Contoh Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama dan Sampingan dalam Cerpen
Sudut pandang atau point of view merupakan unsur penting dalam sebuah karya sastra termasuk cerpen. Pelajari perbedaan sudut pandang orang pertama pelaku utama dan sampingan di sini.
Contoh Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama dalam Cerpen
Cerpen 1
Berikut ini penggalan cerpen dengan tokoh aku sebagai pelaku utama:

Advertisement
Aku menganggap diriku beruntung. Saat semua departemen lain memiliki konsentrasi dan penelitian yang begitu berbahaya, departemen tempatku bekerja hanyalah bagian kesejahteraan dari semua yang bekerja di sini.
Semua pekerja dari seluruh departemen yang membutuhkan pertolongan kesehatan bisa langsung mengunjungi klinik yang tak pernah tutup ini.
Pekerjaan harianku hanyalah melayani pasien, membuat resep dari dokter, mengecek persediaan obat, membersihkan peralatan pengobatan, dan satu yang paling kusenangi yaitu mengantarkan multivitamin dan suplemen ke semua departemen.
Itulah waktu di mana aku bisa melihat sedikit apa yang orang-orang berwajah serius ini lakukan di ruangan serba putih tertutup itu.
Troli setinggi pinggang yang kudorong saat ini untuk menjalankan tugas tersebut dirancang agar sama sekali tidak menimbulkan bunyi.
Entah apa yang dilakukan para engineer perancangnya di departemen ask and build namun benar-benar tak sedikit pun suara gesekan dari empat rodanya terdengar.
Dengannya saat aku membawa masuk troli ke setiap departemen, tak ada yang menyadari kehadiranku.
Pekerjaan ini memakan waktu tidak lebih dari dua jam sampai semua departemen mendapatkan stok multivitamin dan suplemen. Bahkan kadang aku bisa menyelesaikannya lebih cepat.
Waktu yang tersisa terkadang aku manfaatkan untuk berlama-lama di dua departemen terakhir di lantai enam dan tujuh.
Lantai enam adalah lantai departemen trans & energy yang merupakan tempat meninggalnya dua ilmuwan India. Sementara lantai tujuh merupakan departemen neuroscience.
Departemen paling atas merupakan tempat ternyaman bagiku. Karena yang diteliti adalah semua kompleksitas otak manusia, semua instrumen di laboratorium terkesan sederhana.
Ada tempat untuk melihat koleksi foto, beberapa sofa nyaman untuk melihat video, dan ada juga ruangan serba putih dengan dinding yang terlihat sepertinya empuk dengan lantai yang juga terlihat nyamannya seperti bantalan sofa.
Cerpen 2
Berikut ini contoh cerpen dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama:
Aku menemukanmu kembali di kedai teh. Entah, hanya kedai ini satu-satunya yang menjual segala macam teh. Dan aku bisa menebak pesananmu adalah teh kental dengan gula batu.
Ah, aku bisa menduga semuanya. Caramu menuangkan teh ke canggih hingga cara menyesapnya. Kamu punya cara yang unik ketika menikmatinya.
Aku menemukanmu di kedai teh. Kamu penggila teh, bukan kopi seperti kebanyakan orang. Katamu, dengan teh kamu tak harus deg-degan. Katamu, dengan teh, ragamu masih sehat meskipun usiamu sudah kepala tujuh.
Perjalanan yang kutempuh barusan lumayan macet. Jalanan Jakarta belum berubah ternyata. Orang-orang masih saja egois mengendarai kendaraan pribadi.
Rela berlama-lama dan menua di jalan meskipun ke tempat yang dekat.
Bersedia menikmati kesendirian dalam sebuah kabin kecil yang dingin karena AC daripada terbebas di jalanan dengan udara yang asli.
Antusias menghabiskan bahan bakar untuk membuat bumi semakin panas.
Dan itu pula yang membuatmu memilih teh. Dengan teh, meskipun tinggal di sebuah kota yang penuh penat ini, pikiran bisa lebih rileks.
Katamu lagi, dengan teh, meskipun usia tidak lagi muda namun kulitmu lebih sehat. Semua fakta itu pun memang ada benarnya berdasarkan science. Kau begitu pintar merayuku kala itu.
Aku begitu menikmati pembicaraan kita lima belas tahun lalu di kencan resmi pertama kita. Ya, kita memang bertemu sebelumnya namun tidak di tempat dengan suasana sedamai ini.
Ingat dimana kita pertama kali bertemu? Di sebuah club di Jakarta Pusat. Tempat terkutuk, tempat semua yang mencari kenikmatan sementara berkumpul dan melepas penat masalah.
Waktu itu aku sedang putus asa dengan hidup. Hampir satu tahun bertahan di Ibukota tanpa pekerjaan tetap membuatku luntang-lantung tidak jelas.
Club adalah tempat yang kuhindari namun beberapa teman kerap mengajakku. Santai saja, kata mereka, pasti dibayarin. Aku yang memang tidak memiliki kesibukan akhirnya ikut saja.