Rangkuman Masa Orde Baru beserta Latar Belakang Hingga Penyebab Runtuhnya
Rangkuman Masa Orde Baru beserta
Latar Belakang Hingga Penyebab Runtuhnya – Pernahkah kamu penasaran bagaimana
kehidupan di Indonesia pada masa Orde Baru?
Mungkin bagi beberapa generasi, era ini hanya dikenal lewat cerita orang tua atau bab-bab sejarah di buku pelajaran. Tapi, tahukah kamu bahwa masa Orde Baru ini menyimpan sejuta peristiwa bersejarah?
Mari kita bersama-sama mengintip jendela sejarah dan menyusuri jejak langkah bangsa ini pada masa Orde Baru!
Lahirnya Orde Baru
Daftar Isi
Daftar Isi
Orde Baru, suatu periode pemerintahan dengan sistem baru di Indonesia, mencatat sejarahnya selama 32 tahun, dari 1966 hingga 1998.
Kelahiran Orde Baru dimulai dengan peristiwa monumental, yaitu penerbitan Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar, yang secara resmi menyerahkan mandat kekuasaan kepada Jenderal Soeharto.
Tritura
Latar belakang kelahiran Orde Baru mengemuka dari gemuruh politik yang melanda Indonesia pada pertengahan 1960-an, suatu periode yang dianggap sebagai salah satu masa paling penuh gejolak dalam sejarah modern negara ini.
Titik awalnya terletak pada munculnya Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA), sebuah gagasan perjuangan yang dirumuskan oleh Angkatan ’66 dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
TRITURA mengusung tiga tuntutan krusial, meliputi pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga.
Dengan berjalannya waktu, TRITURA berkembang menjadi gerakan yang semakin radikal sebagai respons terhadap sikap Presiden Soekarno yang tidak selaras dengan tuntutan mereka, terutama terkait pembubaran PKI.
Konsekuensinya, situasi keamanan dan ketertiban, terutama di Jakarta, menjadi semakin sulit dikendalikan.
Dalam kondisi yang genting tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret kepada Jenderal Soeharto, yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.
Supersemar
Melalui penerbitan Surat Perintah 11 Maret 1966, yang dikenal sebagai Supersemar, Jenderal Soeharto diberi kewenangan untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik di Indonesia.
Surat Perintah tersebut menjadi tonggak awal bagi munculnya dan berkembangnya Orde Baru.
Tujuan utama dari Orde Baru adalah meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara dengan mengacu pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam perjalanannya, pemerintahan Orde Baru menempatkan kekuasaan Presiden sebagai pusat dari seluruh proses politik di Indonesia.
Lembaga kepresidenan menjadi pengontrol utama terhadap lembaga negara lain, baik yang bersifat suprastruktur seperti DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA, maupun yang bersifat infrastruktur seperti LSM, Partai Politik, dan sebagainya.
Presiden Soeharto, sebagai pemimpin Orde Baru, dianugerahi sejumlah legitimasi yang tidak dimiliki oleh siapa pun.
Selain sebagai Penerima Supersemar, ia juga menjabat sebagai Mandataris MPR, diakui sebagai Bapak Pembangunan, dan merangkap sebagai Panglima Tertinggi ABRI.
Keberagaman peran ini memberikan Presiden Soeharto kekuatan yang signifikan, memposisikannya sebagai figur sentral yang tidak hanya memiliki kontrol politik, tetapi juga otoritas tertinggi di sektor keamanan dan pembangunan.
Sebagai pemangku kekuasaan dengan berbagai gelar
dan peran, Presiden Soeharto menjadikan Orde Baru sebagai rezim yang tidak
hanya stabil secara politik tetapi juga memiliki pengaruh luas dalam
mengarahkan perkembangan negara.
Istilah “Orde Baru” sendiri muncul sebagai pemisah antara periode kekuasaan Presiden Ir. Soekarno (Orde Lama) dan masa kepemimpinan Presiden Soeharto.
Sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa Orde Baru adalah presidensial, dengan Republik Indonesia berdiri di bawah UUD 1945 sebagai dasar konstitusi.
Keseluruhan perjalanan Orde Baru mencerminkan periode yang kompleks, dengan dinamika politik dan sosial yang berujung pada perubahan besar dalam sejarah Indonesia.
Perkembangan Politik Masa Orde Baru
Kebijakan politik yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru melibatkan dua aspek utama, yakni kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri.
Setiap kebijakan tersebut dihasilkan sebagai respons terhadap kebutuhan negara pada masa itu, membentuk kerangka tindakan yang mendukung stabilitas dan pertumbuhan.
Kebijakan Politik Dalam Negeri:
1. Pelaksanaan Pemilu 1971: Pada tahun 1971, Orde Baru melaksanakan pemilihan umum (pemilu) sebagai bagian dari strategi politik dalam negeri.
Pemilu ini dirancang untuk mengukuhkan legitimasi pemerintah dan menstabilkan tatanan politik di dalam negeri.
2. Dwifungsi ABRI: Kebijakan Dwifungsi ABRI membekali Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan peran ganda, tidak hanya sebagai alat pertahanan tetapi juga sebagai elemen pembangunan nasional.
Hal ini mengukuhkan kehadiran militer dalam kehidupan politik dan ekonomi nasional.
4. Indoktrinasi Pancasila melalui P-4: Program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) menjadi instrumen utama bagi Orde Baru untuk menyebarkan dan mengukuhkan ideologi Pancasila di kalangan masyarakat.
Indoktrinasi ini diintegrasikan dalam berbagai lapisan pendidikan dan organisasi.
5. Program Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) / Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK): Melalui program ini, pemerintah berusaha mengendalikan dan membentuk arah kebijakan di lingkungan kampus.
Tujuannya adalah menciptakan suasana akademis yang sesuai dengan nilai-nilai dan visi pemerintahan Orde Baru.
Kebijakan Politik Luar Negeri:
1.Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB: Orde Baru menandai kembalinya Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menunjukkan komitmen untuk berpartisipasi dalam arena internasional dan membangun hubungan diplomatik yang lebih kuat.
2. Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional: Orde Baru aktif dalam memperkuat kerja sama regional dan internasional, termasuk keanggotaan Indonesia dalam ASEAN dan partisipasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok (KTT Non-Blok).
Langkah ini bertujuan untuk memperluas jejaring diplomasi dan meningkatkan posisi Indonesia di dunia.
Bergabungnya Timor Timur: Salah satu langkah besar dalam kebijakan luar negeri Orde Baru adalah bergabungnya Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia.
Meskipun kontroversial dan penuh tantangan, hal ini mencerminkan ambisi pemerintahan Soeharto untuk memperkuat integritas nasional Indonesia.
Ciri-Ciri
Sistem Politik Orde Baru
Pada masa pemerintahan Orde Baru, dominasi peran negara tergambar jelas, dimana kekuasaan Presiden menjadi inti dari seluruh proses politik di Indonesia. Berikut adalah ciri-ciri sistem politik Orde Baru.
a. Dwi Fungsi ABRI: Dwi Fungsi merupakan suatu doktrin militer di Indonesia yang menyatakan bahwa TNI memiliki dua peran utama, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban negara serta memiliki kekuasaan dan fungsi dalam mengatur negara.
Dengan peran ganda ini, militer diberikan izin untuk menduduki posisi penting di dalam pemerintahan.
b. Konsep Massa Mengambang: Penerapan prinsip massa mengambang menjadi dasar pembangunan politik di daerah pedesaan.
Dengan mengurangi jumlah partai politik di Indonesia dan mewajibkan pengakuan Pancasila sebagai landasan tunggal bagi seluruh partai politik dan organisasi massa di Indonesia.
c. Korporatisasi Negara: Pemerintahan Orde Baru menerapkan kebijakan korporatisasi negara (state corporatism), di mana kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai lapisan.
Hal ini termasuk buruh, pers, perempuan, kelompok profesi, dan organisasi keagamaan, dimasukkan ke dalam wadah-wadah tunggal sebagai organisasi massa yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah.
d. Sentralisasi Pemerintahan: Pentingnya peran pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan dan keputusan mengakibatkan pemerintah daerah hanya berperan sebagai pelaksana kebijakan dari pemerintah pusat.
Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan ekonomi antara pusat dan daerah.
e. Program Bantuan Luar Negeri: Melalui lembaga IGGI (International Governmental Group for Indonesia), pemerintah berhasil menyusun program bantuan luar negeri.
Selain itu juga termasuk penangguhan dan peringanan syarat-syarat pembayaran kembali utang-utang dari masa Orde Lama.
f. Sistem Semi Perwakilan: Penerapan sistem semi perwakilan dalam kepartaian, mengacu pada UU No. 3 Tahun 1985, dianggap mencapai stabilitas politik yang diharapkan sejak awal Orde Baru.
Meski demikian, sistem ini menunjukkan keterbatasan dalam merespons aspirasi masyarakat yang semakin berkembang.
Perkembangan Kehidupan Ekonomi pada
Masa Orde Baru
Dalam mengatasi tantangan ekonomi pada fase awal Orde Baru, Soeharto menetapkan sasaran pembangunan yang jelas.
Pemerintahan Orde Baru menekankan fokus utama mereka dalam menerapkan kebijakan ekonomi melalui konsep yang dikenal sebagai Trilogi Pembangunan.
Trilogi
Pembangunan
Trilogi Pembangunan adalah kerangka pembangunan nasional yang diusung oleh pemerintah Orde Baru di Indonesia, menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam upaya pembangunan negara.
Trilogi Pembangunan terdiri dari tiga aspek kunci, yaitu menjaga stabilitas nasional yang dinamis, mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan mewujudkan pemerataan pembangunan serta hasilnya.
Tujuan pembangunan nasional pada masa Orde Baru adalah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, baik dari segi materi maupun spiritual.
Pelaksanaan pembangunan didasarkan pada tiga landasan, yaitu landasan idiil (Pancasila), landasan konstitusional (UUD 1945), dan landasan operasional (GBHN).
Trilogi Pembangunan diartikulasikan sebagai sebuah kesatuan yang seimbang dan saling berkaitan, saling memengaruhi satu sama lain.
Meskipun dianggap berhasil dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Trilogi Pembangunan juga memicu kontroversi
karena pelaksanaannya berdampak pada kendali media dan penanganan aksi
mahasiswa.
Repelita
Repelita, singkatan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun, merupakan inisiatif pembangunan nasional di Indonesia pada masa Orde Baru.
Repelita terdiri dari tujuh periode, mulai dari Repelita I hingga Repelita VII, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membentuk dasar pembangunan untuk tahapan-tahapan berikutnya.
Program ini dijalankan dengan memegang prinsip
Trilogi Pembangunan, yang mencakup stabilitas nasional yang dinamis,
pertumbuhan ekonomi tinggi, dan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya.
Pelaksanaan Repelita melibatkan tiga tahap
pembangunan yang dirinci ke dalam pola jangka pendek (5 tahun), jangka menengah
(1 tahun), dan jangka panjang (25-30 tahun).
Fokus program pembangunan Repelita diarahkan pada
pencapaian tujuan Pembangunan Nasional, khususnya di sektor pertanian dan
industri.
Program ini bertujuan menciptakan landasan bagi
pembangunan yang berkelanjutan dan berdampak positif terhadap ekonomi nasional
pada masa itu.
Langkah-Langkah
Ekonomi Lainnya
Masa Orde Baru ditandai dengan kerjasama aktif Indonesia dengan negara-negara Barat melalui lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
Langkah-langkah ekonomi mencakup pemberlakuan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN).
Periode pemulihan ekonomi dimulai pada tahun 1966 hingga 1973, diikuti oleh pertumbuhan ekonomi dan intervensi pemerintah dari tahun 1974 hingga 1982.
Sejak tahun 1983 hingga 1996, fokus ekonomi melibatkan sektor ekspor dan deregulasi.
Indonesia mengadopsi strategi pembangunan ekonomi yang melibatkan kolaborasi dengan lembaga-lembaga internasional.
Strategi ini mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk menarik investasi asing dan domestik, mengalami periode pemulihan ekonomi yang kuat, pertumbuhan ekonomi yang signifikan, dan berbagai langkah deregulasi.
Berakhirnya Pemerintahan Masa Orde Baru
Selama masa Orde Baru yang ditandai oleh
kepemimpinan Suharto, perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dengan
pembangunan infrastruktur yang merata dan meningkat, memberikan manfaat kepada
masyarakat.
Namun, perkembangan ini disertai dengan maraknya
praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Krisis multidimensi yang melanda Indonesia menyebabkan kepercayaan terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto merosot.
Aksi damai dari mahasiswa dan masyarakat berkembang, mencapai puncaknya setelah pengumuman kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada 4 Mei 1998.
Demonstrasi semakin intens, dan pada 12 Mei, terjadi tragedi Trisakti.
Tragedi
Trisakti
Pada tanggal 12 Mei 1998, terjadi Tragedi Trisakti di mana
empat mahasiswa dari Universitas Trisakti tewas dalam sebuah demonstrasi yang
menuntut reformasi dan pengunduran diri Soeharto.
Tragedi ini memicu gelombang demonstrasi besar-besaran di
seluruh Indonesia yang dikenal sebagai Gerakan Reformasi 1998.
Tragedi Trisakti menjadi poin kritis, memicu protes massal yang meluas dan intens.
Demonstrasi ini berujung pada kerusuhan, termasuk pembakaran dan penjarahan. Periode 1997-1998 menjadi masa sulit bagi Indonesia, diwarnai dengan kejatuhan ekonomi nasional.
Gerakan Reformasi 1998 berujung pada pengunduran diri
Soeharto dari jabatan presiden, menandai berakhirnya secara resmi masa Orde
Baru.
Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 sebagai respons terhadap gelombang demonstrasi yang meluas di berbagai daerah.
Setelah lebih dari tiga dasawarsa berkuasa, Orde Baru runtuh akibat badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1997.
Penutup
Masa orde
baru memang mencatat kemajuan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, namun era
ini juga dipenuhi kontroversi terutama terkait dengan korupsi dan kebijakan
otoriter.
Tragedi
Trisakti pada tahun 1998 menjadi puncak perlawanan yang mengakhiri kepemimpinan
Soeharto dan menandai akhir dari Orde Baru.
Meskipun meninggalkan sejumlah tantangan, berakhirnya Orde Baru membuka babak baru dalam perjalanan Indonesia menuju masa depan yang lebih inklusif dan demokratis.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: