Contoh-contoh Kearifan Lokal yang Berhubungan dengan Mitos di Masyarakat
Contoh-contoh Kearifan Lokal yang Berhubungan Dengan Mitos di Masyarakat – sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangasa tidaklah mengherankan apabila Indonesia memiliki banyak sekali kearifan lokal.
Meskipun zaman telah modern, tetapi masih banyak orang yang terus melestarikan kearifan lokal yang ada di daerahnya. Beberapa orang menilai bahwa kearifan luhur merupakan suatu bentuk upaya manusia untuk menjalin harmonisasi dengan lingkungannya.
Tentang Kearifan Lokal
Daftar Isi
Daftar Isi
Kebanyakan kearifan luhur ini berisi tentang suatu keharusan atau larangan yang ada di masyarakat tertentu yang terikat dalam hukum sebab-akibat.
Selain itu keberadaan suatu kearifan lokal di daerah tertentu sebagian besar memiliki keterkaitan dengan mitos yang diyakini oleh masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.
Contoh Kearifan Lokal yang Berhubungan dengan Mitos
Di bawah ini adalah beberapa contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia dan memiliki keterkaitan dengan Mitos
Contoh Kearifan Lokal 1
1. Labuh Laut (Sedekah Laut)
Tradisi ini biasanya digelar oleh masyarakat yang mendiami pesisir selatan Pulau Jawa. Tradisi ini digelar selain sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Juga sebagai bentuk penghormatan masyarakat setempat terhadap keberadaan Kanjeng Ratu Kidul yang diyakini sebagai penguasa pantai Selatan.
Tradisi ini biasanya dilakukan pada bulan-bulan tertentu dalam sistem kalender Jawa. salah satu masyarakat yang masih melestarikan tradisi ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitaran Pantai Sine, Kabupaten Tulungagung.
Pada hari Jumat kliwon yang jatuh pada bulan sela masyarakat yang tinggal di kawasan pantai Sine akan libur sehari untuk melaut. Mereka akan menggelar acara labuh laut.
Hingga sekarang masyarakat masih terus melakukan tradisi ini. Sebab, ada keyakinan apabila tradisi ini sampai ditinggalkan. Ada sesuatu yang kurang baik yang akan dialami oleh warga.
Selain masyarakat yang tinggal di kawasan pantai Sine. Tradisi sedekah laut ini juga masih dilakukan oleh Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Contoh Kearifan Lokal 2
2. Tradisi Mandasia
Tradisi mandasia merupakan salah satu upacara adat yang masih dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di daerah Pancot, Tawangmangu, Karanganyar.
Ada banyak versi mengenai asal-muasal lahirnya tradisi ini. Salah satu yang paling populer adalah adanya keterkaitan tradisi ini dengan mitos Prabu Boko yang oleh masyarakat setempat digambarkan sebagai seorang raja yang gemar menyantap daging manusia.
Kegemaran Prabu Boko yang gemar menyantap daging manusia ini tentu membuat warga merasa resah dan ketakutan.
Tetapi beruntung pada waktu itu ada seorang ksatria sakti bernama Raden Tetuko yang berhasilkan mengalahkan dan membunuh Prabu Boko.
Meski Prabu Boko dapat dikalahkan dan dibunuh. Sebelum ajal menjemput, Prabu Boko sempat berujar bahwa dirinya akan kembali datang pada hari selasa kliwon yang jatuh pada wuku mandhasia untuk menyantap manusia.
Setelah adanya sumpah ini masyarakat setempat bersepakat untuk menggelar sebuah selamatan yang diwujudkan dalam upacara mandhasia.
Dibanding upacara lain yang ada di Indonesia, upacara mandhasia ini memiliki banyak keunikan. Salah satunya adalah adanya ritual menyiram batu gilang dengan memakai badek tape yang berusia tujuh bulan.
Konon, batu gilang ini pernah digunakan Raden Tetuko untuk menghabisi Prabu Boko. Menurut keterangan sejumlah warga, pernah sekali waktu upacara ini ditiadakan.
Tetapi setelah itu terjadilah sesuatu yang kurang baik. Selain terjadi pagebluk yang meminta banyak korban. Sawah-sawah warga juga banyak yang mengalami gagal panen.
Pagebluk tersebut baru reda setelah upacara mandasia kembali diadakan. Semenjak saat ini hingga sekarang tradisi mandasia terus diadakan.
Contoh Kearifan Lokal 3
3. Larangan Bikin Hajatan di Bulan Sura (Muharram)
Sebagian orang Jawa menghindari bulan sura untuk menggelar hajatan yang berupa pernikahan. Ada beberapa versi yang membuat orang Jawa tidak berani menggelar hajatan di bulan ini.
Pertama adalah adanya keyakinan bahwa di bulan Sura, kraton Kidul yang dipimpin oleh Kanjeng Ratu Kidul sedang melaksanakan hajatan.
Orang Jawa tidak mau menyaingi hajatan tersebut karena memiliki keyakinan bahwa akan ada sesuatu yang kurang baik apabila sampai membuat hajatan di bulan sura.
Kedua adalah adanya anggapan bahwa bulan sura atau bulan muharram merupakan bulan kesedihan bagi mereka yang menganut agama muslim.
