5 Contoh Etika Penulisan Karya Ilmiah dan Penjelasannya Lengkap
5 Contoh Etika Penulisan Karya Ilmiah dan Penjelasannya Lengkap – Sebagai seorang pelajar atau mahasiswa, tentunya kamu sudah tidak asing lagi bukan dengan karya ilmiah?
Nah, dalam menulis karya ilmiah sendiri terdapat kode etik atau aturan-aturan yang perlu diperhatikan dan ditaati.
Dalam artikel ini akan diulas kembali seputar contoh etika penulisan karya ilmiah yang perlu kamu ketahui.
Berikut Contoh Etika Penulisan Karya Ilmiah dan Penjelasannya
Daftar Isi
Daftar Isi
Belakangan
ini banyak pelanggaran integritas akedemik yang terdengar terkait penulisan
karya ilmiah. Masalah ini bisa marak terjadi tentu karena adanya ketidaktahuan
akan etika penulisan karya imiah itu sendiri.
Setiap
penulis tentunya mempunyai gagasan dan hasil pemikirannya yang diungkapkan
dalam berbagai pernyataan atau kalimat. Berbagai pernyataan dari gagasan dan
hasil pikiran tersebut tentu harus dapat dihormati dan dihargai sebagai miliknya.
Seorang penulis bisa saja telah menulis suatu karya tulis ilmiah dengan benar, namun tetap ada risiko dapat melanggar etika penulisan ilmiah.
Oleh karena itu, etika penulisan ilmiah perlu diketahui oleh masyarakat secara luas khususnya bagi mereka yang berada di lingkungan akademik.
Sekilas
Tentang Etika Penulisan Karya Ilmiah
Etika merupakan norma atau standar aturan perilaku yang membahas secara kritis (critical), rasional (rational), dan sistematis (systematic) tentang moral serta mengarahkan moral tersebut untuk memilih perilaku kita sendiri dan hubungannya dengan yang lain.
Banyak para ahli yang berpendapat bahwasannya etika adalah cabang dari filsafat tentang perilaku manusia yang memandangnya dari baik dan buruknya perilaku tersebut.
Seringkali, etika dan moral diperlakukan sebagai istilah yang sinonim, meskipun sebenarnya terdapat perbedaan.
Perlu kamu pahami, etika adalah filsafat moral yang membahas norma yang menentukan standar perilaku manusia di dalam hidupnya. Sedangkan moral merupakan sistem nilai tentang bagaimana kita hidup sebagai manusia.
Etika penulisan ilmiah dapat diartikan sebagai norma atau standar aturan perilaku yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh penulis tentang baik dan buruknya cara penulisan ilmiah.
Dalam hal ini, yang dinilai bukanlah benar dan salahnya suatu karya tulis ilmiah, namun baik dan buruknya cara penulisan ilmiahnya serta penulis yakin tahu baik dan buruk baginya.
Seorang penulis bisa saja sudah menulis dengan benar suatu karya ilmiah, namun tetap akan ada risiko di mana ia bisa melanggar etika penulisan ilmiah.
Oleh sebab itu, etika penulisian ilmiah ada dengan tujuan agar penulis bisa mengetahui bahwa meskipun ia mempunyai kebebasan dan dapat bertindak secara mandiri dalam menulis karya tulis ilmiahnya, namun ia juga harus mampu mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya.
Sederhananya, seorang penulis tak hanya memiliki hak kebebasan untuk mengungkapkan pemikirannya saja.
Namun, penulis juga punya kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pemikirannya yang sudah dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah.
Contoh
Etika Penulisan Karya Ilmiah
Beberapa
sifat etika penulisan ilmiah terdiri dari 5 hal, antara lain:
1.
Kejujuran (Honesty)
Etika
penulisan karya ilmiah yang pertama adalah kejujuran. Di mana kejujuran merupakan
sifat dan syarat dasar yang harus dimiliki oleh setiap penulis.
Penulis yang mengunkapkan hasil dari suatu metode ilmiah atau aplikasi ilmiah harus bebas dari berbagai pengaruh dan tekanan mana pun.
Selain itu, penulis juga dituntut untuk dapat mengungkapkan apa adanya secara baik agar tidak menyimpang dari kaidah yang sudah baku sehingga tulisannya dapat lebih mudah dapat dipertanggungjawabkannya.
2.
Bebas dari Plagiarisme
Etika
penulisan karya ilmiah berikutnya adalah bebas dari plagiarisme. Penyusunan
suatu karya tulis ilmiah harus bebas dari plagiarisme, baik itu berupa
penggunaan suatu gagasan, hasil, pernyataan, ataupun kalimat orang lain yang
diakui sebagai karya tulisnya tanpa menyebutkan sumbernya.
Seringkali, plagiarisme dikonotasikan hanya sebagai pelanggaran etika, bukan sebagai perbuatan melawan hukum.
Hingga kini mungkin belum ada kasus plagiarisme yang dibawa sampai ke tingkat pengadilan.
Padahal, jika dicermati ketentuan sanksi pidana dalam Undang-Undang Hak Cipta, perbuatan plagiarisme termasuk ke dalam kriteria tindak pidana yang diancamkan.
Di dalam Undang-Undang Hak Cipta telah menyebutkan delapan pasal perbuatan-perbuatan yang dapat dijerat dengan ancaman pidana.
