10 Contoh Literasi Singkat Tentang Pendidikan yang Inspiratif dan Penuh Motivasi

Contoh literasi singkat tentang pendidikan – Literasi singkat tentang pendidikan sangat penting untuk menanamkan norma dan karakter pada anak-anak didik di sekolah.

Cerpen dalam literasi tentang pendidikan dapat digunakan sebagai materi tambahan dalam proses belajar. 

Hal ini karena dengan belajar menuangkan ide kedalam cerita bisa digunakan untuk mengembangkan kreativitas anak-anak dalam berpikir.

Contoh Literasi Singkat Tentang Pendidikan yang Inspiratif dan Penuh Motivasi

https://unsplash.com/@wesleyphotography

Di era literasi digital seperti sekarang literasi memiliki peranan yang penting. Ada banyak manfaat literasi yang bisa didapatkan. 

Dalam pembuatan literasi singkat ini sebaiknya karakter dan tokoh yang dimunculkan sesuai dengan kehidupan pembaca sehari-hari.

Dengan demikian, akan membuat pembahasan dalam literasi ini bisa menjadi gambaran bagaimana seharusnya peserta didik yang patuh dan baik terhadap guru. 

Selain itu juga bagaimana bersikap yang tepat di lingkungan masyarakat.

Hal ini karena pendidikan tidak hanya sebatas edukasi formal, tetapi juga hubungan dengan masyarakat, nasionalisme, rasa idealisme, dan kecintaan terhadap alam sekitar dan nusantara.

Jika kamu sedang mencari bahan bacaan untuk literasi yang singkat, berikut ini beberapa contoh literasi singkat tentang pendidikan.

Gelar Sarjana yang Harus Kurelakan

Judul contoh literasi singkat tentang pendidikan yang pertama adalah Pilihan Antara Keluarga dan Masa Depan. Bercerita tentang dua pilihan yang tidak bisa diputuskan dengan mudah.

Ini merupakan sepenggal cerita sedih untuk aku sendiri yang memilih untuk mengakhiri dunia pendidikan yang didambakan karena terkendala oleh biaya.

Hal ini terjadi pada diri aku sendiri di awal tahun 2017 silam. Aku merupakan Mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Surabaya.

Aku memilih memfokuskan pada jurusan Manajemen Industri. Hal ini karena sejak kecil aku mendambakan untuk mendapatkan dan memegang gelar Sarjana Ekonomi. 

Namun, sayangnya realita tidak berjalan sesuai dengan semua harapan. Aku mendapati suatu kendala yang tidak bisa dipungkiri dan menjadi pilihan yang berat.

Kendala ini memaksaku untuk menerima semua yang terjadi dengan lapang dada. Ya, permasalahan yang klasik, yakni mengenai biaya. 

Hal itu bukanlah kendala terbesar, tetapi keadaan kesehatan sang Ayah di kampung yang semakin memburuk dari hari ke hari.

Keuangan juga semakin menipis karena totalitas dialihkan untuk biaya pengobatan beliau. Kisah ini bermula saat tiba saatnya membayar uang semester yang seingat aku berjumlah Rp 1.900.00,- per 6 bulannya. 5 hari sebelum pembatasan pembayaran berakhir, ibu menelponku.

“Assalamualaikum nak …,” buka ibu.

“Waalaikumsalam bu,” jawabku.

“Nak, ibu mau bilang, kesehatan ayahmu terus memburuk. Biaya SPP kuliahmu memang sudah tersedia, tapi sepertinya kondisi ayahmu membuatnya harus dibawa berobat. Sedangkan uang cuma tinggal untuk SPP kamu saja,” ungkap ibu dengan nada sedih.

Aku tidak bisa berkata banyak selain air mata yang perlahan dan semakin deras terjatuh. Aku berusaha untuk tenang dan memutuskan sesuatu yang bertolak belakang dengan keinginanku selama ini. Dengan hati yang terasa berat aku memilih hal yang tidak diinginkan.

“Kesehatan dan kesembuhan ayah tetap jadi yang penting, perihal biaya pembayaran SPP tidak perlu khawatir, uangnya dipakai untuk biaya kesembuhan ayah aja.” 

“Kamu yakin, Nak? Jadi bagaimana tentang perkuliahan? Bukannya kamu bilang kalau batas akhir pembayaran akhir minggu ini?” Tanya ibu.

“Batasnya memang minggu ini, Bu, tapi tidak apa-apa tidak perlu dipikirkan, biaya untuk pengobatan untuk kesembuhan ayah lebih penting,” tuturku.

“Lalu bagaimana dengan nasib kuliah kamu?” Ibu kembali bertanya.

“Ibu, aku sudah memikirkan matang-matang hal ini dari kemarin malam, aku memutuskan berhenti kuliah dan pulang ke kampung tinggal dengan kalian semua,” ucapku.

Sejujurnya, ini merupakan keputusan terberat dan paling menyakitkan yang pernah aku buat di dalam hidupku. Ibu terdiam sejenak dan kemudian menjawab

“Nak, ibu minta maaf tidak bisa berbuat banyak, jika itu keputusanmu ibu tidak bisa apa-apa lagi. Ibu cuma bisa berkata untuk memahami bagaimana keadaan ekonomi kita sekarang,” gumam ibu pelan.

“Iya bu, aku mengerti dan paham. Jadi, jangan pikirkan panjang lagi soal perkuliahanku, fokus saja untuk pengobatan ayah,” aku akhiri pembicaraan.

Setelah telpon kututup, rasa berkecamuk muncul di kepalaku. Aku baru saja memutuskan hal yang sejatinya tidak aku inginkan. 

Semenjak hari itu aku hanya memikirkan bagaimana nasib masa depan dengan putus kuliah. 

Namun, dibalik semua ini aku yakin Allah SWT menyiapkan hal yang lebih indah. Kini aku hanya bisa bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT.

Impian Pendidikan yang Kutunggu

Contoh literasi singkat tentang pendidikan selanjutnya tentang Rana yang tertinggal kelas karena masalah keterbatasan ekonomi.

Rana, itulah nama ku dan aku merupakan satu dari sekian banyak anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan bersekolah.

Usiaku sekarang 11 tahun dan aku masih berada di kelas 3 SD. Kata teman-temanku, seharusnya aku sudah duduk di kelas 5 atau 6 SD.

Akan tetapi karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung, aku harus mencari rezeki agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dan adikku yang masih berusia 4 tahun. Aku dan adik tinggal di rumah berukuran 4X4 meter yang merupakan milik orang lain.

Orang tua kami sudah lama meninggal dunia karena kecelakaan mobil. Celah untuk harapan baru akhirnya aku temukan di tahun ketiga dengan kami yang memperoleh pembiayaan sekolah hingga tamat jenjang SMA dari sebuah lembaga pendidikan pemerintah. 

Sejak hari itu aku dan adikku mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupan. 

Utopia Putih Merah yang Didambakan

Dari balik tirai putih jendela yang lusuh, sepasang mata kecil menatap awas bercampur kebingungan. Pandangannya tidak terlepas dari lapangan bola yang tepat berada 10 meter di depan rumahnya.

Sudah setengah jam gadis itu mengawasi. Bukan pergerakan bola, bukan pula para pemain bola berseragam putih merah. Karena di sana hanya ada bayangan kosong dan keheningan yang membuat lapangan terlihat luas.

Di hari yang cerah itu seharusnya menjadi hari pertama ia masuk sekolah. Memperkenalkan diri dan mendapatkan teman baru. 

Di hari itu pula seharusnya untuk pertama kalinya ia mengenakan seragam putih merah yang selalu ia ingin kenakan. Tetapi, di hari itu semua berbeda dari bayangannya.

Rumahnya mendadak penuh dengan orang-orang. Ia mengenal dua atau tiga orang dari mereka. Suara tangisan menjadi latar suara di kesunyian di matanya.

Filosofi Pensil

Selanjutnya contoh literasi singkat tentang pendidikan yang penuh pesan moral.

Seorang anak laki-laki bernama Aji kesal karena dia mendapatkan nilai buruk dalam tes matematikanya. 

Dia sedang duduk di kamarnya saat neneknya datang dan menghiburnya. Neneknya duduk di sampingnya dan memberinya pensil. Aji mengamati neneknya dengan bingung.

Ia berkata bahwa dia tidak pantas memperoleh pensil setelah hasil ujiannya jelek. Neneknya mengatakan bahwa, 

“Kamu bisa belajar mengenai banyak hal dari satu pensil ini, dia mengalami penajaman yang terasa sakit untuk bisa menghasilkan tulisan. Hal ini sama dengan kamu yang mengalami rasa sakit karena tidak berhasil baik dengan ujian.

Namun, hal ini akan membantu kamu menjadi siswa yang lebih baik lagi. Semua kebaikan yang ada di dalam pensil berasal dari dirinya sendiri. 