Hal ini berkaitan dengan terjadinya peristiwa karbala yang menyebabkan meninggalnya cucu Nabi Muhammad SAW.
Bagi orang Jawa merasa tidak elok apabila di bulan yang menjadi saksi terjadinya peristiwa memilukan tersebut mengadakan hajatan dan bersenang-senang.
Contoh Kearifan Lokal 4
4. Menyembelih Bekakak di Yogyakarta
Upacara yang setiap bulan Safar dalam sistem kalender Jawa selalu diadakan oleh Kasultanan Yogyakarta ini bermula dari adanya bencana alam yang menimpa sekitaran Pesanggrahan Ambarketawang setiap bulan Safar ketika Sultan Hamengkubuwana I bertahta.
Sultan yang merasa kasihan dengan nasib yang dialami oleh warganya lantas bersemadi. Dalam semadinya ini Sultan mendapat pengelihatan bahwa bencana tersebut disebabkan oleh sesosok makhluk jahat.
Makhluk itu mengatakan bahwa apabila tidak disembelihkan sepasang pengantin baru. Maka dirinya akan selalu membuat bencana alam di wilayah tersebut.
Setelah itu terjadilah perjanjian bahwa Sultan bersedia mengorbankan sepasang pengantin setiap bulan Safar dengan catatan makhluk tersebut tidak membuat bencana di wilayah sekitaran pesanggrahan Ambarketawang.
Alih-alih memberikan sepasang pengantin sungguhan. Sultan memilih membuat boneka pengantin dari tepung ketan yang di dalamnya diisi dengan dengan sirup gula merah.
Boneka pengantin inilah yang disembelih pada setiap bulan safar. Semenjak upacara ini dilakukan wilayah sekitaran pesanggrahan Ambarketawang terhindar dari bencana yang ditebar oleh makhluk jahat tadi
Contoh Kearifan Lokal 5
5. Tradisi Mahesa Lawung
Tradisi Mahesa Lawung merupakan ritual tahunan yang digelar oleh Keraton Kasunanan Surakarta setiap bulan bakda mulud dalam sistem penanggalan Jawa.
Tradisi ini diyakini telah ada semenjak kerajaan Majapahit. Lokasi digelarnya acara ini adalah di hutan Krendawahana yang secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Di masa sekarang digelarnya acara ini adalah sebagai bentuk upaya yang menyimbolkan bahwa kebodohan harus dipendam dalam.
Simbolisasi memendam kebodohan ini digambarkan dengan mengubur kepala kerbau yang masih perjaka.
Tetapi bila ditelusuri lebih jauh, tradisi ini di masa lalu adalah sebagai bentuk pemujaan dan penghormatan kepada Bathari Durga yang diyakini menjadi penguasa di hutan Krendawahana.
Bagi orang Jawa sosok Bathari Durga dianggap sebagai sosok raksasa perempuan yang menguasai seluruh bangsa lelembut yang ada di bumu.
Sebenarnya Bathari Durga merupakan sesosok dewi yang sangat cantik. Tetapi, karena dianggap telah melakukan suatu kesalahan. Ia dikutuk menjadi raksasa dan diusir dari kahyangan ke bumi.
Dengan diadakannya upacara mahesa lawung ini diharapkan Bathari Durga tidak mengganggu ketentraman dan kedamaian manusia.
Contoh Kearifan Lokal 6
6. Tradisi Bersih Desa di Dlimas
Tradisi ini merupakan tradisi turun-temurun yang senantiasa digelar di daerah Dlimas, Klaten, Jawa Tengah.
Awal mula tradisi ini berkaitan dengan asal mula keberadaan desa Dlimas itu sendiri. Dalam keyakinan masyarakat setempat pada suatu waktu desa Dlimas yang dipimpin oleh Ki Demang Rawatmejo itu diterpa sebuah malapetaka yang banyak membuat warganya resah.
Karena tidak ingin melihat warganya merasa resah Ki Demang lalu melakukan semedi guna meminta petunjuk dari Tuhan.
Di saat bertapa itulah Ki Demang ditemui oleh sosok gaib yang mengaku sebagai penguasa gaib wilayah tersebut.
Kemudian keduanya terlibat dialog dan dari dialog tersebut terjadilah suatu kesepakatan bahwa antara Ki Demang dan seluruh keturunannya mau untuk hidup berdampingan dan tidak boleh mengganggu kehidupan gaib yang ada di wilayah tersebut.
Dalam kesempatan sosok gaib itu meminta agar Ki Demang memberikan sesaji berupa tumpeng gurih yang disertai dengan ayam ingkung lengkap yang harus diletakkan di bawah pohon dlima pada saat hari jum’at Kliwon pada bulan sura.
Selain itu Ki Demang juga diminta mengadakan tayuban di sekitar pohon delima. Singkat cerita setelah apa yang menjadi permintaan gaib itu dipenuhi maka pageblug yang menimpa warga berangsur-angsur hilang dan kehidupan warga pun kembali seperti sediakala.
Demikianlah contoh kearifan lokal yang memiliki hubungan mitos di masyarakat. Semoga artikel ini membuatmu menghormati budaya yang ada di masyarakat Indonesia.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu: