Sejarah Perang Diponegoro Singkat, Ini Tokoh, Penyebab, Dampak, dan Hingga Penangkapan

Sejarah Perang Diponegoro Singkat, Ini Tokoh, Penyebab, Dampak, dan Hingga Penangkapan – Perang Diponegoro yang terjadi pada tahun 1825 hingga 1830 tercatat sebagai salah satu perang yang paling parah dalam sejarah Nusantara.

Seperti namanya, perang ini melibatkan pahlawan nasional Indonesia – Pangeran Diponegoro yang saat itu memimpin pemberontakan yang terjadi di Pulau Jawa tersebut. Selain menyebabkan korban jiwa, perang Diponegoro juga memiliki dampak yang besar.

Oleh karena itu, Mamikos akan mengajak kamu untuk mempelajari sejarah Perang Diponegoro singkat melalui artikel ini.

Biografi Pangeran Diponegoro

Canva/@History Collection

Mamikos akan mengawali sejarah Perang Diponegoro singkat dengan membahas biografi tentang Pangeran Diponegoro terlebih dahulu.

Lahir dengan nama Raden Mas Ontowiryo, Pangeran Diponegoro merupakan putra dari Gusti Raden Mas Suraja – yang nantinya akan naik takhta menjadi Sultan Hamengkubuwana III –  dan ibunya adalah Raden Ayu Mangkarawati.

Meskipun Diponegoro adalah anak dari seorang raja, beliau tidak menjadi pewaris takhta karena status ibunya yang bukan permaisuri.

Hal tersebut memengaruhi cara hidupnya yang lebih memilih tinggal di luar lingkungan istana. Beliau lebih memilih tinggal di Tegalrejo, rumah neneknya, daripada di dalam istana.

Sejak kecil, Diponegoro telah menunjukkan ketertarikan terhadap kehidupan spiritual dan mendalami ajaran agama Islam serta meresapi nilai-nilai tradisional Jawa.

Perpaduan ajaran agama dan adat istiadat Jawa inilah yang kemudian membentuk karakter Diponegoro sebagai seorang pemimpin yang sangat peduli pada rakyat dan menentang penindasan.

Pendidikan Diponegoro

Pangeran Diponegoro dididik dalam tradisi Islam yang kuat sejak usia beliau masih belia. Beliau juga mempelajari kitab-kitab agama dan mendalami tasawuf, serta memiliki hubungan erat dengan para ulama.

Selain itu, Diponegoro juga mempelajari sejarah Jawa dan kebudayaan nenek moyangnya yang memperkuat rasa identitasnya sebagai bagian dari perjuangan bangsa.

Keyakinan spiritual yang mendalam ini mendorongnya untuk tidak hanya berjuang demi keadilan, tetapi juga untuk menjaga martabat agama dan budaya.

Pandangan hidupnya yang sederhana dan sikapnya yang anti-kolonial membuatnya semakin dihormati oleh rakyat, terutama ketika beliau berdiri melawan penindasan kolonial Belanda.

Diponegoro percaya bahwa perjuangannya adalah jihad fi sabilillah, sehingga perlawanan terhadap Belanda bukan hanya soal politik, tetapi juga soal spiritual.

Penyebab Perang Diponegoro

Pangeran Diponegoro memimpin perlawanan melawan pemerintah kolonial Belanda yang telah menimbulkan banyak penderitaan dan ketidakadilan, terutama di wilayah Jawa Tengah. Penyebab utama konflik ini berakar sejak kedatangan Marsekal Herman Willem Daendels pada tahun 1808.

Di bawah perintah Prancis, Daendels memperkuat pertahanan Jawa untuk menghadapi Inggris, tetapi gaya kepemimpinannya yang kasar serta kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan perbudakan dengan tekanan militer memicu kemarahan kalangan keraton.

Pangeran Diponegoro awalnya tidak ingin terlibat dalam urusan keraton, namun terpaksa turun tangan ketika Belanda semakin mencampuri urusan internal Kesultanan Yogyakarta.

Ketegangan mencapai puncaknya ketika tanah leluhur Pangeran Diponegoro – termasuk makam keluarganya – hendak dibongkar oleh Belanda untuk pembangunan jalan. Hal  tersebut menjadi pemicu Diponegoro mulai menyusun strategi untuk melawan penjajahan.

Konflik ini diperburuk oleh kebijakan Belanda yang terus menekan rakyat melalui pajak yang meningkat tajam, terutama di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono II.

Pajak dinaikkan hingga enam kali lipat, sementara cara-cara pemerasan semakin membuat rakyat menderita. Kondisi ini memaksa Pangeran Diponegoro untuk memimpin perjuangan rakyat melawan penjajahan, meskipun awalnya beliau tidak menginginkan perang.

Tokoh Perang Diponegoro

Sebelum masuk ke pembahasan kronologi Perang Diponegoro, akan lebih baik kamu mengenali siapa saja tokoh yang terlibat dalam perang tersebut, di antaranya:

1. Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro merupakan pemimpin utama perjuangan melawan penjajah Belanda dengan menggunakan taktik perang gerilya.

2. Mangkubumi (Raden Mas Said)

Salah satu panglima perang utama yang bersekutu dengan Pangeran Diponegoro dan merupakan seorang bangsawan yang memiliki pengaruh besar di daerahnya.

3. Kyai Mojo

Kyai Mojo adalah seorang pemimpin spiritual dan ulama yang turut serta dalam perjuangan. Perannya adalah memberikan dukungan moral dan strategis kepada Pangeran Diponegoro.

4. Alibasah Sentot Prawirodirjo

Alibasah Sentot Prawirodirjo merupakan seorang tokoh militer yang menjadi salah satu komandan pasukan Perang Diponegoro.

5. Raden Tumenggung Prawirodigdoyo

Bupati Gagatan yang mendukung Diponegoro dan berperan dalam strategi perang.

6. Marsekal Herman Willem Daendels

Daendels adalah Gubernur Jenderal Belanda yang pertama kali menginisiasi kebijakan-kebijakan yang memicu ketegangan dengan pihak Jawa, termasuk pemaksaan pengelolaan sumber daya dan pembangunan infrastruktur yang menimbulkan konflik.

7. Jenderal Jan Willem Janssens

Gubernur Jenderal Belanda yang menggantikan Daendels setelah itu adalah Jan Willem Janssens. Janssens terlibat langsung dalam pertempuran melawan Pangeran Diponegoro.

8. Jenderal De Kock

Komandan militer Belanda yang memimpin operasi untuk menangkap Pangeran Diponegoro. De Kock bertanggung jawab atas penangkapan Diponegoro pada akhir konflik.

9. Raden Tumenggung Sindunegoro II dan Mas Ario Manduro

Keduanya merupakan  bupati senior yang dikirim oleh pemerintah keraton untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo pada awal peristiwa perang.

Kronologi Perang Diponegoro

Kita mengetahui bahwa Perang Diponegoro berlangsung selama kurang lebih 5 tahun. Sejarah Perang Diponegoro singkat akan Mamikos lanjutkan dengan pembahasan kronologi perang yang telah dirangkum di bawah ini.

1. Awal Konflik (20 Juli 1825) 

Perang Diponegoro dimulai pada 20 Juli 1825, ketika dua bupati senior, Raden Tumenggung Sindunegoro II dan Mas Ario Manduro, dikirim oleh keraton Yogyakarta untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo.

Upaya ini dilakukan untuk menghindari konflik besar. Namun, saat penangkapan gagal dan rumah Diponegoro di Tegalrejo dibakar, Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan diri.

2. Pelarian ke Goa Selarong (1825) 

Setelah meloloskan diri, Diponegoro bergerak ke barat menuju Desa Dekso di Kulonprogo, lalu menuju Goa Selarong di Bantul. Gua ini kemudian menjadi markas besar perlawanan.

Dari sana, Diponegoro mulai mempersiapkan strategi perangnya. Bersama para pengikutnya yang terdiri dari petani dan bangsawan, mereka siap berjuang demi mempertahankan tanah air.

3. Perlawanan dan Perluasan Wilayah (1825-1826) 

Dalam beberapa minggu setelah peristiwa di Tegalrejo, pasukan Diponegoro berhasil menyerang dan menduduki keraton Yogyakarta. Keberhasilan ini diikuti dengan kemenangan di berbagai wilayah, termasuk Banyumas, Kedu, dan Semarang, hingga meluas ke Jawa Timur seperti Madiun dan Kediri.

Perlawanan ini didukung oleh semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati,” yang berarti siap mati demi membela tanah.

4. Strategi Gerilya dan Perang Atrisi (1826-1827) 

Selama perang, Diponegoro menggunakan taktik perang gerilya dan atrisi. Pada tahun 1827, Belanda mulai mengerahkan lebih dari 23.000 tentara untuk menghadapi pasukan Diponegoro, yang menciptakan pertempuran sengit.

Mereka menggunakan infanteri, kavaleri, dan artileri dalam upaya menghancurkan perlawanan Diponegoro. Selain itu, Belanda juga mulai membangun benteng-benteng untuk mempersempit gerak pasukan Diponegoro.

5. Penangkapan Tokoh Kunci (1829) 

Pada tahun 1829, perjuangan Diponegoro mulai melemah. Kyai Mojo, seorang pemimpin spiritual yang membantu perlawanan, ditangkap oleh Belanda.

Menyusul hal ini, Pangeran Mangkubumi dan Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerahkan diri kepada pihak Belanda. Meskipun kekuatan Diponegoro semakin terjepit, beliau tetap melanjutkan perlawanan.

6. Negosiasi yang Gagal (Februari 1830) 

Pada Februari 1830, Diponegoro menyetujui pertemuan dengan Jenderal De Kock untuk membahas kemungkinan perdamaian. Namun, perundingan tersebut gagal karena Diponegoro tetap bersikeras ingin diakui sebagai Sultan di wilayah selatan Jawa.

Belanda yang semakin frustasi kemudian menawarkan hadiah besar bagi siapapun yang bisa menangkap Diponegoro, hidup atau mati.

Penangkapan Pangeran Diponegoro

Ketika kedua pihak tidak menemukan titik temu pada pertemuan di Magelang, De Kock memutuskan untuk mengambil tindakan drastis.

Meskipun pertemuan tersebut awalnya dipandang sebagai negosiasi damai, pada kenyataannya, Belanda telah menyiapkan jebakan untuk menangkap Diponegoro.

Pada saat perundingan berlangsung, pasukan Belanda diam-diam mengepung lokasi pertemuan. Diponegoro yang tidak menyangka adanya pengkhianatan tidak siap menghadapi sergapan tersebut.

Pada akhirnya, di bawah tekanan militer dan kondisi yang tak lagi menguntungkan, Pangeran Diponegoro terpaksa menyerah.

Meskipun kecewa dan merasa diperlakukan dengan tidak adil, beliau bersedia menyerahkan diri dengan satu syarat pengikut-pengikutnya yang masih bertahan harus dibebaskan dan tidak disiksa.

Penangkapan Pangeran Diponegoro pada 28 Maret 1830 ini menjadi titik balik besar dalam sejarah perlawanan Jawa terhadap Belanda. Perang Diponegoro yang telah berlangsung selama lima tahun dan menewaskan ribuan orang, akhirnya berakhir dengan penyerahan diri sang pangeran.

Diponegoro kemudian diasingkan oleh Belanda ke Manado dan kemudian dipindahkan ke Makassar, di mana beliau menghabiskan sisa hidupnya. Penyerahan dirinya menandai berakhirnya salah satu pemberontakan terbesar melawan kolonialisme Belanda di Nusantara.

Dampak Perang Diponegoro

Perang yang berlangsung selama 5 tahun tersebut jelas menimbulkan kerusakan yang parah dan dampak yang begitu besar bagi Nusantaram terutama di Pulau Jawa.

Dalam sejarah Perang Diponegoro singkat yang Mamikos bahas, berikut adalah berbagai dampak perang yang ditimbulkan.

1. Kehilangan Jiwa yang Besar

Perang Diponegoro menyebabkan kematian sekitar 200 ribu jiwa di kalangan penduduk Jawa. Selain itu, Belanda kehilangan sekitar 8 ribu tentara dan 7 ribu serdadu pribumi yang bertugas di pihak mereka.

2. Kerusakan Infrastruktur

Tak hanya korban jiwa, banyak wilayah yang menjadi lokasi pertempuran mengalami kerusakan berat. Termasuk pembakaran desa dan penghancuran ladang, yang berdampak pada ekonomi lokal dan kehidupan masyarakat.

3. Penguatan Penguasaan Belanda

Kekalahan Pangeran Diponegoro menegaskan dominasi Belanda atas Pulau Jawa. Setelah perang, Belanda memperkuat kendali mereka dan menerapkan kebijakan yang lebih ketat untuk mengendalikan wilayah tersebut.

4. Raja dan Bupati Jawa Tunduk kepada Belanda

Setelah Perang Diponegoro, raja dan bupati di seluruh Jawa harus tunduk kepada kekuasaan Belanda. Kesultanan Yogyakarta dan kerajaan-kerajaan lokal lainnya harus mengikuti aturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial Belanda.

5. Perubahan Struktur Sosial

Selain itu, dampak yang ditimbulkan juga menyebabkan struktur sosial di Jawa mengalami perubahan signifikan. Di mana beberapa kelompok masyarakat terlibat langsung dalam perlawanan atau mengalami perubahan status sosial akibat konflik.

6. Peningkatan Pengawasan Kolonial

Belanda meningkatkan pengawasan dan kontrol militer di Jawa setelah perang dengan membangun benteng dan meningkatkan jumlah tentara untuk mencegah pemberontakan di masa depan.

7. Simbol Perlawanan Nasional

Pangeran Diponegoro menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme, menginspirasi gerakan anti-kolonial di masa depan dan berkontribusi pada kesadaran nasionalisme di Indonesia.

Penutup

Dari sejarah Perang Diponegoro singkat yang sudah diulas di atas menggambarkan bahwa peran Pangeran Diponegoro dalam memerangi penjajah dan imperialisme Belanda begitu besar.

Meskipun pada akhirnya Pangeran Diponegoro ditangkap, tapi nyatanya tidak membuat semangat perjuangannya untuk Nusantara padam.

Oleh karena itu, sebagai generasi bangsa, kita harus meneladani sikap perjuangan dan pantang menyerah seorang Pangeran Diponegoro.


Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:

Kost Dekat UGM Jogja

Kost Dekat UNPAD Jatinangor

Kost Dekat UNDIP Semarang

Kost Dekat UI Depok

Kost Dekat UB Malang

Kost Dekat Unnes Semarang

Kost Dekat UMY Jogja

Kost Dekat UNY Jogja

Kost Dekat UNS Solo

Kost Dekat ITB Bandung

Kost Dekat UMS Solo

Kost Dekat ITS Surabaya

Kost Dekat Unesa Surabaya

Kost Dekat UNAIR Surabaya

Kost Dekat UIN Jakarta