7 Cerpen Karya Putu Wijaya Berbagai Judul dan Sinopsisnya

7 Cerpen Karya Putu Wijaya Berbagai Judul dan Sinopsisnya – I Gusti Ngurah Putu Wijaya merupakan sastrawan Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Putu Wijaya dan telah menghasilkan berbagai karya sastra.

Karyanya yang berupa cerpen, novel, drama, hingga skenario film dikenal memiliki gaya tulisan yang unik bertema realitas sosial dan konflik psikologis. Oleh sebab itu, Putu Wijaya bahkan telah banyak mendapatkan penghargaan, salah satunya dari Ubud Writer Festival.

Dari banyaknya tulisan yang telah sastrawan asal Bali tersebut hasilkan, khusus kali ini Mamikos akan mengajak kamu untuk mengenal beberapa cerpen karya Putu Wijaya melalui sinopsis di artikel ini.

Daftar Sinopsis Cerpen Karya Putu Wijaya

kompas.id

Cerpen-cerpen yang ditulis oleh Putu Wijaya sebagian besar telah banyak dimuat di Harian Kompas atau surat kabar nasional lainnya. Sebenarnya, terdapat banyak sekali cerpen Putu Wijaya yang telah diterbitkan, lho.

Di antaranya yang paling terkenal seperti Semar, Malu, atau Maling yang kerap menjadi bahan kajian ilmu sastra maupun skripsi para mahasiswa. Nah, seperti apa sih sinopsis cerpen Putu Wijaya?

1. Malu karya Putu Wijaya

Cerpen karya Putu Wijaya yang berjudul Malu ditulis pada tahun 2011 ini menceritakan tentang seorang pria dijebloskan ke penjara setelah dituduh mencuri barang berharga yang dia temukan di jalanan.

Meskipun berusaha membela diri, dia tetap dinyatakan bersalah dan yang berdampak serius terhadap keluarganya yang menderita  dan kesulitan setelah kepergiannya. Istrinya bahkan terpaksa menjual rumah dan meminta izin untuk menikah lagi demi menjaga kehidupan anak-anak mereka.

Selama dipenjara, ia berjuang dengan rasa putus asa dan pada akhirnya dibebaskan. Namun kebebasannya tidak seindah yang dibayangkan, ia merasa terasing dan menjadi gelandangan.

Ketika bekerja sebagai mandor kuli, ia menyaksikan kejadian di mana anak buahnya dituduh mencuri kotak nasi.

Kejadian tersebut membangkitkan kembali ingatan pahitnya yang membuatnya merasa malu akan masa lalu. Namun, ketika mengetahui bahwa anak buahnya dibebaskan, ia merasa lega.

Dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku, ia menemukan pelajaran berharga tentang keadilan, martabat, dan perjuangan untuk kebebasan sejati, serta menyadari bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi dan arti yang lebih dalam.

2. Maling Karya Putu Wijaya

Selanjutnya, cerpen yang ditulis oleh Putu Wijaya pada tahun 2009 berjudul Maling. Cerpen ini bercerita tentang Pak Amat yang marah besar karena jambangan bunga porselen berharga miliknya hilang.

Jambangan tersebut merupakan hadiah dari Gubernur yang dianggap sebagai barang antik dari Dinasti Ming dengan nilai sangat tinggi. Pak Amat menyalahkan berbagai hal, mulai dari istrinya yang sering membuang barang-barang hingga ketidakwaspadaan mereka sendiri.

Di tengah kekesalan Pak Amat, tetangganya datang dan membawa seorang anak bernama Kentut yang dituduh sebagai pencuri jambangan tersebut. Tanpa banyak bicara, Pak Amat memukul Kentut dengan amarah.

Namun, belakangan terungkap bahwa Bu Amat sebenarnya yang memberikan jambangan itu pada Kentut untuk dijual karena keluarga mereka lebih membutuhkan uang daripada sekadar memiliki barang mewah.

Pak Amat dengan terpaksa kemudian meminta maaf kepada Kentut atas tindakannya. Di akhir dari cerpen berjudul Maling ini, Kentut yang merasa malu mengembalikan barang-barang lain yang pernah dia curi dari keluarga Pak Amat, termasuk perhiasan dan dompet milik Bu Amat.

3. Laila karya Putu Wijaya

Laila bercerita tentang seorang perempuan muda yang hidup dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan sosial dan harapan keluarga. Laila adalah sosok yang lembut tapi memiliki pikiran yang dalam.