Semua perbuatan tadi dikategorikan sebagai delik aduan. Meskipun begitu, belum ada pasal yang menyebutkan istiah plagiarisme.
Namun,
di dalam Pasal 44 Undang-Undang Hak Cipta terdapat rumusan secara negatif dan
menyinggung plagiarisme dengan kata-kata sebagai berikut: “Penggunaan,
pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak
terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap
untuk keperluan: (a) pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta; (b) dst…”
Nah,
rumusan Pasal 44 huruf a ini perlu untuk kamu cermati. Dari bunyi ketentuan
tersebut sudah jelas, bahwa syarat mencantumkan sumber adalah sebuah syarat
mutlak untuk dapat terbebas dari tindak pelanggaran.
Ini artinya, jika tidak dicantumkan sumbernya, pasal ini otomatis mengkategorikan tindakan itu sebagai pelanggaran hak cipta, sekalipun dalam sanksi pidana tidak disebut-sebut secara eksplisit tentang ancaman sanksi jika terjadi pelanggaran atas Pasal 44 Undang-Undang Hak Cipta.
Untuk itu, diperlukan pencantuman sumber guna memberikan penghargaan kepada penulisnya berupa pengakuan yang semestinya atas tulisan tersebut.
Pengakuan tersebut bisa dengan cara menyebutkan sumber kutipannya, seperti tahun terbitan, halaman yang dikutip, dan nama penulis.
Dapat
disimpulkan pula bahwa plagiat lebih mengutamakan pada pencantuman sumbernya,
sehingga jenis plagiat dapat berupa:
- Pengambilan
kutipan langsung penulis lain secara keseluruhan gagasan atau hasil pemikiran
penulis lain tanpa menyebutkan sumbernya. - Pengambilan
kutipan langsung penulis lain hanya sebagian dari pernyataan atau kalimatnya
tanpa menyebutkan sumbernya. - Pengambilan
kutipan tidak langsung yang diuraikan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat
penulis sendiri tanpa menyebutkan sumbernya.
Perlu kamu pahami pula, bahwa seandainya juga sudah dincantumkan sumber dalam penulisan karya ilmiah, penulis juga masih tetap terbuka terancam sebagai pelanggaran hak cipta.
Hal ini dapat terjadi jika pengambilan kutipan tersebut sampai merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
Pembatasan
ini tentunya berdimensi kualitatif. Pembentuk undang-undang rupanya menyadari
bahwa pembatasan yang kuantitatif memang sulit ditetapkan. Dalam Pasal 44 ayat
(1) sudah dijelaskan bahwasannya, “Yang dimaksud dengan ‘sebagian yang
substansial’ adalah bagian yang paling penting dan khas yang menjadi ciri dari
ciptaan.” Selanjutnya dijelaskan, “Yang dimaksud ‘kepentingan yang wajar dari
pencipta dan pemegang hak cipta’ adalah kepentingan yang didasarkan pada
keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.”
3.
Menjunjung Hak Cipta
Etika
penulisan ilmiah berikutnya adalah menjunjung hak cipta. Sebagaimana kita
ketahui, hak cipta berkaitan cukup erat dengan hak atas keaslian hasil temuan
ilmu dan pengetahuan.
Untuk itu, hak cipta dapat diartikan sebagai hak penentu atas keaslian hasil temuannya dalam ilmu dan pengetahuan serta hak untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil temuannya, seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (2002) yang berbunyi
“hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (p.1).”
4.
Keabsahan (Validity)
Etika
penulisan ilmiah yang harus dimiliki penulis berikutnya adalah keabsahan atau validity.
Suatu karya tulis ilmiah wajib memiliki sifat keabsahan.
Keabsahan yang dimaksud tekrait dengan gagasan atau konsep yang diungkapkan.
Tentunya setiap penulis penulis karya tulis ilmiah harus mampu mengungkapkan konsep atau gagasan dengan diuraikan secara baik.
Baik dari bagian awal tulisan, penulis sudah harus mampu mengungkapkan gagasannya tersebut secara baik agar tidak dapat memberikan makna lain atas tulisannya.
5.
Keterandalan (Reliability: Accuracy and Consistency)
Keterandalan
juga menjadi salah satu etika dari penulisan suatu karya tulis ilmiah. Di mana keterandalan
dapat diartikan sebagai ketepatan (accuracy) dan kemantapan (consistency)
atas materi tulisan.
Suatu tulisan tentunya harus dapat diungkapkan secara tepat dan harus konsisten sesuai dengan maknanya pada setiap uraiannya.
Jika suatu tulisan sudah abash (valid), maka sudah bisa dipastikan bahwa tulisan tersebut juga akan andal (reliable). Sebalinya, jika tulisan tersebut andal (reliable), maka tulisan tersebut belum tentu akan abash (valid).
Nah, itulah informasi yang dapat Mamikos rangkumkan kepada kamu terkait contoh etika penulisan karya ilmiah.
Semoga informasi di atas dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kamu terkait penulisan karya ilmiah ya!
Masih ada beberapa hal lainnya yang juga turut harus kamu perhatikan di dalam penulisan karya ilmiah.
Jika kamu ingin menggali informasi lainnya terkait penulisan karya ilmiah, kamu bisa kunjungi situs blog Mamikos dan temukan informasinya di sana.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: