pringgadani, negeri bangsa raksasa.

Di versi Mahabharata India Gatotkaca digambarkan sebagai sosok manusia raksasa yang ukurannya begitu besar.

Namun di versi cerita tokoh Gatotkaca Jawa, Gatotkaca digambarkan seperti manusia pada umumnya hanya saja punya kekuatan luar biasa dan bisa terbang.

Adapun selain ciri khas fisik yang kekar, Gatotkaca juga punya ciri khas berupa kumis tebal nylirit serta mengenakan praba (semacam rompi berbentuk sayap).

Masa Kecil Gatotkaca

Cerita tokoh Gatotkaca pada masa kecil tergolong unik, karena ada kesalahpahaman lucu yang dilakukan oleh seorang petinggi Dewa.

Pada saat masih bayi, Gatotkaca bernama Jabang Tetuka. Anehnya, hingga usia satu tahun, tapi pusar Jabang Tetuka belum juga lepas.

Bukan karena tidak mau lepas, namun memang tidak bisa dilepas. Berbagi senjata sakti sudah digunakan untuk memotong tali pusar Gatotkaca yang masih kecil, tapi semua gagal.

Werkudara sampai dibuat pusing oleh keanehan tersebut, untung Werkudara punya saudara yang bisa diandalkan, yakni Arjuna.

Arjuna yang merasa kasihan pada Werkudara lalu bertirakat di suatu gunung untuk meminta petunjuk Dewa terkait tali pusar keponakannya.

Bathara Narada yang tahu kesusahan Arjuna lalu turun bumi guna memberikan senjata Kontawijaya.

Celakanya, saat itu Karna juga sedang bertirakat, Bathara Narada salah mengira kalau Karna adalah Arjuna karena wajah mereka memang mirip, sehingga malah memberikan Kontawijaya pada Karna.

Sesudah memberikan senjata tersebut, Bathara Narada baru sadar, lalu segera memberitahu Arjuna bahwa dia salah memberikan senjata Kontawijaya pada Karna.

Arjuna segera menyusul Karna. Mereka berdua bertarung dengan sengit, dan Arjuna hanya berhasil merebut sarung senjata Kontawijaya, sementara senjatanya sendiri dibawa Karna.

Untungnya sarung senjata Kontawijaya tersebut sudah cukup untuk memutus tali pusar Jabang Tetuka.

Anehnya, sarung senjata Kontawijaya ikut menghilang setelah digunakan memotong tali pusar Jabang Tetuka. 

Prabu Kresna yang menyaksikan kejadian itu lalu berkata bahwa sarung senjata Kontawijaya telah bersatu di dalam Jabang Tetuka, kelak Jabang Tetuka hanya akan mati oleh pemilik senjata Kontawijaya.

Dibesarkan Para Dewa

Setelah tali pusarnya berhasil dipotong, Jabang Tetuka dibawa menuju Kahyangan oleh Bathara Narada. Kebetulan, saat itu Kahyangan sedang diserang habis-habisan oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trebalasuket.

Tindakan Patih Sekipu tersebut karena atas perintah raja Kerajaan Trebalasuket, bernama Kalapracona dalam rangka melamar seorang bidadari bernama Supraba.

Karena para Dewa enggan menyerahkan Supraba, maka mengamuklah Patih Sekipu beserta pasukannya dan memporakporandakan Kahyangan.

Jabang Tetuka yang baru saja datang dibawa oleh Bathara Narada, langsung saja ditaruh Bathara Narada di hadapan Patih Sekipu.

Pertarungan yang secara ukuran tubuh saja tidak masuk akal semakin tidak masuk ketika Jabang Tetuka sama sekali tidak menderita luka akibat dihajar Patih Sekipu.

Bahkan, semakin dihajar, Jabang Tetuka justru semakin kuat dan bertambah besar.

Malu karena gagal mengalahkan Jabang Tetuka, Patih Sekipu menyerahkan Jabang Tetuka pada para Dewa kembali.

Diceburkan dalam Kawah Candradimuka

Para Dewa bertekad untuk membesarkan Jabang Tetuka agar kelak dapat menjadi salah satu jagoan Kahyangan.

Harapannya, apabila ada ancaman datang, Jabang Tetuka yang akan membereskan ancaman tersebut.

Lalu dilemparlah Jabang Tetuka ke Kawah Candradimuka, sebuah kawah Gunung Jamurdipa yang menyala apinya.

Setelah melemparkan Jabang Tetuka ke Kawah Candradimuka, para Dewa lalu ganti melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah.

Setelah beberapa waktu, Jabang Tetuka keluar dari Kawah dengan sudah berganti wujud menjadi seorang pria dewasa.

Segala macam senjata sakti telah melebur menjadi satu di dalam diri Jabang Tetuka.

Sesaat setelh keluar dari Kawah Candradimuka, maka segeralah Jabang Tetuka menjalankan tugas pertama, yakni membunuh Patih Sekipu.

Jabang Tetuka berhasil mengalahkan dan membunuh Patih Sekipu dengan cara menggigit Patih Sekipu hingga tewas dalam pertarungan.

Karena sudah beberapa lama, Prabu Kresna dan para Pandawa menjemput Jabang Tetuka yang ada di Kahyangan.

Prabu Kresna yang melihat taring Jabang Tetuka segera menarik tubuh Jabang Tetuka lalu mematahkan taring tersebut agar Jabang Tetuka dan memerintahkan Jabang Tetuk agar tidak menggunakan sifat-sifat raksasa.

Sebelum kembali ke Marcapada, Bathara Guru menghadiahi Jabang Tetuka seperangkat baju ksatria sakti berupa Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Trompah Padakacarma.

Sejak saat itu, Jabang Tetuka berganti nama menjadi Gatotkaca.

Menggunakan seperangkat pakaian pemberian Bathara Guru tersebut, Gatotkaca terbang menghampiri Kalapracona di Kerajaan Trebalasuket dan membunuhnya.

Cerita masa kecil tokoh Gatotkaca di atas tentu sangat menarik karena memiliki banyak pesan yang bisa diambil.

Salah satunya adalah bahwa kita harus menjadi gelas kosong saat menerima segala ilmu, agar ilmu-ilmu yang ada merasuk ke dalam diri kita.

Kisah Kawinnya Gatotkaca

Cerita tokoh Gatotkaca dalam pewayangan Jawa berlanjut ke kisah perkawinannya.

Memang kisah perkawinan Gatotkaca jarang mendapat sorotan, padahal kisahnya begitu unik karena sifat Gatotkaca yang digambarkan selalu kikuk jika berhadapan dengan wanita.

Menurut cerita, Gatotkaca dikenal sebagai ksatria yang tidak pernah bersolek, pakaiannya bersahaja, dan jauh dari wanita.

Namun perangai Gatotkaca tersebut seketika berubah setelah melihat putri pamannya, Arjuna, yang bernama Dewi Pregiwa waktu diiring Raden Angkwijaya.

Gatotkaca langsung jatuh hati menyaksikan keelokan Dewi Pregiwa. Segera Gatotkaca mengabarkan rasa hatinya pada ibunya, Dewi Arimba, dan dengan penuh kegembiraan bersedia menuruti permintaan Gatotkaca untuk menikah dengan sepupunya, Dewi Pregiwa.

Meski demikian, Gatotkca harus bertarung menyingkirkan saingannya terlebih dahulu, yakni Laksmana Mandrakumara, putra Duryudana dari keluarga Korawa. 

Gatotkaca bagaimanapun berhasil mengalahkan Laksmana Mandrakumara dan berhasil mempersunting Dewi Pregiwa.

Dari perkawinannya, lahir seorang putra bernama Sasikirana yang kelak menjadi panglima perang Ngastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu, cucu Arjuna.

Kematian Gatotkaca

Perang di Kurusetra disebut juga dengan nama perang Bharatayuda. Kisahnya secara aktual diadaptasi dan dikembangkan dari Kakawin Bharatauda yang ditulis pada 1157 pada masa Kerajaan Kadiri.

Menurut versi pewayangan, dikisahkan Gatotkaca sangat akrab dengan Abimanyu, sepupunya dari Arjuna. 