Di balik senyum dan sikap patuhnya, Laila sering kali merasa terjebak oleh tuntutan yang datang dari orang-orang di sekitarnya. Terutama keluarga yang menuntutnya untuk menikah dan menjalani hidup sesuai dengan norma yang berlaku.

Seiring berjalannya waktu Laila mulai mempertanyakan banyak hal, termasuk apa arti kebahagiaan sejati baginya. Konflik batinnya semakin memuncak saat ia dihadapkan pada pilihan antara mengikuti jalan hidup yang diatur oleh orang lain atau berani memilih jalannya sendiri.

Puncak dari cerita ini adalah ketika Laila mengambil keputusan penting yang tidak hanya akan mempengaruhi hidupnya, tetapi juga mengubah pandangan orang-orang di sekitarnya tentang kebebasan dan kebahagiaan.

Cerpen yang ditulis oleh Putu Wijaya di tahun 2004 tersebut menggambarkan pergulatan batin Laila dalam menemukan identitas dan kebebasan di tengah masyarakat yang memiliki ekspektasi tertentu terhadap perempuan.

4. Laki-Laki Sejati Karya Putu Wijaya

Selanjutnya, Mamikos akan memberikan kamu sinopsis tentang cerpen karya Putu Wijaya berjudul Laki-Laki Sejati.

Cerita pendek tersebut mengisahkan seorang gadis yang bertanya pada ibunya tentang sosok laki-laki sejati. Sang ibu terkejut dengan pertanyaan itu, mengingat putrinya yang baru kemarin masih anak kecil kini telah tumbuh dewasa.

Dialog yang tercipta antara ibu dan anak ini penuh dengan gambaran tentang apa yang sebenarnya membuat seorang laki-laki disebut sejati.

Dalam percakapan yang berlangsung, sang ibu menjelaskan bahwa laki-laki sejati bukan hanya soal fisik yang kuat, tampan, atau kaya, melainkan tentang tanggung jawab, serta kesesuaian antara ucapan dan perbuatannya.

Mendengar jawaban ibunya, gadis itu menjadi bersemangat untuk bertemu sosok tersebut, tetapi perlahan juga mulai menyadari bahwa menemukan laki-laki sejati seperti itu bukan hal yang mudah.

Sang ibu bahkan menyebut bahwa laki-laki sejati seperti itu sudah tak ada lagi, kecuali ayahnya yang telah meninggal. Hal itu tentu membuat si gadis merasa putus asa dan patah hati.

Namun ibunya tetap mendorong putrinya untuk keluar dari dunianya yang penuh dengan buku dan mimpi. Sang ibu juga menyuruhnya untuk menghadapi kenyataan dan bersosialisasi dengan dunia luar.

Meskipun kecewa, si gadis akhirnya mulai memahami bahwa mungkin laki-laki sejati yang ia bayangkan hanyalah ilusi dari buku-buku yang selama ini ia baca.

5. Guru Karya Putu Wijaya

Lagi-lagi Putu Wijaya membuat cerita pendek yang menjadi gambaran kenyataan yang sedang terjadi di negara ini, salah satunya adalah guru yang kerap dipandang sebelah mata karena tidak akan membuat seseorang menjadi kaya raya.

Selain itu, melalui cerpen berjudul Guru, Putu Wijaya menggambarkan kondisi di mana tidak selamanya anak dan orangtua memiliki pemikiran maupun pandangan yang sama.

Berkisah tentang konflik batin seorang ayah yang tidak setuju dengan cita-cita anaknya, Taksu, yang ingin menjadi seorang guru. Sang ayah merasa bahwa profesi guru tidak memiliki masa depan yang cerah, penuh dengan kesulitan, dan tidak menawarkan keuntungan materi.

Ayahnya berusaha membujuk Taksu untuk memilih profesi lain yang dianggap lebih membanggakan dan menguntungkan secara finansial. Namun, Taksu tetap teguh pada keinginannya untuk menjadi guru, meskipun harus menghadapi penolakan keras dari orang tuanya.

Keteguhan Taksu bukan hanya soal cita-cita, tetapi juga merupakan sebuah panggilan hati. Bagi Taksu, menjadi guru adalah cara untuk memberikan warisan yang abadi, yaitu pengetahuan yang terus hidup dan berkembang meskipun guru itu sendiri sudah tiada.

Meski sang ayah marah dan mengancam, Taksu tidak goyah. Baginya, guru adalah seseorang yang tidak bisa dibunuh karena ajarannya akan terus ada dan mempengaruhi generasi berikutnya.

6. Bersiap Kecewa Bersedih karena Kata-kata Karya Putu Wijaya

Cerita dari Bersiap Kecewa Bersedih karena Kata-kata dimulai dengan tokoh utama – aku – yang sedang berada di toko bunga buka. Setelah satu jam, ia masih belum menemukan bunga yang pas.

Saat hendak pergi, seorang perempuan muda menghampirinya dan menawarkan bantuan. Dia menyarankan rangkaian bunga tulip dan mawar berwarna pastel.

Awalnya, meskipun tokoh utama tersebut sama sekali tidak tertarik. Namun, setelah perempuan itu mengatakan bahwa dialah yang merangkainya, bunga tersebut tiba-tiba tampak menarik di mata si tokoh utama.

Sayang, rangkaian bunga itu tidak dijual. Walau si penjual menawarkan untuk membuat yang baru, tokoh utama tetap bersikeras ingin membelinya, bahkan menawarkan semua uang yang dimilikinya.

Setelah mendengar pengakuan dan cerita si tokoh utama, perempuan penjual bunga itu merasa tersentuh oleh kejujurannya dan akhirnya setuju memberikannya.

Ketika membuat kartu ucapan, perempuan tersebut menuliskan sebuah kutipan dari sajak Goenawan Mohamad, “Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata.”

Tulisan tersebut membuat tokoh utama sangat terharu hingga menitikkan air mata. Ternyata bunga itu bukan untuk orang lain, melainkan untuk dirinya sendiri sebagai hadiah ulang tahun karena tak seorang pun yang ingat hari spesialnya.

Si perempuan juga menawarkan diri untuk mengantar si tokoh utama pulang dengan mobil Ferrari merahnya. Di akhir cerita, terungkap bahwa perempuan itu adalah pemilik toko bunga tersebut.

7. Semar Karya Putu Wijaya

Sinopsis cerpen Semar karya Putu Wijaya adalah judul terakhir yang akan Mamikos bahas di sini. Semar mengisahkan tentang gambaran situasi di medan perang, di mana para prajurit yang siap untuk menghancurkan musuh dengan teknologi canggih gagal melakukan misinya,

Hal itu terjadi karena daat detik-detik terakhir sebelum serangan besar, tiba-tiba Baginda memerintahkan untuk menghentikan serangan. Keputusan Baginda membuat para prajurit bingung, padahal kemenangan sudah di depan mata.

Semar – si karakter bijak dalam cerita ini menjelaskan bahwa perang membawa kehancuran bagi rakyat, meski bisa menguntungkan pemimpin.

Baginda lebih memilih damai demi melindungi rakyat dari penderitaan perang. Semar mengungkapkan bahwa putra Baginda telah bertunangan dengan putri musuh yang menjadi sebuah langkah strategis untuk menghentikan peperangan dan menghindari korban yang tak perlu.

Di balik keputusan damai itu, para prajurit tetap takut akan “serigala-serigala” yang hanya menunggu saat mangsa lemah untuk menyerang. Namun Semar menekankan bahwa menjaga perdamaian adalah cara terbaik untuk melindungi negara dari ancaman yang lebih besar.

Cerpen karya Putu Wijaya berjudul Semar ini ditutup dengan si pencerita yang kembali ke dunia nyata, di mana dia terbangun dari mimpinya dan harus kembali menghadapi kenyataan hidup sehari-hari yang penuh tantangan.

Penutup

Itulah tadi beberapa judul cerpen Putu Wijaya yang dapat Mamikos buat sinopsisnya. Di lain waktu jika berkesempatan, Mamikos akan membahas berbagai karya sastra dari Putu Wijaya maupun sastrawan Indonesia lainnya.

Sambil menunggu, kamu bisa membaca berbagai artikel lain yang memuat tentang tulisan novel klasik, legenda, puisi, dan masih banyak lagi di blog Mamikos, ya.


Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:

Kost Dekat UGM Jogja

Kost Dekat UNPAD Jatinangor

Kost Dekat UNDIP Semarang

Kost Dekat UI Depok

Kost Dekat UB Malang

Kost Dekat Unnes Semarang

Kost Dekat UMY Jogja

Kost Dekat UNY Jogja

Kost Dekat UNS Solo

Kost Dekat ITB Bandung

Kost Dekat UMS Solo

Kost Dekat ITS Surabaya

Kost Dekat Unesa Surabaya

Kost Dekat UNAIR Surabaya

Kost Dekat UIN Jakarta