Kamu juga akan menemukan kekuatan untuk mengatasi halangan dan rintangan ini.

Pada akhirnya seperti pensil, kamu harus membuat tanda pada permukaan, kamu juga harus meninggalkan tanda pada apapun yang menjadi pilihanmu. Aku pun terhibur dan berjanji akan menjadi lebih baik di masa depan.

Persahabatan yang Berkesan

Contoh literasi singkat tentang pendidikan ini bertemakan persahabatan. Literasi singkat ini bisa menambah motivasi untuk belajar.

Ketika masuk ke SMP aku memiliki sahabat yang bernama Atira. Pertemanan kami berawal saat aku pingsan di masa pengenalan sekolah di hari pertama kami masuk SMP. 

Sebelum pingsan Atira sempat bertanya kepadaku, “Kamu tampak lemas, mau aku panggilkan guru untuk dibawa ke UKS?”

Aku yang terlihat jelas berusaha kuat menjawab tidak dan masih memaksakan mengikuti upacara pembukaan masa orientasi sekolah. 

Memang pada saat itu aku sedang tidak enak badan. Tapi aku yakin aku bisa melewati upacara pagi ini karena upacaranya sudah hampir selesai.

Namun, Atira yang merasa aku sedang tidak sehat memanggil guru untuk memberitahukan bahwa aku akan segera pingsan. Benar saja, setelah ia mengucapkan hal tersebut aku pingsan dan dibawa oleh guru ke ruang UKS.

Di saat kembali ke ruang kelas, aku mengucapkan terima kasih kepada Atira dan kita mulai akrab. 

Hingga tiga tahun berlalu aku dan Atira menjalin persahabatan, namun semenjak lulus SMP, Atira ikut orang tuanya ke Padang. Mendengar kabar itu aku sangat sedih karena tidak bisa berkomunikasi langsung dengan Atira.

Setelah lulus SMA, aku mencoba berkomunikasi dengan Atira melalui media sosial. Aku mengetik dengan penuh harapan, 

“Apakah kita akan bertemu lagi di universitas yang kita impikan bersama?”

Akibat Sifat Sombong

Contoh literasi singkat tentang pendidikan ini bercerita tentang sifat sombong yang tidak seharusnya kita miliki.

Temanku bernama Rina merupakan anak orang kaya yang sombong, selalu menghina, dan tidak ingin berteman dengan kami karena kami anak orang susah. Meski ia anak yang pintar, bukankah sombong merupakan hal yang tidak terpuji?

Suatu hari Rina mengejek temanku karena bajunya dekil dan jorok. Temanku menjadi bahan tertawaan teman-teman yang lain dan tidak ada yang mau duduk dengannya selain aku. Ternyata benar, kesombongan dapat membawa malapetaka.

Setelah beberapa bulan berlalu, Rina terpaksa harus balik ke desa kampung halaman orang tuanya lantaran ayahnya terlibat kasus korupsi. Hal ini mengakibatkan ayahnya harus ditahan oleh aparat kepolisian.

Kebohongan yang Berujung Malu

Contoh literasi singkat tentang pendidikan selanjutnya ini bercerita tentang Leon yang melakukan kebohongan dan berujung malu.

Hari itu cuaca di sekolah cukup panas, ditambah lagi dengan suasana kantin yang penuh. Melihat hal tersebut aku dan Leon memutuskan untuk tidak membatalkan belanja lantatan ramenya kantin saat itu. Sementara itu jam istirahat tinggal menghitung menit lagi.

Akhirnya aku dan Leon hanya membeli minuman dan mengurungkan niat untuk makan di kantin. Karena jika kita memaksakan untuk makan di kantin, maka akan terlambat masuk kelas.

“Yaudah deh, kayaknya kalau dipaksain makan di kantin, kita bisa telat, beli minuman saja. Nanti di jam istirahat kedua kita baru makan, gimana?” tawarku.

Leon yang sejak dulu memang hobinya makan terus memaksaku untuk makan. Dia seakan-akan tidak peduli jika lonceng bel masuk berbunyi.

“Gapapa udah Ra, kita makan aja, bentaran doang, ga bakalan pake lama,” sambungnya.

‘Enggak ah, aku yakin soal itu, kita pasti telat. Tapi kalau memang kamu udah laper banget, yaudah makan aja, tapi aku masuk kelas duluan ya?” tuturku sembari memperingatkan.

Pada akhirnya aku lebih masuk ke kelas dan benar saja, baru sampai pintu kelas bel masuk telah berbunyi. 

Aku menunggu Leon yang belum kunjung datang, sementara itu guru yang mengampu sudah masuk.

Setelah pengambilan absen, tidak lama Leon masuk dengan tergesa-gesa dan nafas naik turun.

“Permisi bu, maaf saya terlambat,” ujarnya.

“Kamu dari mana saja? Kamu baru selesai memanjat pohon kelapa, ya?” tanya guru.

“Nggak bu, aku barusan dari WC soalnya kebelet buang air kecil.” Bela Leon.

“Masa iya kamu dari WC? Sudah pasti ini habis dari manjat pohon kelapa. Itu kayaknya ada parutan santan kelapa ya dibibir kamu,” jawab guru.

Pada akhirnya Leon mengaku dan menghapus parutan santan kelapa yang menempel di pipinya. Seisi kelas tertawa dengan kelakuan Leon dan Leon yang terlanjur malu.

Pentingnya Kepribadian dan Adab yang Baik dan Benar

Contoh literasi singkat tentang pendidikan pentingnya pendidikan karakter anak bangsa.

Jam dinding menunjukkan pukul 13.00 yang artinya 30 menit lagi kelas akan selesai. Pembahasan hari ini juga sudah hampir selesai dan aku melihat ibu guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sudah mulai mengemas peralatan belajarnya dari atas meja ke dalam tas.

Suasana kelas begitu senyap dan diam. Bahkan suara sepeda motor dan mobil di jalanan yang jaraknya kisaran 100 meter terdengar cukup jelas dan keras. 

Tiba-tiba saja ibu guru memecah keheningan kelas dengan mengajukan pertanyaan.

“Anak-anak, sebelum pembelajaran hari ini berakhir, ibu ingin mengajukan pertanyaan. Menurut kalian, apakah hal penting dalam sebuah negara?”

Kemudian temanku bernama Ita menjawab: “Pemerintah, Bu,” jawabnya.

Ibu guru langsung merespon: “Salah, ada lagi yang ingin menjawab?”

Kami mulai kebingungan sembari berpikir untuk menemukan jawabannya. Lalu Rita memberanikan diri menjawab pertanyaan: “Pengakuan dari negara lain bu?”

Akan tetapi jawabannya masih salah. Melihat kami yang sudah bingung dan penasaran, bu guru memberikan jawabannya.

“Jawaban kalian semua tidak salah, benar, tetapi ada yang lebih penting untuk sebuah negara dan hal tersebut bukanlah yang disebutkan tadi.” Jawab bu guru.

“Lalu jawabannya apa bu?” Tanya kami dengan rasa penasaran.

“Jawabannya adalah kepribadian dan adab setiap insan di dalam suatu negara tersebut,” Jawab bu guru lugas.

Pentingnya Memiliki Rasa Percaya Diri

Selanjutnya, contoh literasi singkat tentang pendidikan di bawah ini bertemakan tentang pentingnya untuk menanamkan rasa percaya diri di setiap individu.

Rasa percaya diri perlu ditanamkan sejak dini. Percaya diri tidak hanya serta merta muncul dengan sendirinya karena butuh pelatihan. 

Hal inilah yang diyakini oleh ibu Ajeng. Ia memiliki anak yang cukup percaya diri dengan setiap tindakan dan ucapannya.

Namanya Ina, meskipun ia masih kelas 5 SD, tetapi ia adalah anak yang energik, cerdas, dan penuh dengan keyakinan. 

Dia juga selalu mencoba hal-hal baru yang belum pernah dilihat dan dirasakannya. Kejadiannya bermula dari bulan lalu ketika diadakan lomba bernyanyi antar kelas.

Pada saat batas akhir pendaftaran lomba, siswa kelas 5 SD kelasnya Ina tidak ada yang mau mendaftar lomba bernyanyi. 

Mengetahui hal tersebut wali kelasnya, Pak Ismail marah kepada murid-muridnya. Mereka beralasan jika semuanya malu karena suaranya jelek.

Tidak ada yang bisa bernyanyi sehingga takut menjadi bahan tertawaan. Tapi hal ini tidak berlaku untuk Ina. 

Dia mencoba mendaftarkan diri sebagai perwakilan perlombaan menyanyi antar kelas. Semua teman-teman kelasnya bersyukur karena ada yang mewakili kelasnya.

Meskipun Ina belum bisa bernyanyi, tetapi Ina pernah menjuarai perlombaan baca puisi di sekolahnya. Dia memiliki keyakinan jika ia mau berlatih bernyanyi setiap hari pasti bisa.

Hari perlombaan tiba. Ia dipanggil maju untuk bernyanyi di depan para juri dan para hadirin yang datang menyaksikan. 

Ia tampak gugup, tetapi teman-teman sekelasnya hadir dan menyemangatinya. Sehingga Ina bisa bernyanyi dengan baik.

Para hadirin memberi tepuk tangan meriah atas performa Ina dalam bernyanyi. Performa Dini pun membuat teman-teman yang lain sadar jika rasa percaya diri sangat penting dan perlu terus dibangun.

Mereka akhirnya sadar jika memiliki rasa percaya diri kita bisa menghadapi rintangan dan membuat banyak orang suka dan mendukung.

Ujian Bukan Perkara yang Menakutkan

Contoh literasi singkat tentang pendidikan yang terakhir adalah mengenai ujian sebagai hal yang menakutkan. 

Bagi para murid, ujian seakan menjadi suatu momok yang menakutkan. Sebenarnya ujian hanya salah satu cara untuk mengukur seberapa jauh pengetahuan dan pemahaman dalam memahami setiap pelajaran yang sudah disampaikan sebelumnya. 

Kita tidak boleh salah dalam mengartikan bahwa ujian seperti hantu yang menakutkan.

“Kamu sih pasti tenang dan enak, sudah pintar, ambis, selalu paham apa yang guru jelaskan lagi. Sementara aku, kamu sudah tahu sendirikan bagaimana?” ujar Kinan.

“Kamu juga sama pintar, percaya sama kemampuan yang kamu punya. Yakin dan percaya sama ketentuan Tuhan, jangan lupa rajin belajar sama berdoa” Dewi menimpali.

“Tapi beneran aku takut banget ngga bisa jawab soal ujiannya.”

“Tenang dan tidak perlu khawatir, habiskan makananmu biar kita bisa pulang,” jawab Dewi.

Beberapa hari kemudian, semua peserta ujian dikumpulkan di lapangan untuk mendapatkan pengarahan mengenai ujian dari kepala sekolah.

“Anak-anakku semua, 3 hari lagi kalian akan menempuh ujian akhir semester. Selesaikan ujian dengan sungguh-sungguh. Ujian kali ini akan menentukan apakah kalian sudah atau belum bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.”

“Selamat menempuh ujian dan jangan sampai terlambat datang. Kerjakan soal-soal dengan yakin dan sungguh-sungguh supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari,” ujar kepala sekolah di pagi itu. Apel pagi untuk pengarahan diakhiri dengan doa bersama.

Hari ujian pun tiba, semua murid mengerjakan soal ujian dengan serius. Pengawas ujian sibuk mengawasi murid-murid yang mengerjakan soal ujian. Aku juga serius mengerjakan semua soal dengan sungguh-sungguh.

Tidak lupa juga kupasrahkan apapun hasilnya yang akan terjadi nanti. Aku ingat dengan pesan dari kedua orang tuaku. 

“Nak, kamu harus yakin usaha dan juga doa-doa sepanjang hari yang kau panjatkan tidak akan menghianati hasil. Sungguh-sungguhlah dalam mengerjakan dan serahkan semua hasilnya kepada Tuhan.”

Akhirnya hari pengumuman nilai ujian telah tiba. Aku dan Kinan lulus dengan hasil yang memuaskan.

Demikianlah contoh literasi singkat tentang pendidikan yang memotivasi dan inspiratif.

Literasi singkat tadi bisa dibaca dan menambah wawasan lebih luas serta mendapatkan informasi baru. 

Dengan rajin membaca jalan kesuksesan dan lebih bijaksana lagi nantinya. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu ya.


Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:

Kost Dekat UGM Jogja

Kost Dekat UNPAD Jatinangor

Kost Dekat UNDIP Semarang

Kost Dekat UI Depok

Kost Dekat UB Malang

Kost Dekat Unnes Semarang

Kost Dekat UMY Jogja

Kost Dekat UNY Jogja

Kost Dekat UNS Solo

Kost Dekat ITB Bandung

Kost Dekat UMS Solo

Kost Dekat ITS Surabaya

Kost Dekat Unesa Surabaya

Kost Dekat UNAIR Surabaya

Kost Dekat UIN Jakarta