Tatkala perang Bharatayuda berjalan di hari ke-13, Abimanyu gugur dengan mengenaskan karena dikeroyok pasukan Kurawa.

Di hari ke-14, Arjuna berhasil membalas kematian Abimanyu dengan memenggal kepala Jayadrata, ipar Duryudana.

Akibat hal tersebut, Duryudana memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa pada hari malam, padahal tahu kalau keputusan tersebut telah melanggar peraturan perang.

Namun para Kurawa sudah tidak peduli dengan aturan perang yang berlaku. Maka terjadilah serangan malam hari di perkemahan Pandawa.

Para Pandawa mengutus Gatotkaca untuk menghadang serangan tersebut. Gatotkaca dipilih karena Kotang Antrakusuma yang dipakai dapat memancarkan cahaya sehingga lebih mudah dalam bertarung.

Gatotkaca berhasil mengalahkan dan menewaskan banyak sekutu Korawa dengan kesaktiannya.

Melihat Gatotkaca yang begitu mustahil untuk dikalahkan pasukan biasa, maka Karna turun tangan, berhadapan melawan Gatotkaca.

Tahu bahwa Karna merupakan pemilik senjata Kontawijaya yang bisa membunuhnya, maka Gatotkaca menggunakan strategi bayangan, yakni dengan memperbanyak dirinya hingga seribu jumlahnya agar membingungkan Karna.

Namun, berkat petunjuk Batara Surya, Karna tiba-tiba tahu posisi Gatotkaca yang asli. Segera kemudian Karna melepaskan senjata Kontawijaya ke arah Gatotkaca.

Lanjutan Cerita

Gatotkaca berusaha menghindar dengan cara terbang ke langit, namun senjata Kontawijaya terus mengikutinya.

Hingga sesaat kemudian muncul arwah Kalabendana yang memegang senjata Kontawijaya dan mengarahkannya ke tubuh Gatotkaca.

Gatotkaca hanya pasrah, dan berpesan bahwa nanti mayatnya bisa digunakan untuk membunuh musuh, Kalabendana setuju.

Seketika Kalabendana menusukkan senjata Kontawijaya ke pusar Gatotkaca, seketika pusaka Kontawijaya melebur dengan sarungnya yang ada di dalam tubuh Gatotkaca.

Selanjutnya arwah Kalabendana melemparkan mayat Gatotkaca ke arah Karna, namun karna berhasil melompat menghindar sehingga selamat, meski kereta kudanya hancur lebur.

Pecahan-pecahan kehancuran kereta kuda Karna melesat ke segala penjuru arah, sehingga menewaskan banyak prajurit Kurawa yang ada di sekitar Karna.

Atas peristiwa tersebut, meski Karna berhasil hidup, banyak pasukan Kurawa yang mati karena mayat Gatotkaca, sehingga permintaan Gatotkaca agar mayatnya bisa digunakan untuk membunuh musuh tetaplah tersampaikan.

Di dalam pewayangan Jawa, cerita tokoh Gatotkaca selalu menjadi inspirasi bagi banyak lelaki agar senantiasa menjaga kebugaran dan bentuk tubuh.

Tujuannya bukan untuk menggaet wanita, namun demi menjadi pribadi yang lebih baik.

Demikian cerita tokoh Gatotkaca dalam pewayangan Jawa. Menarik sekali bukan ceritanya? 

Kalau kamu penasaran dengan cerita wayang lainnya, temukan saja di blog Mamikos. Semoga bermanfaat.


Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:

Kost Dekat UGM Jogja

Kost Dekat UNPAD Jatinangor

Kost Dekat UNDIP Semarang

Kost Dekat UI Depok

Kost Dekat UB Malang

Kost Dekat Unnes Semarang

Kost Dekat UMY Jogja

Kost Dekat UNY Jogja

Kost Dekat UNS Solo

Kost Dekat ITB Bandung

Kost Dekat UMS Solo

Kost Dekat ITS Surabaya

Kost Dekat Unesa Surabaya

Kost Dekat UNAIR Surabaya

Kost Dekat UIN Jakarta